Makin lama ngeblog terasa makin seru. Saya sudah membukukan beberapa kemajuan. Kalau dulu susah banget menemukan ide, sekarang ide-ide itu berhondoh-hondoh menghampiri sampai saya jerit-jerit kegirangan. Untungnya cuma dalam hati. Yang masih langka memang menemukan waktu, terutama yang khusuk untuk menyusun kalimat –kalimat agar jadi lukisan ide yang sedap di baca.
Mungkin jika terus berlatih, saya akan gayub menulis dalam suasana apapun yang tersedia. Amin!
Nge-blog membuat saya seperti punya rumah di sebuah kampung maha luas dengan akses jalan terbuka ke-delapan penjuru mata angin. Interaksi bersama penduduknya, memberi saya suatu pemahaman bahwa sebagian besar manusia itu lebih suka dikenal dari sisi baiknya saja. Dan sisi baik yang paling menonjol dari kampung blog, umunya mereka senang tertawa dan membuka pintu persahabatan lebar-lebar.
Kemarin saja saya langsung merasa akrab dengan Melanie yang tinggal di Jerman, Ayin yang tinggal di Norway serta Dheeta yang tinggal di Semarang. Padahal modalnya cuma sahut-sahutan di shout box.
Dimana sih pantasnya menempatkan kampung itu. Diatas awan? Di gurun Ghobi? Atau dibawah Atlantis? Nee… tidak, kampung itu berada dalam kepala, nempel dalam sisi terang emosi manusia yang selalu punya kebutuhan untuk berekspresi.
Yang paling menyenangkan kalau sudah masuk kampung saya tidak akan pernah paranoid karena boleh meninggalkan rumah kapan saja tanpa takut di rampok. Bila ada tamu berkunjung, mereka boleh melayani diri sendiri, ambil minum di kulkas, melihat-lihat se- isi rumah, menilai-nilainya bagus atau tidak, tanpa perlu minta permisi dari siapapun.
Begitu pula sebaliknya, saya diijinkan berlaku seperti Ratu Victoria, berkunjung ke rumah siapapun tanpa perlu memikirkan tuan rumah sedang punya waktu atau tidak. Saya boleh ketok pintu atau meninggalkan jejak. Tapi tak akan ada yang larang jika kehadiran saya menguap begitu saja dari pengetahuan pemiliknya.
Ohya saya adalah ibu yang baik. Itu kabar baik yang tak diragukan. Kabar buruknya, saya paling tidak tahan berlama-lama di dapur. Ritualitas menghadirkan masakan lezat dan harus sehat itu membuat saya seperti ditenggelam pelan-pelan ke dasar samudera. Dengan begitu banyak usaha, melibatkan seluruh perasaan, memotong, mencuci dan menurunkan peralatan-peralatan, lalu membersihkan kembali, sementara pikiran saya juga sibuk kemana-mana, haiyaaa… that’s feel likes too much lah!
Jadi tidak aneh kalau saya senantiasa kehabisan ide harus masak apa dari hari kehari.
Kemudian terpikir, blog akan bisa memecahkan masalah ini. Saya putuskan berlayar, melempar jangkar di blog-blog para pe-hobi masak , pe-hobi makan dan tentu saja pe-hobi komentar yang memberi perspektif terhadap hidangan yang mereka santap.
Sebetulnya, jujur saja , saya tidak mengerti mengapa terus mengembangkan hobi ini. Tiap kali menatap foto-foto makanan yang entah kenapa di mata saya tampilannya mengundang semua , rasa bersalah terhadap 2 pangeran saya terus saja memukul-mukul. Tangan dan lidah saya tidak dodol, lah kok kalau urusan makan enak seperti itu urusannya koki restoran mulu?
Tapi emang gak dosa jika otak kanan dan kiri tidak seimbang. Saya kan juga manusia? Layar terus dinaikan, singgah dari satu blog ke blog masakan lainya melalui Google. Mestinya ada misteri abad modern yang perlu saya pecahkan di sini ya?
Wassalam,
— Evi
http://gulasemut.blogspot.com