Hartawan desa dan kerajaan bisnisnya itu tinggal di desa terpencil. Di lereng gunung dan dataran tinggi tepatnya. Jangan tanya sarana transportasi, tentu saja susah dijangkau kendaraan roda empat. Kalau hujan jalan tanah berkerikil itu seperti area roller coster. Licin. Kalau panas lumpur kering bergerombol bersama berbatu. Dan lubang-lubangnya siap menyergap pengendara motor yang kurang hati-hati.
Tapi hartawan desa dan kerajaan bisnisnya itu membuat saya kagum bukan kepalang. Semua tumbuh dari bertani.
Dan sebagai seorang petani cara ia memenej hidup mengesankan. Saya sebut ia hartawan desa bukan karena hartanya saja tapi juga cara berpikirnya. Dia memandang hidup tidak sebagaimana orang desa kebanyakan. Gampang tertawa dan jarang mengatakan tidak untuk sebuah kemungkinan. Berbincang dengannya seperti ngobrol bersama teman lama.
Hartawan Desa Berpikiran Maju
Iya kekaguman tersebut awalnya bersifat materi. Saya menyebutnya hartawan desa, bukan?  Pada kepemilikan sawahnya, pada keluasan kebunnya, terus pada jumlah pohon arennya. Belum lagi pada sapi dan sepeda motornya. Lama-lama kekaguman tersebut bergeser dan meluas. Kalau saja semua harta tersebut didapat melalui warisan, saya tak akan kepikiran menulis di blog ini dan bersusah payah mencari kutipan penunjang dari internet.
Bisa dipastikan karakter dan kemampuannya jadi selfmade millioner (hartawan desa) tidak datang dari seminar2 motivasi, internet atau buku entrepreneurship. Dia tak pernah sekolah. Kalaupun bisa membaca patah-patah itu berkat usaha anaknya agar si Bapak tak ditipu rekan bisnisnya.
Otak si Bapak bekerja secara khusus. Tidak terkungkung oleh ukuran desanya. Itu terlihat dari cara dia mengkoleksi hektar demi hektar bukit yang berada di dekat rumahnya. Bukit itu ditanami aneka palawija disamping ditanami tanaman kayu keras.
Cara Hartawan Desa Memagar Propertinya
Memagari tanah sebagai properti pribadi tidak dikenal di desa tersebut. Kepemilikan hanya ditandai oleh beberapa lantak. Tapi Bapak ini mau ada pemisahan yang jelas antara miliknya dan milik tetangga. Dia melihat ada beberapa kasus yang berujung pada pertengkaran. Gara-gara tanah saudara dengan saudara bisa putus hubungan. Apa lagi dengan tetangga bisa berakhir di kantor polisi. Si bapak tak ingin masuk ke dalam statistik. Adalah juga tak mungkin memagari gunung yang begitu luas. Maka si bapak menandai teritorinya dengan tanaman kapulaga.
Sekali berlayar dua tiga pulau terlampaui. Dengan menanam kapulaga (kapol), Si Bapak melakukan dua tendangan finalti sekaligus. Menegaskan kepemilikan dan mengambil manfaat dari umbi kapulaga.
Kapulaga mempunyai permintaan tinggi di pasar. Tidak hanya dari rumah tangga tapi juga industri. Selain itu masa panen kapol singkat. Mau tidak mau si bapak harus rajin meninjau ke kebun. Pola lalu lintas tersebut membangun hubungan erat dengan tanah. ” Saya dapat mendengar tanah bicara, sebaiknya petak-petak itu di tanam apa.” Ujarnya menunjuk dengan ujung golok pada tanah-tanah yang melereng dan dikaplingi oleh tananaman kapol yang rimbun.
Yah … Rupanya Allah memang punya cara sendiri menurunkan berkat pada hamba-hamba yang dipilihnya. Si bapak ini telah melakukan transformasi sempurna dalam karakternya.
A man is the sum of his actions, of what he has done, of what he can do, nothing else. –Mahatma Gandhi