Pergaulan sosial dan aktivitasnya memungkinkan kita bersua pristiwa dan seseorang yang pada akhirnya membuat kita berpikir. Bukan karena hebatnya lantas kita mengalokasikan energi tiga hari tiga malam untuk mengingatnya. Bukan pula karena sederhananya maka seperti pop up advertising di internet yang nongol begitu saja untuk mengganggu konsentrasi kita. Suatu peristiwa menolak luput dari ingatan dan mungkin juga berhari-hari menghantui yang penyebabnya adalah ego yang terluka.
Ceritanya begini …
Beberapa hari yang lalu Indra membawa pulang beberapa bungkus gado-gado. Katanya enak dan saya setuju. Kemedokan bumbu kacangnya pas, manis dan pedasnya sesuai standar lidah padang yang sudah lama di rantau dan bau bawang gorengnya itu lho: meroyak keluar saat bungkusnya terbuka.
Tapi setelah jatah bungkusanku tandas baru suamiku memberi intro, ” Kalau tadi saya cerita dimana belinya pasti kamu akan mengatakan gado-gadonya tidak enak…”
Huk! Huk!
Air…air…
Glek..Glek…
Maksud lo….??
Penyebab Yang Melukai Ego Itu
Sebelum Perang Paderi ke-2 berlanjut, bekas pacarku itu buru-buru menjelaskan bahwa gado-gado itu dia beli dari warung makan yang pernah membuat aku memikirkan pemiliknya selama tiga hari tiga malam.
Letak warung itu di jalan raya parung. Awalnya saya sudah ragu-ragu untuk masuk. Tempatnya suram. Walau saat jam makan siang cuma satu mobil yang parkir di halamannya. Hanya demi eksplorasi akhirnya Indra berhenti juga di sana. Don’t judge the book by it’s cover dan kadang-kadang mutiara terdapat juga dalam lumpur kan?
Kami disambut pelayan yang cukup ramah. Seorang perempuan dibelakang meja kasir yang saya yakin pemiliknya rasanya cocok sebagai latar belakang tempat suram itu. Tampaknya dia sudah lama tidak terpapar sinar matahari disamping juga lupa ilmu paling kuno dalam tata cara menggaet pelanggan: Tersenyum saat kami bersitatap!
Tapi yang paling “horor” adalah saat membayar bill : no smile no thanks. That’s fine, mungkin harinya sedang tidak baik! Hanya ketika dia menyorongkan uang kertas lecek untuk kembalian, memegangnya ujungnya dengan mimik seperti memegang cacing plus tangan kiri pula, insting hewan betina saya langsung keluar. Rambut lu belum pernah dijambak ya?!
Sekarang saya kembali pada ungkapan Indra: ” Kalau tadi saya cerita dimana belinya pasti kamu akan mengatakan gado-gadonya tidak enak…”
Pasti!
Kelakuan perempuan di belakang meja itu telah melukai ego saya. Bukan hanya dari cara dia menggunakan tangan, siapapun tahu bahwa di negeri timur menggunakan tangan kiri dalam berelasi dianggap buruk. Di luar patut dan tidak sopan. Cara ia memegang uang dengan jijik. Kalau memang uang tersebut memang menjijikan saya pun merasa tidak pantas menerimanya sebagai kembalian. Itutt…
- Baca juga tentang Mari Membedah Struktur Kepercayaan Kita di sini
Kajian Psikologis Ketika Segala Sesuatu Terjadi di Luar Harapan
Untuk memahami reaksi saya dan agar lebih mudah menerima kejadian tersebut sebagai kecelakaan kecil, tak perlu berpanjang memikirkannya, saya mencari artikel psikologi di internet. Ternyata kejadian yang saya alami bisa disebut merasa terhina dan bisa juga dimasukan kategori Kekalahan Sosial.
Bagi kita semua, merasa terhina adalah kejadian pahit yang kalau bisa akan selalu dihindari.
Studi pada tikus laboratorium memberi model menarik untuk memahami bagaimana manusia merespons ketika segala sesuatu tidak berjalan sesuai keinginan.
 Dalam paradigma “resident-penyusup”, tikus yang berbeda ukurannya ditempatkan dalam kontak. Kalau mereka berkelahi tikus kecil selalu kalah dari musuh teritorial yang lebih agresif. Pertarungan dapat terjadi lebih dari satu atau berulang kali. Semakin lama periode waktu, semakin besar stres kronis yang berpotensi dialami tikus kecil. Dasar fisiologis terhadao efek kekalahan sosial rupanya terkait dengan hormon stres.
