Bersyukur versi anak cerdas ini sengaja saya tuliskan di sini. Sebagai pembelajaran bagi saya orang tua dan mudah-mudahan juga ada manfaat bagi yang lain. Karena dan ternyata bersyukur pun kudu ada ilmunya. Setidaknya begitu pendapat si bungsu saya.
Alam takambang jadi guru, menurut peribahasa Minangakabau. Sepanjang hidup kita harus selalu belajar dan mengambil hikmah dari manpun. Kali ini saya belajar dari Valdi, anak bungsu yang baru duduk di bangku SMP. Ia selalu punya sudut pandang sendiri terhadap dunia. Seperti saat baru-baru ini berkunjung ke panti asuhan khusus balita dengan teman-temannya.
Baca juga : Cara Travel Blogger Bersyukur di Tahun Baru
Pertanyaan Kepo Seorang Ibu
Dalam kunjungan ke Panti Asuhan tersebut mereka tidak lupa membuat dokumentasi foto. Nah dari foto-foto itu lah mengambil asumsi sendiri mengenai panti asuhan balita itu.
Sambil mengklik satu persatu dari layar laptop, pertanyaan sok bijaksana pun meluncur dari mulut saya, ” Bagaimana perasaanmu melihat anak-anak itu, Dek?”
Jawabnya : ” Biasa-biasa saja?”
Saya melengos dari layar dan memandangnya yang duduk di sebelah.
” Loh kok biasa-biasa sih?”
” Mama mengharapkan jawaban seperti apa?”
Saat itu saya langsung menyadari bahwa saya bisa belajar dari anak sendiri.
Baca juga : Mengenal Gula Semut
Membetulkan Cara Berpikir Tentang Panti Asuhan dan Bersyukur
Ditodong pertanyaan begini tentu saja awak kurang enak hati. Tapi berbelit-belit dengan Valdi sama saja dengan tidak bicara apa-apa jadi lebih baik berterus terang.
” Masa tidak merasa bersyukur sih Dek? Kamu di rawat dan dicintai mama-papa. Sampai sebesar mereka, setidaknya kamu tidak harus makan sendiri…”
Dia langsung memotong dengan tidak sabaran…” Mama jangan salah ya, anak-anak di sana bukan tidak dicintai lho. Banyak kok orang-orang yang menyayangi mereka…. Perkara makan sendiri, mama saja kan yang gak sabaran melihat aku makan berantakan… “
” Tapi…tapi…tetap saja beda kan dengan kamu…”
” Memang beda, setidaknya mereka tidak dibawelin, pagi, siang, sore dan malam…” Walau matanya tertawa mengatakan ini…tapi swear dalam hati ada sedikit rasa sediiiiiihhh….bahwa dia tidak merasa lebih beruntung dari anak-anak yang tinggal di panti asuhan.
Baca juga : Ego yang Terluka
Mestinya Segala Bentuk Syukur Harus Bersyukur versi Anak Cerdas ini
Tapi tetap saja dia anakku yang mengerti kemana perasaan mamanya mengarah. Setelah beberapa saat ia mendekati saya. Sambil mengusap punggung ia berkata, “Sudah deh Mama jangan lebay..”
” Maksudmu, Dek?”
” Aku heran Mama sama saja dengan orang lain. Dengan banyak buku seperti itu …” Ia menunjuk ke perpustakaan mini saya…
” Jangan selau mencari perbandingan. Mama akan sengsara sendiri. Masak bersyukur saja perlu membanding-bandingkan nasib dengan orang lain. Menurutku kalau itu dimaksudkan sebagai satu pembelajaran, maaf ya ma….itu pembelajaran tulul…! Sebetulnya gak apa-apa juga sih kalau membuat perbandingan asal kan fair. …”
” Maksudmu, Dek?” Si Mama sudah pengen nangis.
Baca juga : Menjawab Pertanyaan Valdi
“Kalau buat perbandingan mbok ya yang jujur. Saat memandingkan nasib dengan mereka yang kurang beruntung seharusnya juga membandingkan juga dengan mereka yang jauh lebih beruntung. Seperti dengan mereka yang orang tuanya kaya, yang bisa jalan-jalan ke luar negeri setiap liburan, yang rumahnya besar dan bertingkat……”
Huk! Rasanya seperti di tonjok di hulu hati…
” Kalau begitu kapan bersyukurnya dong, Dek?”
Berikut adalah tutur Valdi, walau tidak persis sama namun intinya hari itu belajar dari anak sendiri :
” Setiap saat dan di setiap kondisi. Anak-anak yang aku kunjungi di panti asuhan harus bersyukur bahwa sekalipun mereka tidak di rawat oleh orang tua tapi di gantikan oleh ibu-ibu pengasuh. Mereka bisa makan teratur, punya tempat, ada yang pontang-panting mencari dana agar segala kebutuhan mereka terpenuhi. Dan mereka tidak perlu membandingkan nasib dengan anak-anak yang tinggal di kolong jembatan untuk merasa bersyukur. Mama nangkapkan pointnya aku?”
Baca juga : Mengapa Makanan Organik Lebih Mahal?
Ya nangkep…lah…
” Jadi pointnya mama sayang, aku tidak akan pernah bersyukur karena tinggal dirumah ini sementara anak-anak itu di panti asuhan. Aku merasa tidak pantas bersyukur karena penderitaan atau kekurangan orang lain. Aku sudah bersyukur sebagaimananya aku saat ini, Valdi yang telah di beri napas oleh Tuhan (dan dititipkan kepada mama-papa –editor hehehe…)
Yah, begitu lah cara bersyukur versi anak cerdas ini. Saya bangga padannya. ingin memeluknya erat-erat tapi temannya sudah keburu datang. Lantas saya menghibur diri, buah memang jatuh tidak jauh dari pohonya. Jadi ingat dulu suka membantah ibu.