Pada Ujung Nasib – Malam ini dikejutkan tangisan Ibu dari telepon. Mulanya tidak begitu jelas karena dia bicara dalam isak yang deras. Cuma sayup-sayup terdengar bahwa ada yang meninggal dunia. Kegelapan langsung menguasai kepala dengan jantung memukul sangat keras. Yang terbayang muka Bapak. Dengan suara keras saya memerintahkan ibu agar bicara lebih jelas. Setelah menahan isaknya beliau mengatakan bahwa salah seorang Mak Tuo kami (kakak dari ibu) tadi menjelang shalat magrib di tabrak motor saat berjalan menuju surau. Sekarang beliau meninggal dunia. Mungkin karena sudah panik duluan saya salah mendengar Mak Tuo yang mana, terdengarnya Roslina. Setelah mematikan telepon saya langsung kontak my sist yang disambut dengan keterkejutan yang sama. Karena dia bertetangga dengan paman kami, secepat kilat lah dia terbang mengabarkan duka ini.
Setelah beberapa saat saya kembali kontak ibu, ingin tahu peristiwanya lebih jelas. Barulah tahu bahwa yang meninggal bukan Mak Tuo Roslina, melainkan Etek Sinan (sepupu dari ibu). Yang menabrak anak tetangga (beda kampung). Secepat kilat lagi berita tersebut saya ralat kepada my sist yg sekarang sdh berada di rumah paman ( Mak Etek). Maka bergegaslah Sari untuk meralat kesalahan tersebut. Gak lama kemudian my sist dan Mak Etek telepon, kalau dia sudah dapat kabar yang lebih sahih dari kampung. Saya lega (karena takut membuat Mak Etek shock) tapi tetap bersedih atas kepergian etek kami secara tiba-tiba ini.
Sekarang saya merenung. Ingat wajah Tek Sinan yang cantik dengan senyum lembutnya selalu menyapa ramah. Setiap pulang kampung pasti bersua dengannya. Yang kemarin juga walau cuma sebentar. Betapa kematian adalah sebuah misteri. Menurut Ibu kemarin beliau masih sempat menengok ibu bersama Da Onchon (anak beliau) yang hendak menjemput sang emak agar mengunjungi keluarganya di Duri. Tapi Tek Sinan menolak. (Cuma saya gak tanya ibu apa alasan penolakannya.) “Dia sehat walafiat kok bisa pergi duluan yah? “ Ibu masih terisak.
Saya tidak tahu, Bu. Anak yang menabrak itu pasti tidak menginginkan kejadian ini terjadi. Begitu pula dengan Tek Sinan yang hendak beribadah ke surau. Mereka keluar rumah dan melewati jalan yang sama namun dengan tujuan berbeda. Hanya saja nasib mempertemukan mereka pada satu titik yang berujung pada mengakhiri perjalanan etek didunia dan duka derita bagi keluarga si penabrak.
Perjalanan hidup manusia bak rangkaian kereta yang panjang. Dapat menengok ke belakang namun di muka selalu dihadang misteri. Di kekinian ini kita semua selalu mengharap yang terbaik, mengambil pelajaran dari masa lalu untuk meramal masa depan. Kita mendoakan mereka yang telah mendahului, berharap agar umur sendiri di panjangkan dengan kesehatan prima. Walau begitu tetap saja tidak ada yang tahu kapan giliran kita tiba. Apakah maksud dari Allah memperlihatkan kekuasaan-Nya dengan cara seperti ini? Pada ujung nasib mungkin jawabnya!
19-5-2011
–LAGIGAKBISATIDUR–