Foto
Setelah pemilu anggota legislatif, hirup pikuk politik Indonesia seri dua akan segera berlangsung. Longok tv, baca koran dan dengar radio. Para politikus, ahli politik benaran dan dadakan serta penonton membuat negara Indonesia tambah renyah sebagai bahan gunjingan. Tadi pagi dipasar saya bahkan mendengar tukang sayur mengucapkan ” SBY-Boediono yes!” pada tukang sayur lain di sebelahnya. Lalu mereka tertawa lepas.
Saya jadi ingat sebuah pemikiran yang berbau sedikit antropologist. Kebudayaan adalah sekumpulan arti yang disepakati, dikomunikasikan yang pada akhirnya akan membentuk perkembangan dalam ekonomi, politik, dan institusi sosial.
Tukang sayur itu mungkin bisa disebut sebagai entreprener jika aktivitas ekonomi dianggap sebagai garapan kaum entreprener. Tapi yang saya sebut sebagai entrepreneur adalah mereka yang selalu melihat peluang ekonomi dalam segala hal. Tidak masalah SBY tidak memilih JK lagi sebagai calon wakilnya, atau Prabowo akhirnya merapat pada PDI, atau deklarasi SBY-Boediono yang meriah itu telah direncanakan secara amat cerdas. Entrepneur melihat bahwa pesta demokrasi di Indonesia membutuhkan spanduk, brosur, baju kaus, topi, kalender, emblem atau pernik-pernik souvenir lain yang akan di buru oleh pendukung fanatik setiap kontestan. Dan para kontestan memerlukan barang-barang tersebut untuk memenangkan hati para calon pemilih. Disamping juga mereka memerlukan media untuk masuk ke dalam pikiran audiensnya.
Saya tidak mengatakan bahwa seorang entreprneur pasti kreatif. Banyak juga yang berpikir rata-rata saja. Tapi biasanya mereka amat mudah di kenali. Tanda-tandanya, sudah bertahun-tahun buka usaha nasib tidak kunjung jua berubah. Jika permintaan kaos sedemikian banyaknya mereka terpanggil juga untuk mencicipi kue. Karena orang lain juga membuat dan menawarkan kaos, pembeli jadi banyak pilihan. Pembeli yang punya banyak pilihan akan tidak melihat urgensi mengapa harus membeli dari anda bila tidak punya keistimewaan apa-apa. Dan entreprener rata-rata ini akhirnya terjebak pada permainan dagang kuno: banting-bantingan harga.
Sementara para entreprenur sukses sampai jauh seperti Bill Gates akan berbeda. Mereka tidak melihat dunia secara berjamaah. Mereka memiliki kepala yang dilengkapi radar dan daya penicuman tajam seperti anjing pelacak. Perangkat itu lah yang membuat mereka menemukan lubang atau celah yang akan mendatangkan profit.
Contohnya Bill Gates mungkin akan menawarkan pragrame kampanye yang berbeda kepada SBY-Boediono. Alih-alih mengotori jalanan dengan spanduk lebih baik calon presiden dan wakilnya itu merancang target pemilih menurut demografi. SBY itu ganteng. Pastinya tidak akan sedikit ibu2 di Indonesia akan memilih SBY berdasarkan tampilan fisiknya. SBY itu pandai pula menyanyi. Suaranya bisa di jual kepada calon pemilih pemula dan anak2 muda funky lainnya. Dengan sedikit pemikiran dan memilih media yang tepat kampanye SBY-Boediono akan memiliki jangkauan segala lapisan masyarakat. Tidak seperti kampanye sudah-sudah, asal tubruk dan bergerombol di tepi jalan.
Menjadi entreprener berarti menjadi seorang yang tidak konvensional. Bisa jadi mereka melihat segala sesuatu sama kompleksnya dengan orang lain. Hanya dengan satu cara mereka berbeda. Kadar sensitif mereka terhadap peluang keuntungan lebih tinggi dari orang lain. Mereka itu seperti “colokan” kabel yang ditancapkan pada stop kontak ekonomi yang akan menghidupkan aktivitas pertukaran .
Salam,
— Evi Indrawanto
DIVA’S Palm Sugar
Organic Sugar for All Purpose Sweeteners