Yang paling saya sukai dari otak para imuwan adalah mereka tidak pernah kering dari rasa ingin tahu, berteori lalu menguji teori tersebut di dalam lab. Mereka mengamati fenomena, berteori lagi lalu berusaha membuktikannya dalam lab.
Barusan saya jalan-jalan tanpa arah di internet untuk tarantuk pada sebuah artikel berjudul Scientists expect to create life in next 10 years di MSNBC.
Setelah kelahiran Dolly, domba cangkokan dari selnya sendiri, perkara penciptaan kehidupan artifisial sebenarnya hanya tinggal masalah waktu. Tapi tak urung ikut exciting juga membaca Mark Bedau, pimpinan proyek ProtoLife di Venice, Italia mengatakan: “We’re talking about a technology that could change our world in pretty fundamental ways — in fact, in ways that are impossible to predict.”
Secara umum, otak manusia hanyalah “sepotong daging malas” yang merasa sakit jika terpaksa mengeluarkan energi ekstra. Untuk menerima pernyataan Mark Bedau diatas perlu sedikit perubahan susunan neuron yang telah dibuat permanen dan fundamental oleh pendidikan dan budaya.
Bila pengumuman itu nanti benar terjadi, saya membayangkan betapa hebohnya dunia. Beberapa orang seperti saya jelas akan mendukung. Bayangkan efeknya terhadap peradaban jika penemuan itu nanti bisa digunakan untuk mengganti jantung yang rusak, menetralkan pertumbuhan sel-sel kanker, menahan laju penuaan dll. Beberapa orang, mungkin, akan mengambil sikap netral. Biasa saja kok, itu kan bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan. Yang lain, mungkin, akan panik dan menghubung-hubungkannnya dengan surga dan neraka. Sementara yang lain lagi tidak akan perduli.
Kita memang tidak begitu cerdas. Terutama tidak begitu pandai dalam men-design sesuatu. Sudah berapa milyar tahun evolusi makhluk hidup berlangsung di alam semesta? Mungkin sudah ribuan tahun. Dan selama itu pula belum pernah sekalipun manusia mengambil peran dalam mempengaruhi lajunya. Contohnya, sumber kehidupan kita banyak terdapat dalam air, tapi kita menerima begitu saja fungsi paru-paru yang tidak bisa bernapas dalam air. Kita juga membiarkan Einstein membawa pertanyaan-pertanyaannya tentang alam semesta ke dalam kubur karena kita tidak mampu membuat sel-sel otak Enstein tetap hidup dan menyumbang terhadap keberlangsungan kehidupan.
Jadi, memang sudah saatnya manusia mengambil peran untuk mempengaruhi jalannya evolusi. Dan itu dimulai di dalam lab.
Salam,
— Evi Indrawanto
Diva’s Arenga Palm Sugar
Organic Sugar for All Purpose Sweeteners