Saya bisa jual gula aren asli ini murni pos curhat ibu-ibu. Yang terlanjur mampir karena kata kunci gula aren boleh skip ya. Kalaupun ingin meneruskan membaca monggo. Siapa tahu terbetik sedikit inspirasi. Dan terima kasih sudah menyempatkan diri berhenti sejenak dalam travel blog ini.
Ceritanya usai menjemput Valdi dari sekolah sore tadi kami sempat nge-mall sebentar. Mungkin karena lapar dan belum makan siang, saya terus memikirkan makanan kenyal berkuah dengan cuka hitamnya yang gemilang di jalan raya Serpong. Tapi untuk sampai ke tempat itu harus berputar-putar di jalan Raya Serpong yang miskin U-turn. Kami harus keluar mal dulu, memutar, terus pulang nanti harus memutar lagi.
Cari Pempek di Food Court
Jadi saya ajak Valdi ke mall yang jalannya satu arah saja. Makan Pempek di food court kan boleh dicoba.
Hanya saja, memang tak perlu berharap banyak menikmati hidangan di tempat seperti ini. Karena begitu pempek terhidang saya langsung disergap kecewa. Otak saya mengatakan tidak akan menemukan apa yang dicari. Bayangkan saja, kuahnya encer dengan warna coklat ke kuningan. Lah bukannya cuko pempek itu berwarna gelap dan sedikit kental?
Tapi karena mbak yang menghidangkan tersenyum manis, saya telan kekecewaan tersebut. Lagi pula ini food court mana ada makanan yang enak! Simpelkan saja agar tak kecewa berlarut-larut.
Pesan Gula Aren Arenga Saja, Mbak!
Tapi saya seorang penjual gula aren. Alih-alih menggerutu, si mbak saya sodori kartu nama. Disertai sedikit product knowledge dan memintanya untuk memberikan kartu tersebut pada si bos. Sapa tahu mereka beralih memakai arenga gula aren asli dari saya sehingga cuka pempeknya akan lebih gelap, lebih kemilau dan lebih kental dengan rasa yang lebih legit.
Rupanya tak sia-sia saya menabuh genderang. Belum juga selesai makan datang Encik2 sambil memegang kartu nama yang saya berikan pada si mbak tadi. Setelah menunggu saya selesai makan, obrolan bisnis pun berlanjut.
Saya bongkar lah semua ‘gularenologi ‘ yang menjadi concern-nya, sambil tidak lupa memberitahu harga berikut syarat-syarat pembeliannya.
Pembicaraan diakhiri dengan janji bahwa besok si ibu akan datang ke tempat kami untuk membeli sekitar lima kilo gula aren. Tak banyak tapi ini langkah pertama. Beerguru saja kepada alam. Sebelum melompat bayi akan merangkak lalu mulai jalan tertatih-tatih.
Turun dari escalator, “ mayan Ma..” ujar Valdi tersenyum. Iya sayang, lumayan, bertambah lagi satu langganan Mama.
Jika Engkau Merasa Tak Bisa Coba Pikirkan lagi!
Tadinya saya pikir saya ini tak bisa berdagang. Bukan tipe pedagang dan tidak berbakat jadi pedagang. Saya berasumsi demikian berkat bantuan artifak kuno yang tertinggal dalam batok saya yang sempit dan gelap. Soalnya selama ini saya belum pernah berdagang sih.
Baca juga MENJADI PEREMPUAN DEWASA
Kalau dipikir saya ini mirip Hitler. Punya pandangan sendiri terhadap sesuatu dan orang lain harus setuju. Kebetulan saya berasumsi bahwa saya tak bisa berdagang. Kalau ada yang mengatakan saya bisa berdagang tentu saya tidak merasa demikian. Dan bayangan itu melekat sampai hari ini. Padahal saya besar dari uang hasil berdagang karena Bapak – Ibu saya professional sembako di pasar tradisional.
Tembok asumsi tadi mulai goyah ketika ingat pengalaman barusan. Saya bisa jual gula aren asli walau cuma lima kilo.
Asal Anggapan itu
Sejujurnya, tata pandang saya terhadap profesi berdagang merumit seiring pengalaman. Saya tak suka kepada sales kelewat agresif, terlalu memaksa dan sedikit lancang. Karena pernah mengalami di dorong masuk kamar pas ketika sedang mematut sepotong baju, disodori hadiah tahu-tahu di tarik ke dalam booth untuk menggesek kartu kredit, di pepet lewat panggilan telepon padahal awalnya sekedar sekedar sapaan seorang“ teman lama”
Jadi ada pandangan negatif saya terdap profesi menjual. Nah karena tak suka pada profesi itu saya pikir saya tak bisa melakukannya.
Untungnya saya bisa jual gula aren asli dan tak harus berperangai buruk seperti diatas. Saya dapat merubah situasi negatif ke arah positif. Karena setelah beberapa lama menjalankan bisnis arenga palm sugar, tahu-tahu saya sudah berprofesi pedagang. Tak sekadar berdagang. Saya memasuki dunia bisnis dengan spesialisasi gula aren organik.
Situasi yang Menuntut Perubahan Saya bisa jual gula aren asli
Syaraf-syaraf saya perlu minyak lebih banyak agar lebih lentur. Dulu kekeuh bahwa saya tidak bisa berdagang. Tapi ketika berhadapan dengan pilihan dagang atau mati terpaksa mengerahkan semua jurus agar tak mati, agar anak-anak tetap bisa sekolah, agar tetap bisa belanja baju. Mau tak mau memang harus belajar
Apa lagi kemudian ada tuntuan omset, kewajiban yang perlu dipenuhi, alih-alih membiarkan Indra berjibaku mengejar penjualan seorang diri, saya harus menemukan beberapa jalan untuk membantu. Dan kaca mata kuda itu mulai terasa mengganggu.
Lagi pula urusan dagang tidak melulu perkara membujuk orang agar mau membeli. Itu mah silly. Profesi ini bisa dapat nama lebih bergengsi seperti wiraniaga. Kosa kata ini bisa memaksa siapa saja, tidak hanya saya, agar terus mencari sebanyak mungkin ilmu. Mencari celah agar bisa melihat ke dalam semisal tata cara menjual yang paling diinginkan pelanggan.
Pepatah mengatakan pintu akan terbuka bagi siapapun yang mengetuknya. Selama masih diperlukan saya akan mengetuk setiap pintu yang masih tertutup. Rahasianya stay foolish, stay hungry.
Ada yang butuh gula aren asli setelah membaca posting ini?
Kontak saja Arenga Indonesia, WA 0819 3241 8190
Wassalam,
— Evi