Muda, imut, bersuara emas dan kaya. Hari ini Justin Beiber sudah mendarat di Jakarta. Dan besok dia akan membuat beberapa remaja puteri pingsan karena terlalu exicited di konsernya di Sentul International Convention. Itu berkaca dari penjualan tiket yang diantri ribuan orang. Seakan dunia kiamat kalau tidak ikut nonton konser Justin Beiber.
Itulah kehebatan kapitalisme. Lihai menciptakan kebutuhan “ecek-ecek” dari psikologis manusia. Sebetulnya gak apa juga kalau tidak ikut nonton Justin. Apalagi cukup puas menikmati penampilannya di Youtube. Tapi ditatanan pergaulan kaum muda saat ini Justin Beiber adalah simbol diri mereka. Jadi kalau gak ikutan nonton namanya ketinggalan jaman. Wajarlah kalau akhirnya mereka menyemut tempat penjualan tiket.
Ekonomi Kapitalisme vs Syariah
Saya tidak skeptis jika ada golongan yang mau mengembangkan model ekonomi syariah. Cuma ragu pada keampuhan langkah-langkah yang diterapkan. Kapitalisme sangat tahu medan maka berjaya saat ini. Apakah cukup dengan menyentuh dasar-dasar keimanan lantas orang ramai-ramai pindah pada sistem ekonomi syariah? Sementara kapitalisme bekerjada dari dasar emosi paling manusiawi: Keserakahan dan mementingkan diri sendiri?
Kapitalisme tidak menjanjikan surga. Dia tidak pula memberi nilai apakah sebagai pelaku ekonomi kamu pantas disebut orang beriman. Sistem ekonomi ini bergerak dari sisi paling praktis: seberapa banyak berproduksi, seberapa nilai tambah yang diberikan maka disitulah hargamu. Semakin pandai engkau memoles nilai tambahmu semakin tinggi nilaimu.
Sukses Justine Beiber Karena Kerja Keras
Saya pikir itulah sebab mengapa Justin Beiber begitu merasuk kepala para remaja seluruh dunia. Sukses Justin tidak terletak pada wajah imutnya. Banyak penyanyi remaja lebih imut darinya. Tidak juga terletak pada suaranya atau cara dia menari. Yang mengungguli Justin Beiber tak sedikit. Justin itu sukses karena tim yang bekerja dibelakangnya. Mereka berhasil membangun dan memoles citra sehingga Justin melambung ke langit seperti sekarang. Justin telah diberi nilai tambah lewat kerja manajemen yang profesional, jaringan dan pemanfaatan media secara seksama.
Didalam manajemen ini pasti terdapat juga tim marketing yang bekerja untuk memahami fenomena dalam masyarakat. Apa yang tengah trend, apa yang menjadi keinginan, apa yang membuat orang merasa nilai diri mereka ikut terangkat jika bersentuhan dengan Justin. Dukungan ratusan data ini kemudian disederhanakan kedalam citra yang lalu disematkan pada remaja berambut poni ini.
Pertanyaan sekarang, (mungkin agak tergesa) apakah ekonomi syariah bisa melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan kapitalisme ? Apakah langkah-langkah yang mesti diambil sistem ekonomi islam ini agar transformasi dari sistem kepercayaan yg sifatnya ekslusif pada sistem yg mengglobal?
Sungguh saya merenung!