Membalik-balik buku di rak perpustakaan tidak ada yg menarik. Sekalipun tidak mampu menceritakan semua isinya, rasanya semua sudah dibaca. Dan inilah kelebihanku, tidak suka membaca buku yang sama untuk-2 kali. Kalaupun sampai kejadian yakni membaca satu judul beberapa kali, alasannya hanya dua: buku itu bagus sekali atau jelek sekali.
Novel sang Alkemis aku baca berulang-ulang, itu berkat setiap baris kalimatnya mengandung kutukan. Kutukan kejeniusan seorang paulo Coelho. Lelaki yang rambut dan kumisnya berwarna perak ini punya kemampuan merangkai kata sehingga tiap baris kalimat yang keluar dari kepalanya berirama seperti wahyu.
Sebuah buku berjudul Leadership Masa Depan juga aku baca berulang-ulang. Saking tidak mengerti apa coba disampaikan oleh penerjemahnya, buku yang aslinya berbahasa Inggris ini sudah aku tangani lebih dari satu tahun. Sayangnya sampai saat ini bab pertama belum juga lewat. Padahal kalau saja aku lebih bersemangat buku tersebut pasti bermanfaat juga.
Sepertinya memang seperti itu lah yang sering terjadi dalam kehidupan. Kita tidak pernah merasa tidak suka atau bosan terhadap segala suatu yang kita suka. Amat tersiksa dan buntu kalau harus berhadapan dengan sesuatu yang kita tidak suka. Suka dan tidak suka tiba-tiba menjadi tuan terhadap nasib.
Tapi mereka yang punya visi, punya target dan tahu apa yang mereka mau, ( mereka kerap disebut sebagai manusia sukses), tidak memberi batas yang jelas antara suka dan tidak suka. Kalau sudah menyangkut mengujudkan keinginan, semua menjadi suka. Bahkan mungkin mereka tidak pernah melihat bahwa di kamus tersedia kata ‘ tidak suka’.
http://twitter.com/eviindrawanto
” The past is not a place to park our soul. But something to accept, learn and grow from “