Bosan dengan buku, akhirnya semalam saya terpaksa nonton TV Indonesia. Tidak punya pilihan gara-gara menunggui "pasien" yang terkena gejala Thypus di RS yang tidak punya saluran international. Channel pertama sedang memutar sinetron yang gak jelas mana emak-mana anak karena sama mudanya. Ceritanya pun gak jelas juntrungan karena tidak mengikuti sejak awal. Saluran berikut tentang Gayus. Berikutnya tentang Gayus. Berikutnya lagi masih Gayus. Dan berikutnya lagi masih Gayus. Alah mak cinta kali orang Indonesia pada makhluk satu ini. Bulak-balik akhirnya nemu channel masih soal politik tapi topiknya mengenai SBY.
Karena nara sumbernya seorang intelektual terkenal, manteng juga lah awak sebentar, pengen tahu apa sih yang mereka ributkan soal SBY? Dan astagaaaaa..Itu masih tentang gaji yang menurut sebagian besar orang curhat SBY tentang gajinya yang gak naik-naik hampir tujuh tahun. Yang mereka bahas apa efeknya jika gaji SBY di naikan atau tidak. Rasanya pengen nyambit jidat lebar itu pakai sendal jepit, nyuruhnyanya cuci muka. Masa sepintar dia tidak tahu bahwa SBY tidak mengeluh soal gajinya. Konteks Presiden mengatakan bahwa gajinya tidak naik selama tujuh tahun dalam rangka memotivasi bawahan yang sekiranya kecewa gajinya tidak sesuai harapan?
Tapi baik lah…Wajar atau tidak masalah ini dibahas oleh intelektual sekaliber dia, toh dengan tampil di layar kaca dia sudah dapat bayaran dari stasiun TV. Perkara brandingnya akan menurun dengan ngoceh-ngoceh gak puguh, gak akan begitu berpengaruh untuk bangsa Indonesia.
Terus SBY, akhir-akhir ini emang Bpak kebanyakan ngomong yang gak perlu. Kalau cuma sekedar memberi motivasi agar bekerja lebih giat, ngapain coba membandingkan gajinya dengan bawahan? Anak kecil juga tahu, sekecil-kecilnya gaji presiden, tujangan jabatan yang dia terima pasti lebih besar atau setidaknya sebanding dengan palima ABRI. Sebagai pemimpin mestinya dia tahu tidak perlu memperbandingkan nasibnya dengan bawahan sebab bagaimanapun dia tetap lebih enak dengan privilegenya lebih besar.
Dalam hal-hal tertentu SBY harus belakar banyak dari raja Perancis Louis XIV yang terkenal pelit ngomong, tapi begitu berkata ucapannya diingat orang. " L'etat, c'est moi" merupakan kenangan abadi orang terhadap raja ini. Untuk menyajikan satu presentasi para menterinya rapat berminggu-minggu, membentuk dua kubu saling berlawanan untuk menghasilkan ekstrak pemikiran. Setelah selesai ke-2 kubu mempresentasikan persoalan dalam persfektif masing-masing. Selama presentasi Louis tidak berkomentar, tidak berekresi, tidak mencela ataupun memuji dan di bagian penutup dia hanya berkata seperti ini, " akan saya pikirkan nanti ya…" Setelah itu para menteri hanya melihat keputusan Louis lewat kebijakan yang dia buat karena mereka tidak akan dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan di ajak berembuk
Beda dengan menterinya SBY, boro-boro rapat berminggu-minggu, lah tanpa konfirmasi dulu apakah SBY benaran meminta kenaikan gaji, mereka sudah ngomong di media akan mempersiapkan berbagai kebijakan untuk keperluan tersebut. Yah gak salah dong si bos makin enak untuk dijadikan bulan palsu (bulan-bulanan maksudnya). Kalau saya jadi SBY akan ada rapat kilat dan peringatan keras kepada menteri yang sok tahu itu. Masa bodo teing kalau mereka dari partai anu yang dulu bersepakat mendukung SBY di pemilu. Sebagai bawahan mereka wajib tunduk pada garis2 kepemimpinan di bawah SBY. Kalau mau jadi oposisi, yah gak perlu jadi menteri dong. Menteri itu kan pembantunya presiden bukan tukang bikin jelek imej presiden? Kalau peluruhan imej sedikit demi sedikit begini dibiarkan terus, yakin deh kepemimpinan pak Presiden gak efektif. Kalau mereka mau pecat? Ya, silahkan buat SU MPR deh! Tapi tahu lah! SBY Jawa sih, agak lembek, kebanyakan "mikul dhuwur mendem jero". Mungkin kalau blankon sudah beruba bentuk, gak ada sanggul lagi di belakang, SBY bisa tembak langsung! Eh tapi pak Harto dulu juga jawa ya..Tapi Malaysia takut tuh…
Kalau mau eneq, sejak lama saya sudah eneq pada program-program TV yang ada di Indonesia. Terpaksa menikmatinya satu atau dua malam tidak akan menambah rasa eneq tersebut. Hanya saja hati kecil saya terusik. Jika tiap hari dan sepanjang tahun rakyat Indonesia terus di bombardir acara-acara gak mutu begini, apa yang mereka dapat setelah menonton TV? Bertambahkan pengetahuan mereka? Akan lebih baik kah mutu kehidupan mereka? Terpicu kah kreativitas mereka? Atau hanya ikutan kesal seperti saya tanpa bisa memberikan solusi? Kalau yang seperti ini terus2an terjadi, bertahun-tahun, bukannya akan menumbuhkan sikap apatisme dan sinisme doang?
Aduh apa yang akan terjadi jika semua penduduk Indonesia jadi apatis dan sinis ya? Akan kah akhirnya Indonesia tinggal kenangan sebagai negara dan menjadi propinsi ke sekian dari negara-negara yang sekarang kita sebut tetangga?
Allahu'alam bishawab