Aku seekor kupu-kupu, terbang di taman Sang Nabi menikmati matahari dan warna-warni bunga. Kidung angin membawa pandanganku pada dua sosok manusia, seorang perempuan muda dan seorang lelaki tua berjubah putih. Mereka sedang terlibat diskusi serius. Pelan-pelan aku mendekat, bertengger diatas kelopak anyelir dan mendengarkan khidmat pembicaraan mereka.
" Ajari aku, Guru, agar ucapanku menyerupai tutur katamu, yang berkidung dan berdupa wangi pada telinga manusia."
Sang guru menjawab, :" Engkau akan membumbung mengatasi kata-kata. Tapi perjalananmu teriring wangi senantiasa, irama bagi pecinta dan semua orang tercinta, mewangi semerbak menghayati kehidupan dalam Taman ini."
" Dan engkau akan terbang mengatasi kata-kata, mencapai ketinggian tempat bertaburnya debu bintang, mengembangkan tangan hingga penuh terisi dan akan tidur bagai anak burung di sarang putih, menganyam masa depan bagai bunga fiola putih memimpikan musim semi.
'" Ya, dan kau akan meresap lebih dalam dari pada kata-kata. Akan kau cari sumber pokok aliran air yang hilang, dan kau menjadi gua terpendam, pementul gema suara sayup rongga bumi, yang bahkan tiada tertangkap oleh telingamu sendiri."
" Kau akan lebih dalam menghujam daripada kata-kata, lebih dalam dari segala suara, mencapai inti jantung bumi, disana kau bersendiri dengan-Nya, yang berjalan pula pada Bima Sakti."
Sang guru menatap muridnya lama dengan pandangan mesra. Lalu bangkit menjauh dan beberapa lama menghampirinya kembali.
" Dalam taman ini terbaring ayah-bunda, dikebumikan oleh tangan-tangan mereka masih bernyawa, dan dalam Taman ini tertanam benih-benih masa lalu, di halau kemari oleh sayap angin. Seribu kali ayah dan bunda akan dikubur disini, dan seribu kali angin akan menimbun benih-benihnya, dan seribu tahun mendatang kau dan aku dan bunga-bunga ini akan bersua lagi. Dan kami akan ada, mencintai hidup, mencintaimu, memimpikan ruang semesta…"
" Sekarang pergilah engkau. Temukan kata-katamu yang terhalang oleh keragu-raguan dalam hatimu."
Di ujung kalimatnya sang guru melembut seperti kapas. Tapi sekarang aku terkejut sebab kehadiranku ternyata di ketahui oleh sang murid..
Dia langsung berkata kepadaku: " Ayo ikut bersamaku. Kawal aku menemui angin, temani aku mencari jejak-jejak senja sebab di sanalah kata-kataku tersimpan."
— Ide : Taman Sang nabi — Kahlil Gibran