Ada sebuah kalimat yang terus terngiang dalam benak usai mengikuti seminar Financial Revolution oleh Tung Desem Waringin kemarin. Kalimat ini beliau ajarkan melalui pengulangan di sertai gerakan tubuh . Maksudnya agar peserta mengingatnya sepanjang hayat dikandung badan. “ Apa yang aku pikirkan dengan dominan dan meyakini kebenarannya di dalam hati, maka akan aku gengam dalam tangan.”
Seperti pernah saya katakan, juga tidak ada yang baru dalam kalimat itu. Sejak bersentuhan dengan hukum daya tarik, secara selektif saya telah mencoba mengatur pola pikir yang sering loncata-loncat dan nabrak-nabrak seperti ikan hidup yang digarami. Yang positif boleh terus bercokol di kepala, yang negative monggo silahkan lewat, saya tidak membutuhkannya.
Berfikir secara selektif memang tidak mudah. Terutama ketika menerima terlalu banyak informasi, menjadi saksi atas beberapa peristiwa, tanpa diminta bersimpati atas cara hidup orang lain, dsb. Seperti kembang api tahun baru, aneka peristiwa itu membuat terkesima, menyeret pola pikir selektif yang saya inginkan kearah yang tidak dikehendaki.
Kalau itu terjadi, kadang saya segera sadar dan langsung banting kemudi, mengarahkan kapal ke tujuan semula. Pelabuhan saya adalah berpikir positif, bukan yang lain. Namun manusia ini berbekal dua keping otak yang masing-masing berbeda tugasnya. Ketika keping kiri mengatakan A, keping kanan berkata “ no way, this is B.”.
Akibatnya mereka berantem sendiri dan membingungkan pemiliknya…
Tidak jarang kita sendiri juga mencari-mencari reasons lain untuk sesuatu yang telah punya nilai benar. Seperti, selalu berpikir positif tidak alami, menentang kodrat alam. Positif kan lahir dari kembarannya negatif? Bagaimana mau positif kalau tidak pernah melihat kearah sebaliknya?
Nah, hal-hal seperti ini yang akan menggeser perspektif dengan amat lembutnya, tahu-tahu benaran, saya sudah kecebur ke pola pikir negatif.
Tapi membina karir dalam negatifitas tidak akan pernah ada enaknya. Coba , apa enaknya kalau kita percaya bahwa Allah SWT adalah Sang Pemberi kehidupan namun berprangsaka buruk terhadap-Nya? Contoh, apakah Dia beneran ada kala doa belum terjawab? Kalau memang ada syarat-syarat tertentu agar doa dijawab, mengapa tidak menanamkan saja pengetahuan itu ke pikiran manusia? Mengapa sih menjadi Allah begitu rumitnya?
Untunglah lidah berbicara atas kendali otak sehingga saya tidak perlu menambah ruwet pikiran orang bijaksana dengan melabeli saya sebagai seseorang yang sedang mengalami guncangan iman.
Sejak beberapa tahun terakhir saya mengalami transformasi dalam melihat dunia beserta kehidupan yang menggelinding di dalamnya. Asal yang berhubungan dengan manusia, tidak ada batas jelas antara garis hitam dan putih. Orang yang menyebut dirinya baik, dalam kadar tertentu memiliki sifat yang amit-amit. Perampok yang jahat dimata hukum, kadang kala melakukan pekerjaan itu atas dasar kasih kepada keluarga.
Jadi setiap peristiwa yang terjadi punya logika sendiri, alasan sendiri dan penjelasan sendiri. Begitu pula bila ada orang ingin kaya. Pasti banyak alasan yang melatar belakanginya. Tidak seorangpun ingin dilahirkan miskin namun mengapa sampai mati mereka tetap miskin juga pasti punya alasan sendiri.
Dan saya juga punya alasan untuk selalu berpikir positif. Apakah itu? Hm, ijinkan hanya Allah dan saya yang mengetahuinya.
Wassalam,
— Evi