Anak-anak tidak menyimpan kegagalan, tidak memaknai rasa sakit dan tidak lelah mencoba sesuatu yang baru. Dunia penuh hal menyenangkan. Selalu mengeksplorasi untuk mengenyang rasa ingin tahu. Itulah mengapa anak-anak selalu bangun jika terjatuh. Menangis sebentar lalu melupakan semuanya. Mereka makhluk istimewa yang selalu bisa membebaskan diri dari pola yang menghambat.
Seiring pertambahan umur pergaulan sosial tak lagi sebatas ibu dan rumah. Keadaan ini perlahan merubah si anak. Ibarat kertas putih, lingkungan dan pergaulan akan menggambari kertas mereka sesuai warna yang terjadi di lingkungannya. Orang tua, teman dan guru membubuhkan gambar paling nyata. Ditambah kemudian orang yang tidak berkepentingan tapi terpapar pada lingkup sosial si anak. Bermacam interaksi itu lah yang membentuk kepribadian anak.
Anak-anak seperti gabus. Menyerap segala hal. Memory segar ini ibarat gudang kosong yang akan menampung informasi apa saja yang masuk tanpa proses penyaringan terlebih dulu. Penyebabnya karena otak belum berkembang secara sempurna. Jika dikatakan bodoh, mereka akan membentuk self-fulfilling prohecy, maka bodoh lah mereka. Jika orang tua pelit menyatakan cinta dan perhatian, atau cinta dan perhatian tersebut memerlukan syarat sebelum diberikan, anak-anak akan menyimpan di gudang penyimpanan bahwa untuk memperoleh cinta mereka harus melakukan sesuatu terlebih dahulu. Cinta bukanlah sesuatu yang gratis. Mereka harus mengorbankan diri agar mendapatkannya. Begitu pula ketika orang tua atau pendidik memandang dunia dari kegelapan, serba terbatas, penuh larangan, tidak boleh ini, tidak boleh itu, anak-anak tanpa menimbang mengatakan kepada diri mereka begitulah yang terjadi. Begitulah hidup seharusnya. Begitulah hukum sepatutnya. Diluar itu semua, salah
Sementara kebudayaan terus berubah dan berkembang. Apa yang tidak patut di masa lalu menemukan jalan menjadi patut di masa kini. Apa yang tidak ada dimasa lalu menjadi biasa di masa kini. Namun orang tua tidak mampu menjelaskan perbedaan tersebut. Orang tua juga tidak tahu bahwa kegelapan hadir dalam rangka menandai siang. Bahwa nasib buruk bisa dirumah kapanpun kita memulainya. Apalagi ketika anak-anak tidak melihat ada singkronisasi apa yang dikatakan dengan yang dilakukan oleh mereka yang mengatakannya. Mendidik hanya sebatas mengatakan dan tidak mencontohkan. Konsep diri yang terbentuk secara tidak utuh atau datang dari sudut pandang tidak benar seperti ini akan membawa masalah panjang pada anak-anak di masa dewasa. Orang dewasa masalah emosi biasanya datang dari masa kanak-kanak seperti ini.
Ohya, kalau ada yang kehilangan akal melihat tingkah laku anggota DPR kita saat ini, tak berguna menyalahkan mereka, atau memaki-maki mereka. Itu sama saja dengan mengatakan bahwa kita tak beda dengan mereka. Ibarat habis nenggak minuman keras, anggota DPR yang jelek itu tidak tahu benar apa yang mereka kerjakan. Apalagi meikirkan dampak perbuatan mereka terhadap nasib bangsa. Wooohhh..jauh deh! Sifat buruk yg mereka pertontonkan kepada kita saat ini adalah warisan dari pola pendidikan keliru. Datangnya bisa dari mana saja. Orang tua, guru-guru atau teman-teman pergaulan dari masa lalu. Itu satu hal. Hal yang lain kalaupun mereka mungkin mempunyai orang tua, guru dan teman-teman yang baik, yang pasti mereka kurang dalam sosialisasi bagaimana membangun karakter yang baik.
Jadi apa yang harus dilakukan kalau begitu?
Manusia di design oleh Allah dengan tingkat kelenturan yang tinggi. Ketika kita beradaptasi dengan situasi buruk, kita dapat pula beradaptasi dengan situasi baik. Bila dulu ada yang membisikan bahwa dunia ini dipenuhi oleh ketidak beruntungan kita bisa mengabaikannya sekarang. Kita tidak lagi dibawah pengaruh mereka. Kita punya hidup sendiri. Bila mereka fokus pada kekurangan sekarang mari kita fokus kepada kelebihan. Dunia dan kehidupan yang bergulir diatasnya berisi kemakmuran. Coba lihat keberadaan benda-benda yang ada disekeliling kita saat ini. Apakah komputer, buku, baju, isi rumah, makanan atau apa saja, semua materi tersebut dibeli oleh uang, bukan? Lalu mengapa mengatakan bahwa uang itu sulit?
Cobalah tengok mereka yang menyayangi, famili tetangga dan teman-teman kita. Mungkin sebagian dari kita menganggap mereka tidak peduli. Lalu kita merasa sengsara. Namun jika itu adalah masalanya itu mah gampang. Mereka juga manusia, mereka juga mengharapkan hal yang sama dari kita. Jadi mengapa tidak memberikannya terlebih dahulu?
Masa kanak-kanak memang telah berlalu. Namun kita memiliki anak-anak. Setiap saat bersentuhan pula dengan generasi muda seperti pergaulan di FB dan Twitter. Belajar membetulkan cara berpikir kita atau sikap dan perilaku kita yang tidak sesuai dengan pegerakan jaman bisa dijadikan salah satu sumbangan dalam mewujudkan Indonesia yang makmur, sejahtera, aman sentosa..