Mari Sibuk Menghitung Berkat – Barusan Adit bertanya, ” Ma, di Indonesia ada gak sih semacam nursing atau retirement housing complex seperti ini? “ Dia menunjukan foto rumah dengan taman dari laptopnya. Halaman rumah itu luas dengan pepohonan, bunga-bunga dan tanah ditutup rumput hijau. Kerapian dan banyak bunga yang sedang mekar itu membuat saya langsung suka.
Sungguh foto itu menggambarkan suasana hari itu yang sangat ideal . Ada sepasang lelaki-perempuan tua sedang duduk di meja taman. Mereka sedang asyik baca buku dengan dua cangkir teh di depan masing-masing. Mereka tampak sehat dan secara ekonomi juga mampu.
” Selain panti-panti jompo milik Departemen Sosial, Mama gak tahu lainnya. Emang mau ngapain?” Saya agak curiga memandangi si sulung. “Duh apa dia berniat membuang saya ke rumah jompo kelak?” Pikiran buruk itu lantas muncul
” Loh kok mau ngapain? Ya untuk mama dan papa nanti lah…!”
Jeder! Ada semacam gelondongan batu menyumbat tenggorokan saya. ” Jadi nanti mama mau dibuang ke panti jompo?”
Mengeser Sudut Pandang
Mendengar pertanyaan saya, sekarang Adit yang terdiam. Dia berpaling dari laptopnya dan memandang saya dengan tatapan tak mengerti. Antara bingung, heran, dan ada jejak jengkel juga pada rautnya.
“Mama tahu kan sekarang aku berumur berapa?” Suaranya datar, tidak keras, tidak lembut. Saya malah yang jadi bingung.
“Ya tahu lah, masa umur anak sendiri gak tahu?”
“Kali mama lupa. Aku baru berumur 20 tahun lho tapi aku sudah memikirkan kesejahteraan mama-papa kelak. Kasih garis miring ya ma, ke-se-jah-tera-an…”. Katanya menekankan kata terakhir.
” Aku sedang membuat road-map depanku. Aku memasukan mama-papa ke dalamnya dengan penuh rencana. Karena tahu mama-papa cuma punya aku dan dedek, 2 orang anak lelaki yang kata orang nanti akan membangun keluarga sendiri. Ketimbang papa-mama tinggal di rumah berdua saja, tua dan gak bisa ngapa-ngapain kan mending tinggal di nursing atau retirement housing complex seperti ini? “ Ia kembali menunjuk ke foto di laptop.
“Coba ya ma, menggeser sudut pandang. Aku tidak berencana memasukan mama-papa ke panti jompo seperti yang dikelola Departemen Sosial. Kalau itu mungkin benar anggapan masyarakat kebanyakan bahwa orang tua yang masuk ke sana tak ubahnya seperti dibuang. Kalau aku sih pengen mama-papa hidup nyaman di hari tua”.
Mari Berpikir Positif Agar Sibuk Menghitung Berkat Betaburan Dalam Hidup
Tanpa harus menjelaskan panjang lebar lagi aku mulai paham apa yang direncanakan anakku. Iya dia baru 20-an tahun tapi sudah memikirkan nasib kami berdua kelak bila sudah tua, sudah tidak bis ngapa-ngapain. Bukan itu berkat yang perlu dihitung?
Diskusi aku dengan Adit malam itu berakhir dengan permintaan maaf. Siapa lagi kalau bukan dari aku. Belum mengeri apa-apa sudah loncat pada kesimpulang. Mending bagus, nah ini menuduh?
Peristiwa malam itu bisa jadi salah satu titik balik dalam merubah cara pandangku terhadap hidup. Sejak itu, ketimbang sibuk melihat sisi negatif, aku latih pikiran untuk melihat sisi positif di setiap kejadian.Aku tidak akan buru-buru menaik kesimpulan sebelum tahu duduk persoalan.
Hehehe..Alhamdulillah.Aku update pos ini tanggal 20-10-2020. Dan bersaksi bahwa latihan itu tidak sia-sia. Memang hidup belum lah sesempurna yang aku angankan. Namun dengan terus belajar, dari kegagalan, dari kekecewaan, dari rasa kecil hati, aku mulai memetik hasilnya. Setidaknya menurut pendapatku sendiri, bahwa berkat-berkat dari Allah SWT selalu mengalir deras setiap hari.
Dulu semasa kecil ingin jadi pengembara, pengen keliling dunia. Sekarang walaupun baru satu persen dari dunia luas ini yang bisa aku tempuh, syukurnya tak terkira.
Anak-anak tumbuh sehat. Mereka sedang sibuk mengembangkan karier dan meraih mimpi-mimpi. Bisnis juga lancar walau tak kunjung besar. Bagaimana mungkin melewatkan berkat seperti ini dalam hidup?
Baca Kontemplasi Lainnya:
- Kata-Kata akan Memicu Pikiran
- Pikiran, Otak dan Relasi antar Manusia : Cerita Tentang Siapa Kita
- Mengarahkan Pikiran Untuk Pencapaian Pribadi
- Dominasi Pikiran
- Menunda Pekerjaan (Procrastination)