Sudah baca belum bahwa tanggal 18 Juni 2011 nanti akan muncul klub perempuan berhati mulia: Ingin “menjinakan” para suami yang binal dengan mentaatinya?! Takut salah, saya sampai baca tiga kali pada Detik.com. Dan benar, klub ini, yang digagas oleh Global Ikhwan asal Malaysia bertekad membuat sebuah kelompok yang terdiri dari istri-istri yang taat pada suami. Cara ini mereka nilai lebih efektif untuk menekan angka perselingkuhan, pelacuran dan kekerasan terhadap wanita.
Saya tidak tahu apa alasan yang membuat kaum pria menghianati istri-istri mereka. Apakah mereka tidak taat, tidak cantik, tidak harum atau tidak menarik untuk dijadikan belahan jiwa “menawan” seumur hidup? Saya juga tidak tahu apa yang membuat pria melakukan kekerasan kepada istri-istri mereka. Apakah mereka suka melawan dan menjengkelkan? Yang saya tahu ketika seseorang sudah mengikrarkan ijab suci atas nama Tuhan yang mereka sembah terhadap satu perempuan, lalu menggauli perempuan lain yang secara fisik tidak halal baginya, yang bermasalah saya kira bukanlah para perempuan yang menjadi istri mereka. Yang bermasalah adalah pria yang suka jajan tersebut. Entah pada karakternya, entah pada tingkat kesalehannya. Atau mungkin juga pada tingkat kecerdasan pria tukang selingkuh tersebut. Kalau memang istri tidak wangi, tidak kinclong, tanya dong pada diri sendiri apakah sudah mencukupi mereka secara ekonomi? Dan ya saya tahu juga dari pengalaman hidup yang sudah mendekati kepala lima, lelaki dengan ‘ego’ sehat tidak akan pernah melayangkan tinju kepada perempuan.
Lalu saya kepikiran setelah membaca ini : “Berbagai cara telah digunakan dan diperjuangkan seperti perjuangan Hak Asasi Manusia (HAM), gerakan woman’s Lib, penerapan undang-undang dan lain-lain. Namun nampaknya sia-sia saja. Pelacuran tetap tinggi bahkan menjadi satu jenis perdagangan, baik itu pelacuran terang-terangan atau kegiatan yang mendorong ke arah itu seperti klub malam, klub striptease dan sebagainya,” — Pertanyaannya adalah apakah semua kegiatan tersebut ada hubungannya pada pembinaan karakter laki-laki? HAM, Women’s Lib atau Undang-undang untuk kaum perempuan, hanya mengolah isu-isu soal kesetaraan perempuan dan laki-laki dalam memperoleh kesempatan di kehidupan sosial. Bila kebebasan perempuan lah yang membuat “laki” mereka buruk perangai, seiring kecerdasan jaman coba pikirkan dalam-dalam, sebetulnya yang salah kebebasan yang diperjuangkan ataukah ketipisan iman yang tidak terkontrol?
Biar adil sekarang kita balik sudut pandangnya. Tanpa keterlibatan perempuan, apakah perzinahan, perselingkuhan, pelacuran dan tari-tari senewen yang membangkitkan libido laki-laki tersebut bisa terjadi? Tidak bukan? Tanpa peran perempuan semua yang indah-indah dan enak-enak seperti dalam lagu Rhoma Irama ini tidak akan pernah terjadi. Bila perempuan mampu mengekang nafsunya laki-laki juga tidak akan mengumbar birahi kepadanya.
Dan perempuan-perempuan tukang bikin huru-hara ini tidak hanya berpredikat sebagai penari striptease atau pelacur lho. Tidak cuma mereka yang memakai tank top lalu berkeliaran di luar menggoda laki-laki. Banyak dari mereka berpredikat sebagai wanita, istri dan ibu terhormat, berbusana seperti perempuan baik-baik berbusana, berbelanja di tempat-tempat para istri-istri yang taat pada suami berbelanja.Dengan kata lain mereka yang secara status sosial di pandang sebagai perempuan baik-baik banyak juga yang melakukan hubungan seks dengan pria yang bukan suami mereka! Banyak yang menjadi faktor pendorong. Meliputi cinta, nafsu, kekuasaan, uang, dendam atau hanya sekedar kesepian karena tak memperoleh kepuasan dari pasangan sendiri.
Tidak perlu terlalu jenius untuk memahami masalah-masalah seperti ini. Majalah Kartini dulu ramai oleh cerita Oh Mama Oh Papa yang gak jauh-jauh dari masalah ini. Kalau sekarang rajin saja baca koran-koran kelas dua atau nonton gossip di TV. Atau buka telinga lebar-lebar dengan menutup mulut rapat-rapat. Cerita-cerita “seru” seperti ini berkeliaran di sekeliling kita. Jadi kalaulah Klub Istri Taat Suami ini memang ditujukan untuk mensalehkan kaum perempuan “nakal”, mbok namanya jangan provokatif seperti itu. Nama seperti ini sangat mendiskrediktkan pria. Kesan kepada mereka seperti tulisan saya diawal paragraf ini: Egomaniac. Mestinya para suami baik-baik (taat) protes terhadap klub seperti ini.
Menurut saya, melawan pelacuran seharusnya dilakukan dengan transformasi diri melalui pendidikan perempuan. Entah itu bidang agama, olah batin, manajemen diri, memahami interaksi lelaki-perempuan lebih baik dsb. Pada intinya pendidikan tersebut harus mampu membuka wawasan dan membangkitkan harga diri kaum wanita.
— Evi