Kekuatan alam selalu menakjubkan. Biji lembut ini mampu memecah tanah dan menyeruak diantara batu-batu.
Dalam suatu pelatihan baru-baru ini saya disodorkan satu buket bunga, sebungkus biji-bijian dan sebuah pertanyaan, apa yang Anda pilih, tanya instrukturnya..Mengingat ini bukan pelatihan merangkai bunga, melainkan pengembangan pribadi, tentu saja saya tidak nekat memilih buket bunga sekalipun sejujurnya kalau itu adalah pilihan nyata saya akan memilih buket yang cantik itu. Emang mau nanam di mana? Terus instrukturnya tanya lagi, mengapa saya memilih bungkus benih, ketimbang buket yang secara tata seni merangkai tidak ada cacatnya?
Bunga itu hanya mempercantik ruangan saya untuk beberapa hari, tapi benih-benih berkemungkinan mempercantik bunga deposito saya di masa-masa yang akan datang. Jawaban pendek tersebut memuaskan sang instruktur dan teman-teman yang hadir pun turut manggut-manggut.
Seperti halnya konsep pemberian ikan atau pancing, biji atau buket bunga, kita sedang berbicara tentang potensi. Seperti juga yang dibicarakan dalam satu peribahasa bahwa dalam satu biji terdapat hutan belantara, potensi menumbuhkan harapan. Dari sebuah biji akan tumbuh pohon, lalu membesar, berbiji lagi lalu menghasilkan benih untuk berkembang biak membuat hutan belantara.
Benih-benih harapan yang disemaikan dalam dada membuat hidup tampak begitu luasnya. Dia juga yang membedakan kualitas setiap orang dalam level-level tertentu. Maka saya sebel banget tadi membaca beberapa Tweets dari Twitter yang mencoba-coba menyalahkan pemain Timnas sepak bola kita atas kekalahan dari Malaysia. Kemarin begitu melimpah ruahnya pujian untuk tim garuda, lah sekarang cepat banget pesimisnya. Kok tempe banget sih lu?
Saya pikir karakter seperti ini pula yang telah membuat negara kita terus terpuruk dalam berbagai bidang. Dada kita terlalu sempait, terlalu kering jadi agak susah disemai oleh harapan-harapan baik. Timnas kita jago kandang? Mungkin! Tapi tidak ada yang melarang kita untuk tetap berharap bahwa Indonesia bisa berjaya asal berlatih lebih serius. Misalnya mengurangi waktu menjadi selebritis (apa lagi meladeni politisi yang bermaksud menjadikan mereka cheer leaders), menyediakan waktu lebih banyak berlatih, mencari titik-titik lemah dan mengevaluasinya serta memperbanyak pertandingan di luar negeri agar tidak mudah grogi, saya kira menjadi tim sepak bola terbaik di Asia sebagai permulaan hanyalah soal waktu.
Ayolah mari kita bersikap seperti petani di sawah. Kita sebarkan benih padi di musim tanam dan berharap memetikanya saat musim menyabit tiba. Beberapa biji mungkin tidak akan tumbuh, mengering atau membusuk, namun biji-biji terbaik akan memecah tanah dan menguakan daun ke permukaan dan menyembul ke udara menatap langit. Kita tidak pernah tahu dimana akhirnya sebab masa depan adalah misteri. Tapi percayalah biji padi tidak akan menumbuhkan pohon apel. Harapan yang baik jarang membuahkan ke gagalan.