Paradoks Pilihan terjadi saat kita tidak merasa lebih bahagia dengan mempunyai banyak pilihan ketimbang punya sedikit pilihan. Dalam paradox of choice ini Lebih itu terkadang malah kurang.
Ohya sebelumnya apa itu paradox atau paradoks?
Paradox adalah pernyataan atau proposisi yang tampaknya tidak masuk akal atau kontradiktif yang ketika diselidiki atau dijelaskan mungkin terbukti beralasan atau benar.
Contohnya: Adalah sebuah paradoks, ketika kamu menemukan bahwa memutuskan berhenti dari suatu pekerjaan ternyata bisa meningkatkan imbalan pekerjaan itu.
Nah dari contoh di atas kita bisa menjelaskan mengapa paradox seperti itu bisa terjadi.
Sedangkan paradox of choice atau Paradoks pilihan adalah memiliki banyak pilihan untuk dipilih, tidak membuat orang bahagia untuk mendapatkan apa yang inginkan. Jadi saat mau mengambil keputusan malah bisa menyebabkan seseorang jadi stres dan bermasalah.
Paradox of Choice, Lebih Banyak Tak Selalu Lebih Baik
Pernah merasa disorientasi saat belanja dalam supermarket besar? Begitu banyak produk yang ditawarkan. Begitu banyak pilihan dengan keunikan masing-masing. Akhirnya membuat kita bingung. Apa lagi jika tidak punya daftar belanjaan.
Jika produk tersebut kebutuhan rutin seperti sabun mandi, sabun cuci, pasta gigi, sabun mandi dan susu tidak masalah. Sebab untuk kebutuhan tersebut biasanya kita setia terhadap satu merek. Tapi bagaimana dengan produk-produk di luar kelompok kebutuhan dasar seperti snacks, kopi, teh atau mie instant, dan yang lainnya?
Jangan-jangan anda seperti saya, mengalami paradox of choice. Muter-muter saja dalam supermarket dengan gerobak masih kosong.
Paradoks pilihan Terjadi diantara banyak pilihan
Penawaran terhadap produk-produk kebutuhan secondary tadi jumlahnya tidak hanya dibatasi oleh merek melainkan juga oleh aneka bentuk dan isi kemasan. Bila informasi terhadap produk tersebut terbatas, kecenderungan orang pertama kali adalah menjangkau produk terdekat dengan kemasan paling menarik.
Setelah itu bary membaca informasi kandungannya. Membandingkan dengan produk lain. Menentukan harga paling pantas untuk produk tersebut. Terakhir baru membuat keputusan untuk membeli atau tidak.
Dan biasanya yang akan keluar sebagai pemenang adalah produk yang dianggap akan memberikan kepuasan maksimal terhadap kebutuhan kita. Entah harganya murah. Kemasannya lebih menarik. Atau lebih percaya pada kandungan isi.
Pradoks Pilihan Jodoh
Paradoks pilihan yang paling sering terjadi dalam hidup adalah soal kebebasan memilih di ranah sosial. Kita selalu punya kebebasan penuh memilih tentang gaya hidup atau yang menyangkut masa depan.
Halnya gaya hidup, kita memiliki kebebasan penuh untuk memilih dimana akan belanja? Baju apa yang hendak dipakai? Mobil apa yang hendak dikendarai? Siapa yang cocok untuk dikawini? Sampai karier macam apa yang hendak di kejar?
Sayangnya menjatuhkan pilihan dalam konteks sosial seperti itu tidak seperti memilih-milih barang di supermarket. Di supermarket dari sekian ratus barang, kita bisa memegang beberapa diantaranya. Membauinya, menilai artistik kemasannya, membaca informasinya dan mengetahui nilai rupiahnya sehingga kita tahu persis produk apa yang dibeli.
Coba sekarang terapkan cara tersebut dalam memilih jodoh.
Sebuah pribadi bukan lah ego tunggal. Sebuah karakter dibentuk oleh banyak faktor. Yang utama adalah lingkungan sosialnya.
Saat kita hendak menjatuhkan pilihan pada seseorang untuk dikawini, kita tak hanya deal dengan orang bersangkutan. Selain dengan orang tuanya, kita harus deal dengan saudara-saudaranya, teman-teman pergaulannya. Begitu pun dengan pelajaran-pelajaran yang pernah dia dia terima. Dan cara dia memberikan umpan balik dari lingkungan tersebut.
Kita mungkin pernah mecium orangnya sehingga tahu persis bau alaminya. Tapi apakah kita bisa membaca informasi tentang karakternya? Kebiasaan-kebiasaan paling dalam yang mempengaruhi seluruh perilakunya? Atau nilai-nilai hakiki apa yang telah ia anut dan membentuk seperti sekarang?
Daftar akan semakin banyak untuk jadi pertimbangan. Salah-salah dari paradoks memilih jodoh seperti ini adalah kita akan menarik diri. Ogah kawin!
Baca juga:
Pilihan itu Harus Tetap Dibuat
Jika persoalannya menyangkut hubungan lelaki dan perempuan, banyak kesintingan terjadi disini. Dan Einstein adalah orang paling tepat yang akan berteriak dari kuburnya, “ aku bersedia menghitung jumlah bintang di langit ketimbang menghadapi kegilaan manusia..”
Jadi walau masih banyak hal yang tidak jelas tentang orang-orang yang akan mengisi hidup kita, pilihan harus dibuat. Terutama jika lingkungan sosialmu menghendaki kamu harus menikah.
Kita membuat pertimbangan-pertimbangan tertentu berdasarkan nilai-nilai yang kita anut. Mungkin dia agak bawel tapi ganteng. Mungkin dia tukang kritik tapi penyayang. Mungkin saat ini dia tidak punya uang tapi dia berpotensi menghasilkan yang banyak.
Begitulah seterusnya seperti CEO yang mengorganisasi corporate besar, kita mengkombinasikan berbagai macam kualitas pribadi untuk menutup beberapa kekurangan. Sampai akhirnya pikiran kita bulat menikah dengan mereka. Bahkan ketika semua kualitas positif tampak samar-samar kita tetap memutuskan karena percaya pada kekuatan cinta.
Sebab tanpa memilihpun kita akan memilih yaitu ada kemungkinan akan sendirian melakukan perjalanan hidup.
Baca juga:
Hidup Dengan Paradok Pilihan
Paradox of choice atau Paradoks Pilihan akan selalu terjadi. Jadi so what gitu lho? Mengapa harus ribut-ribut?
Sadarilah ketika menetapkan beberapa para meter kepada calon pasangan, mereka juga melakukan hal yang sama kepada kita. Mereka juga melakukan due dilligent apakah kita pantas mendampingi mereka atau tidak. Hanya karena mereka tidak mengatakan bukan berarti resiko mereka lebih ringan.
Saat seseorang membuka hatinya disaat yang sama ia juga sedang memaparkan diri pada penderitaan.
“ Paradoxical, happiness may lie in the limiting our choices rather then increasing them” , kata para Sisiolog seantero jagad.
Jadi mengapa tidak membatasi pilihan dengan hanya fokus kepada kebaikan-kebaikan pasangan saja. Alih-alih menuntut mereka harus begini-harus begitu. Disamping, cinta itu tidak pernah datang dari rasa TIDAK puas. Cinta sejati hanya datang dari batin yang PUAS.