Menerima dan Memahami Diri Sendiri – ” Kamu itu aneh deh, Vi!” Pernyataan itu datang dari teman sebangku saya waktu SMA. Tidak sekali dua kali ia mengatakan demikian hanya gara-gara, misalnya, saya malas pergi pesta ulang tahun, malas kumpul di kantin saat istrirahat. Alih-alih, habis jajan, saya lebih suka menghabiskan waktu di kelas.
Terus terang perkataan tersebut sangat mengusik. Saya mengambilnya dan mengatakan pada diri sendiri bahwa saya memang aneh. Anak gadis itu normalnya senang pergi ke pesta. Senang ngegosip. Senang tertawa terbahak-bahak oleh jokes kotor.
Terkadang pikiran tersebut teraasumsi juga pada ibu-bapak. Walau mereka tidak pernah berkata terang-terangan, begitu berselisih paham tentang sesuatu, saya langsung menarik kesimpulan, saya memang aneh. Apakah betul saya anak mereka?
Saya Aneh atau tak Paham?
Sebagai anak ke-2 dari lima bersaudara, sering menemukan diri di dua teritori, yang terkadang ekstrim. Kadang penurut seperti kucing. Tapi sepanjang ibu memintanya dengan suara lembut.
Namun coba sesekali “menegakan mata” dan berkata, ‘Kerjakan kami orang tuamu, Itu perintah!” Beeehhh…Pasti tak tinggal pergi.
Baca juga: Rumi dan Law of Attractions
Dan saya pernah disebut mama yang aneh juga oleh Valdi. Gara-gara menyetir dan menerebas gundukan jalan dengan kecepatan penuh pada ” Hore…Cuma mamaku yang berani seperti ini ” . Tentu saja itu adalah suara ironi dari Valdi yang takut kesiangan ke sekolah gara-gara susah banget dibangunkan.
Never mind! Valdi pun anak yang aneh menurut standarku.
Memahami dan Menerima Diri Sendiri bahwa Saya Tidak Aneh
Dan detik ini saya juga merasa aneh. Dalam kepala bermunculan ide-ide asyik menyangkut bisnis gula semut kami. Maunya ide tersebut segera di eksekusi, Arenga besar dan profit. Cuma menuliskan di blog memang mudah, semudah buang ludah di kali. Untuk melakukan entah kuda mana yg menghimpit semangat, yang terbentang kok susahnya mulu?
Baca juga : Status Sosial dan Kepemilikan
Seperti semua para “pe-masturbasi nasib” yang seharusnya berpikir pentingnya mengambil tanggung jawab terhadap hidup sendiri, aku malah berpikir : ” andai Bill Gates menciptapkan software pembaca pikiran. Terus bisa diterjemahkan pada sehelai kertas… Terus ada team yang akan mengesekusi. Dunia pasti lebih sejahtera…”
Baca juga: Cara Meningkatkan Laba Usaha
Serius saya memimpikan software dalam alat kecil seperti jam tangan tapi super canggih. Bisa bawa kemana-mana. Bisa juga bentuknya seperti jepit rambut atau kancing baju. Dalam wc pun dia bisa merekam suara yang datang dari kepala. Setelah itu bisa ditulis dan di transfer pada suatu media yang lalu akan dieksekusi oleh sebuah team.
Terus saya kembali bertanya pada diri sendiri, betulkah saya aneh? Jangan-jangan gila!
Akhirnya Paham
Pemimpi di siang bolong! Malas! Dan mau menang sendiri!
Sebetulnya itu lah saya dalam bentuk kasad yang terbungkus dalam “aneh” tadi. Kemasan rapi tapi perlu dibuka dan diurai. Sebab sejatinya bungkus pada akhirnya harus dibuang karena yang penting adalah isi.
Alhamdulillah saya punya banyak guru dalam koridor keanehan ini. Entah motivator langsung atau yang saya temukan lewat pergaulan dan bacaan.
Dengan terus belajar dan mengasah diri saya menerima kenyataan bahwa saya aneh, dalam tanda kutip.