“Kalau nanti aku jadi orang kaya gimana cara pakai uangnya ya, Ma?” Ini adalah pertanyaan Adit saat kami selesai nonton film The Bucket List yang diputar di HBO. Dia menarik nafas lalu memandang jauh melewati layar televisi. Saya menepuk bahunya dengan lembut dan ia berpaling kepada saya. Saya memandang ke dalam matanya dan menemukan kerisauan di sana. Untuk seorang anak SMP hal seperti itu mestinya tak terjadi. Tapi ah sulungku itu memang istimewa sejak dia pandai menendang dalam perut saya.
Dua Orang Lelaki di Ranjang Kematian
Film yang diluncurkan tahun 2007  ini telah menjadi sesuatu yang klasik di antara pemirsa film perjalanan. Mendapat beragam komentar dan reviews setelah dirilis. Seperti bagaimana mungkin dua pasien kanker yang sakit parah berkeliaran ke seluruh dunia dan mengambil bagian dalam petualangan penuh adrenalin. Mereka melakukan terjun payung dan mengemudi mobil balap. Tapi terbukti film the Bucket List jadi cerita klasik dalam memeriahkan dunia traveling.
Film The Bucket List dibintangi oleh Morgan Freemen dan Jack Nicholson ini bercerita tentang pertemuan 2 orang lelaki. Yang satu berasal dari golongan kerah biru dan yang lain sebagai milioner. Penyakit kanker terminal akhir dan ranjang rumah sakit membuat ke-2 lelaki ini bersahabat.
Baik Edward (Nicholson) dan Carter (Freeman) sama-sama mengetahui bahwa usia mereka tidak lama lagi. Maka sebelum kematian menjemput Carter ingin melakukan beberapa hal yang dia muat dalam sebuah daftar. Ketika Edward membacanya dia mengusulkan menambah beberapa item lagi yang tentusnya sangat khas dia. Diantaranya melakukan perjalanan ketempat-tempat eksotis dunia, sky diving, minum koli luwak, naik Himalaya dan mencium perempuan paling cantik sedunia.
Seluruh biaya ditangung oleh Edward.
Baca juga : Mengenang Bu Lies Soedianti
Dibawah tentangan istri Carter, (dua lelaki ini sama sekali tidak membuat penyangkalan bahwa sebentar lagi mereka akan mati), mereka menjalan rencana. Menikmati semua keindahan yang bisa ditawarkan dunia.
Hanya satu yang tidak bisa di lakukan Carter yang seumur hidup setia kepada istri yaitu menerima tawaran Edwar menyewakannya pelacur kelas tinggi untuknya. Tidak. Dia tidak akan menutup buku kisahnya dengan penghianatan kepada sang istri
Perjalanan mereka berakhir dengan sedikit pahit. Edwar meradang saat mengetahui bahwa Carter berusaha mendamaikan dia dengan putrinya Emily. Hubungan Edwar tidak begitu baik dengan semua orang. Dan hubungan Edwar juga tidak baik dengan Emily.
Baca juga : Berubah dan Perubahan
Film the Bucket List memang mengharu biru. Saya pun ikut menitikan air mata melihat Carter meninggal duluan di meja operasi. Awalnya ia ragu akhirnya ia menerima operasi untuk menyingkirkan sel cancer yang sudah merambat ke otak. Sebelumnya Carter tetap mengharapkan agar Edward tetap menyelesaikan bucket list mereka.
Akhirnya Mencium Wanita Tercantik di Dunia
Kematian Carter membuat Edwar menyadari bahwa keinginannya yang paling besar sebelum mati hanyalah berdamai dengan Emily. Ketika dia marah kepada Carter sebetulnya dirinya hanya takut ditolak.
Akhir film The Bucket List, amanat Carter terpenuhi. Edward meminta maaf dan Eily menerimanya. Tidak dengan kata-kata tapi dengan diizinkannya Edwar mencium sang cucu, anak perempuan Emily.
Disinilah akhir bucket list mereka terpenuhi semua yaitu mencium perempuan paling cantik sedunia.
Baca juga : Mendengar Bisikan Menyesatkan
Kerisauan Seorang Anak Terhadap Kekayaan
Kembali pada pertanyaan Adit, ” Kalau nanti aku jadi orang kaya gimana cara pakai uangnya ya, ma?”. Tampaknya itu lahir dari keterkesanannya terhadap tokoh Carter yang kaya raya tapi tidak bahagia.
Jujur saja dunia serasa terhenti beberapa detik mendengar pertanyaan ini. Dalam situasi seperti itu aku bisa saja berperan sebagai orang tua, berceramah tentang moralitas, tentang agama atau tentang PPKN. Tapi tidak!
Baca juga : Ingin Cepat Kaya?
Kerisauan seorang anak terhdap kekayaan seperti Adit tidak bisa dijawab secara ceramah. Jawaban yang datang dari hati yang paling dalam hanya seperti ini, ” Kekayaan hanyalah efeks amping dari apa yang kamu lakukan. Kekayaannya hanya media. Seperti layaknya pisau yang bisa untuk membunuh dan memotong tempe, kekayaan juga bersifat seperti itu.”
Dia tambah melamun mendengar omongan saya yang tidak begitu jelas ini.
” Buat dirimu jadi manusia baik. Baik hati sampai ke dalam. Orang baik akan tahu kemana harus shopping untuk membuat mereka bahagia …”
Aku menangkap kelegaan pada hembusan nafasnya. Rasanya sampai kepadaku berupa usapan semilir angin di belakang telinga. Dan ah Yang Diatas sana, rasanya pula, ikut terseyum. ” Terima kasih…” bisikku diam-diam… Iya, sekali lagi terima kasih telah meletakan kata-kata yang tepat di ujung lidahku 🙂
–Evi Indrawanto