Ada rekaman dalam memori saya namun lupa apakah tertinggal dalam lagu atau terdapat dalam karya pujangga, yang mendeskripsikan seorang perempuan secantik Monalisa.
Remaja dulu, saya punya foto yang tak sengaja terambil dari angle dan pencahayaan terbaik sehingga tampak amat sedap dipandang mata. Karena foto itu tidak menggambarkan saya sama sekali mungkin itulah sebab Bapak menjuluki nya sebagai Monalisa.
Rasanya hampir separuh penduduk bumi setuju bahwa perempuan misterius dalam lukisan Leonardo Da Vinci itu sebagai perempuan tercantik yang paling banyak menyita perhatian dunia. Baru-baru ini saja terjadi dalam novel dan film The Da Vinci Code. Saya menyempatkan diri bermalam-malam membaca novelnya dan ketika tayang di HBO saya pun merasa perlu nonton filmnya.
Masalahnya, seperti juga saat menatap Lady Di, saya bertanya-tanya sendiri, okey mereka memang cantik. Tapi ‘dimana sih cantiknya?’ sehingga perlu di bahas, diomongkan dan diulas media sepanjang masa?
Coba perhatikan Monalisa baik-baik. Jidatnya nong2, rambutnya tipis dan kucai, dan secara keseluruhan tidak terbayang gimana kalau tubuhnya yang montok itu ‘buka-bukaan’ di arena sauna. Perkara senyumnya yang misterius, walau menjadi daya tarik sendiri, saya pikir orang tidak melekatkan kecantikan Monalisa pada kemisteriusan senyumnya itu. Lagi pula, Da Vinci membuat sudut bibir perempuan itu naik sehingga tanpa senyumpun perempuan itu sudah tampak tersenyum.
Satu fakta lagi, bukankah di abad pertengahan sampai abad modern ini perempuan tidak disarankan tertawa yang memperlihatkan 32 barisan gigi mereka?
Akhirnya saya sampai pada suatu kesimpulan. Legenda Monalisa dan Putri Diana tidak akan pernah ada tanpa kejeniusan otak manusia yang didesak kepentingan tetentu merasa perlu mendramatisir segala sesuatu.
Sekedar menyatakan bahwa mereka berdua cantik tidak lah cukup. Iyem penjual sayur di Pasar juga cantik, tapi tidak ada yang berkepentigan mendongkrak kecantikannya ke permukaan. Berbeda dengan Monalisa yang hasil karya jenius besar jaman Renaisance atau putri Diana yang mengawini ‘ bujangan yang paling diingini perempuan sejagat’. Melalui kisah yang melekat pada diri mereka, maka kebenaran bahwa mereka cantik harus di perjelas dan didramatisir. Iya didramatisir melalui keahlian dalam seni pertunjukan.
Sekarang perhatikan lingkungan kita baik-baik, segi mana yang memerlukan pertunjukan dramatis setiap hari? Yang paling mudah karena paling sering dan paling menonjol sisi dramatisasinya terjadi dalam dunia komersialisasi.
Sekedar mengiyakan teori saya, coba bayangkan duduk sejenak di muka televisi.
Jika anda membuat kecap, menyatakan lezat saja tidak cukup. Kecap itu harus terlezat dari semua kecap yang pernah ada dengan menempelkan label kecap no.1. Bahkan agar lebih dramatis, Anda memerlukan sebuah keluarga bahagia dengan wajah berseri-seri karena puas telah menikmati hidangan menggunakan kecap yang terbuat dari bahan-bahan terbaik.
Rupanya dramatisasi diperlukan untuk menarik perhatian orang. Akhir-akhir ini saya banyak belajar dari lingkungan bahwa setiap aspek dari kehidupan ini bisa didramatisir. Tidak di dunia online, tidak di dunia offline, saya dikelilingi oleh peristiwa-peristiwa, fakta-fakta dan ide-ide yang telah di dramatisir orang.Kalau sudah begitu selalu muncul pertanyaan, benarkah secantik monalisa?
Tadi siang saja, sewaktu arisan, saya amat terkesan memandang Lusi dengan tas Gucci-nya. Dia tidak secara spesifik mengatakan bahwa tas itu dibeli di Hongkong. Tapi cara dia mengomentari bagaimana laci tas di jahit, bagaimana lipatan bahan pelapis di laci dalam sangat aman bagi kedudukan ponsel, bagaimana monogramnya hilang timbul dalam cahaya, membuat kami langsung berpikir sekian juta untuk tas tersebut.
Jujur saja, dimata saya, sekilas pandang tas tersebut tidak jauh beda dengan Gucci di Mangga Dua. Namun melalui ‘caranya’ Lusi sudah berhasil memenangkan perhatian bahwa dia bukanlah perempuan biasa yang tidak membeli barang yang biasa-biasa saja.
Well, tulisan ini juga hasil olah pengalaman yang sudah kena dramatisir. Sepertinya konsep ini cukup penting setelah makan nasi.Apa lagi kalau diterapkan ke bisnis sendiri. Jadi mari ramai-ramai main drama. Jika Anda memerlukan perhatian dan ingin di lirik, lakukan dramatisir terhadap fakta-fakta dalam bisnis ataupun kehidupan Anda sendiri.
Good luck!
— Evi
Gula Semut