Kepercayaan berarti membuka peluang bagi orang lain mengambil keuntungan dari kerentanan kita, tapi kita berharap itu tidak akan pernah terjadi.
Saya baru mendengar curhat seorang teman yang sedang kecewa pada teman kami yang lain. Karena pertemanan sudah lama dia pikir aman mempercayakan sebuah rahasia rumah tangga kepada teman tersebut. Tapi siapa nyana kepercayaan yang seharusnya jadi privilege persahabatan akhirnya mengisi kolom gossip antar relasi. Bayangkan bagaimana sedih dan kecewanya teman saya tersebut. “ Gak nyangka dia tega menusuk gw dari belakang” Katanya dengan mata merah.
Aku tercenung. Yah sebagai makhluk sosial wajar jika sewaktu-waktu kita butuh curhat pada kawan yang dianggap cukup dekat. Lagi pula dalam ilmu psikologi memberi kepercayaan merupakan sebuah tindakan emosional yang logis dalam pergaulan anak cucu Nabi Adam. Bayangkan bagaimana rasanya hidup jika tidak memiliki seorangpun yang bisa dipercayai? Garing deh!
Hanya saja memberi kepercayaan berarti kita sedang mengekspos kerentanan pada orang lain. Saat itu kita yakin bahwa mereka tidak akan mengambil keuntungan dari keterbukaan tersebut. Logikanya, kita menilai sebuah probabilitas dari keuntungan dan kerugian saat berbagi cerita. Mengkalkulasi, membuat perhitungan berdasarkan kinerja persahabatan selama ini. Nah mengapa akhirnya kita memutuskan membuka aib? Itu karena kita menyimpulkan bahwa teman tersebut akan berperilaku sesuai harapan kita. Mereka tidak akan menceritakan rahasia yang dipercayakan kepada mereka pada orang lain.
Tapi dalam praktek, terutama dalam dunia ibu-ibu , kepercayaan adalah gabungan dari dua hal diatas. Engkau temanku dan aku percaya padamu maka tak mengapa jika kuceritakan sebuah rahasia padamu. Di pihak yang laih, memang aku temanmu dan aku telah mengalami kepercayaan itu darimu. Tapi aku juga memiliki teman yang kepadanya aku juga bisa memberikan kepercayaan tersebut.
Kalau sudah begini apa terjadi saudara-saudara? Ember bocor!
Terus apakah kita harus mengahapus rasa saling percaya antar teman? Idiiihhh ……aku gak segitunya deh! Kepercayaan adalah kebutuhan emosi setelah cinta dan sex. Dan emosi manusia bisa dikatakan sehat setelah membangun sebuah relasi dengan penuh rasa saling percaya. Entah itu dalam persahabatan, dalam cinta, membuat perjanjian, menikmati relaksasi dan kenyamanan. Memberi kepercaayaan merupakan kebutuhan kita, bukan kebutuhan orang lain.
Jadi harus gimana dong?
Selektif lah dalam berbagi cerita. Lihat track record orang tersebut. Jika dia pernah menceritakan rahasia sahabatnya sendiri, mestinya antene kita berdiri sebelum membuka rahasia kepadanya. Melakukan prinsip hati-hati adalah bagian normal dari kondisi manusia. Tak soal sudah berapa lama pertemanan terbina. Lah otak kita bisa meramal secara terus-menerus berdasarkan fakta yang ada kok! Sudah tahu temanmu comel dan tidak engkau tidak bisa menerima rahasia yang dipercayakan kepadanya sampai ke telinga orang lain. Nasihatku, simpan saja rahasia tersebut untuk dirimu sendiri! Setidaknya sampai engkau menemukan kawan bermulut seperti perangkap belut di sawah. Hanya bisa masuk tapi tak bisa keluar.