Sticks and stones will break my bones. But words will wound me forever…
Kita pernah menjadi anak-anak. Kita pernah melakukan sesuatu yang baik dan memperoleh tepukan di pundak. Kitapun akrab dengan kesalahan-kesalahan (di mata orang dewasa tentunya :)) yang berakhir dengan kritikan. Ketika itu otak kanak-kanak kita belum berkembang sebagaimana mestinya. Kita belum mampu memfilter kata-kata yang di input kedalam komputer mental. Akibatnya adalah we took for granted apapun kata-kata yang masuk. Dan kata-kata itu tinggal dalam ingatan untuk mempengaruhi cara beroperasi kehidupan kita selanjutnya.
Menuliskan ini membawaku pada sebuah kenangan. Waktu itu sedang di patut-patut ibu di depan kaca dengan baju baru yang terbuat dari kain batik simpanannya. Tidak berapa lama bapak masuk dan berkomentar, ” kelak beruntunglah laki-laki yang mendapatkan kamu Vi….”
Seandainya saja Bapak mengatakan bahwa model baju batuk itu membuatku tampak tua, mungkin aku bukanlah Evi yang sekarang. Secara fisik tidak cantik, apa lagi kalau dipersandingkan dengan definisi cantik dalam media massa, wow deh pokoknya!Tapi siapa yang tahu kalau jauh di dalam aku adalah seorang bintang. Bila seorang bintang di kelilingi penggemar yang mengelu-elukan, aku di lingkari mertua, ipar-ipar, suami, anak-anak, orang tua, kakak dan adik-adik yang mencintaiku. Dan jangan pula lupakan realita bahwa aku di kelilingi teman-teman yang air lautpun tidak akan cukup dipakai sebagai tinta untuk menuliskan bagaimana luar biasanya mereka.
Suatu masa kita pernah pula menerima kata-kata seperti ini: ” Kamu malas, bodoh, tukang ngelawan, mengecewakan, egois, dll!” Kata-kata “jorok” ini datang dari segala arah. Bila orang tua kita cukup peduli untuk tidak mengeluarkannnya, masih ada kemungkinan datang dari dari guru, kerabat atau bahkan teman-teman sebaya.
Sekarang coba renungkan sejenak, bayangkan masa kanak-kanak dimana anda pernah menerima kata-kata tidak senonoh dari orang lain. Perhatikan apakah jantung berdenyut lebih cepat? Tangan berkeringat? Syaraf-syaraf dan bahkan kepala ikut mengencang? Bagaimana Anda melihat diri anda? Terhina?
Reaksi dari tubuh merupakan tanda-tanda positif bahwa kita telah merekam kata-kata negatif tersebut dan membawa-bawanya dalam hidup kita sampai sekarang. Beruntung bila sebagai orang dewasa kini Anda menyadari bahwa kata-kata tersebut tidak benar. Tapi adalah fakta bahwa penjara penuh oleh orang dewasa yang menerima kata-kata tidak cukup baik di masa kanak-kanak dan sekarang mereka terperangkap dalam kegelapannya. Mereka telah mewarisi kata-kata buruk, menerima tambahannya dari pengadilan, sipir penjara dan stigma masyarakat. Butuh keajaiban dan pencerahan tersendiri jika sekeluarnya dari sana mereka tidak akan mempergunakannya kepada anak-anak di rumah.
Bila kata-kata sanggup merusak dan melukai maka kata-kata juga bisa membangun, memberi dorongan dan kesembuhan. Ketimang mengatakan ” kamu malas” lebih baik menggantinya dengan “jangankan pekerjaan ini, kamu juga bisa memindahkan gunung”. Dari pada menuduh anak-anak berbohong lebih baik mengoreksi diri sendiri mengapa anak-anak merasa perlu berbohong.
Menjadi orang tua adalah menjadi dewasa. Dan orang dewasa harus mempu memilih kata-kata yang akan disampaikan kepada anak-anak mereka.
Salam,
— Evi Indrawanto
DIVA’S Palm Sugar
Organic Sugar for All Purpose Sweeteners