Kendali Emosi Atas Setiap Kejadian
Ternyata, tidak semua tikus lemah yang jadi sasaran agresi merespons dengan cara yang sama.  Seperti ditunjukkan oleh psikolog Universitas Negeri Kent Maeson Latsko dan rekan (2016). Ada makhluk tangguh yang dapat menahan diri setelah diserang oleh agresor.Â
Temuan kunci dari penelitian ini adalah bahwa sebelum masa pubertas , tidak ada tikus yang rentan terhadap kekalahan sosial. Mereka semua tangguh. Hanya saat dewasa terlihat jelas perbedaan antara kelompok tangguh dan kelompok rentan. Tikus-tikus muda dapat menangani kekalahan dengan baik. Tikus lebih tua sebaliknya.
- Baca juga tentang persepsi pada Pesan Makanan Karena Gambar di sini
Jika kita mengekstrapolasi temuan ini kepada manusia, akan menunjukkan bahwa paparan kekalahan sosial (ego yang terluka) dapat memiliki efek tertunda. Akan menyebabkan sebagian dari kita sebagai orang dewasa mengalami stres. Bagi sebagian orang bisa bertahan lama, sebagian yang lain hanya sementara. Tentu saja ada perbedaan antara tikus laboratorium dan manusia. Semua jenis eksperimen stres disini ditekan bagi manusia tentang persepsi : Karena kita dapat memilih untuk menafsirkan peristiwa yang tidak mengenakan seperti merasa terhina sebagai stres menetap atau tidak. So, kita punya pilihan apakah dapat menerima rasa terhina itu sebagai bagian dari hidup, warna yang akan membuat perjalanan hidup lebih berwarna dan berjalan meneruskan hidup sampai akhir. Atau memilih selamanya terpuruk dalam dendam. Semua ada dalam kendali kita. Kita semua bisa Keluar Dari Kesulitan.
Dengan asumsi bahwa manusia memiliki kendali atas interpretasi terhadap rasa terhina atau kekalahan, mari kita lihat 8 strategi ini untuk mengatasi ego yang terluka:
Cara Mengatasi Ego Yang Terluka
- Bangun resistensi.  Seekor tikus tidak bisa mengubah penafsiran pengalamannya, tetapi kita manusia bisa. Jangan menghindar dari orang-orang yang telah menghina kita. Jika memang harus biarkan diri terus berinteraksi dan diam-diam mengatakan pada diri sendiri bahwa hanya kita yang mengizinkan apakah merasa pantas dihina atau tidak.Â
- Akui itu menyakitkan.  Kita tidak harus berpura-pura bahwa itu tidak menyakitkan. Aku bahwa itu sakit tapi kita bisa mengatasinya. Tak Ada Kecap No.2 Tapi….
- Belajarlah dari pengalaman bahwa kita bisa menyelesaikan masalah seperti ini di masa depan.  Apa yang menyebabkan rasa tidak enak karena diberi kembalian uang jelek yang menjijikan? Bila mengalami kejadian seperti ini lagi katakan terus terang bahwa kita juga tidak suka dengan uang lecek seperti itu.Â
- Pahami, dan kelola, emosi Anda.  Sangat menarik bahwa tikus tidak menunjukkan efek dari kekalahan sosial sampai mereka mencapai usia dewasa. Ada kemungkinan bahwa dengan membiarkan hal-hal bercokol, kita manusia dapat lebih mudah dihancurkan oleh kekalahan.
- Ketahuilah bahwa tidak semua orang selalu mendapatkan segala sesuatu sesuai keinginan. Ketika kita mendengar tentang “perilaku tidak sopan,” ini berarti bahwa seorang tidak mengadopsi etiket pergaulan. Kita dapat bisa menyampakaikan kepadanya dengan baik-baik bahwa perilakunya tidak bisa diterima oleh standar pergaulan sosial.
- Temukan cara lain untuk merasa lebih baik tentang diri kita sendiri. Tikus-tikus lab kecil yang dikalahkan itu hanya bisa melihat diri mereka sendiri sebagai pecundang karena, dalam konteks itu, tidak banyak yang bisa mereka lakukan. Namun kita mansia sebaliknya. Kita bisa terus belajar dan menemukan cara untuk menghibur diri sendiri dengan berfokus pada cara berpikir positif. Atau juga melakukan kegiatan yang membuat merasa sukses dan bahagia.
Salam sukses. Semoga yang pernah mengalami ego yang terluka dan menemukan artikel ini merasa terbantu seperti saya. Karena saat ini saya dapat tertawa telah menuliskan pengalaman berikut dapat solusinya.