PROGRAM PENGURANGAN ANGKA KEMISKINAN ALA PEMERINTAH
Sejak Indonesia merdeka, sejak Soekarno sampai SBY, pemerintah telah mengembangkan berpuluh-puluh program pengentasan kemiskinan. Barusan baca data Bapenas tahun 2009-2010 bahwa mereka membuat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Ditahun yang sama dialokasikan dana PNPM mencapai yang Rp 13 triliun yang disalurkan pada 6000 kecamatan di seluruh Indonesia. Dan di tahun yang sama, pemerintah juga menyiapkan dana program KUR sebesar Rp 100 triliun untuk membantu pembiayaan usaha kecil yang merupakan 98,9% entitas bisnis di Indonesia.
Nyatanya kemiskinan masih ada tuh!
Tapi seperti biasa, kalau sudah menggelontorkan dana  ratusan trilyun begitu, gak sedep kalau pemerintah tak mengukir-ukir berprestasi. Mereka menganggap berbagai kebijakan tersebut telah berhasil menurunkan angka kemiskinan. Contoh, pada tahun 2006, katanya,  sekitar 39,3 juta atau 17,75% masyarakat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan dan pada tahun 2008 turun menjadi 34,96 juta atau 15,42%. Sekali lagi, itu katanya.
Kekayaan? Masih Jauh!
Puasa tahun ini, semakin banyak saja GEPENG yang digaruk Satpol dari jalan-jalan ibu kota. Itu pertanda bahwa daerah sebagai sumber memenuhi kebutuhan harian masih panceklik. Di beberapa daerah masih banyak anak-anak busung lapar dan putus sekolah. Gak usah jauh-jauh deh, Propinsi Banten yang paling dekat dengan pusat pemerintahan memiliki anak-anak dengan tingkat busung lapar yang tinggi.
Tiap tahun pemerintah mengaku berhasil menurunkan angka kemiskinan sekian persen, sekian persen dan sekian persen. Tapi kasat mata , setelah 66 tahun merdeka, Indonesia amat tidak pantas mengaku sebagai Negara yang mayoritas penduduknya sejahtera. Apa lagi kaya. Artinya pemerintah Indonesia lebih suka beronani dengan angka-angka statistik ketimbang melihat ke dalam fakta.
Tapi bagaimana dengan  orang miskin sendiri? Kaum ini  telah menjadi subjek studi tentang kemiskinan selama bertahun-tahun. Tapi tetap saja sebagian besar rakyat Indonesia miskin. Yang memalukan tingkat perkembangan ekonomi kita berada di bawah Vietnam. Negara katek yang hancur lebur akibat perang saudara ini sekarang berhasil bangkit. Dan secara umum penduduknya lebih sejahtera dari rakyat kita.
MENGGESERÂ SUDUT PANDANG
Saya pikir ada yang salah dari pemerintah atau dari semua  orang yang berkepentingan dalam menangani isu kemiskinan. Seharusnya bukan soal kemiskinan yang perlu pahami, namun bagaimana kekayaan yang diperjelas . Kemiskinan  berarti absennya  kekayaan. Namun pendukung anti kemiskinan bicara seolah kemiskinan  ada karena  tidak adanya kekayaan. Kemiskinan tak berarti tak ada kekayaan.
Sebenarnya kekayaan bertebaran di mana-mana. Alam yang ramah, tanah yang subur, penduduknya yang gampang tertawa adalah sumber kekayaan tak terbatas. Seharusnya program engurangan angka kemiskinan dibangun dari sudut pandang seperti itu. Sudut pandang sejahtera. Kalau kita tanya dari mana datangnya gedung mewah, mal mewah, mobil-mobil mulus yang berseliweran di kota-kota besar? Kekayaan tersebut datang dari seseorang yang melihat limpah kekayaan. Mereka melengkapi diri dengan ambisi, energi, kecerdasan, pendidikan, disiplin diri, tanggung jawab, dan kemampuan untuk menunda kepuasan.
SARAN
Jadi sudah saatnya yang terlibat di program pengentasan kemiskinan menyadari ini. Berantas lah kemiskinan lewat cara pandang kekayaan. Buat program  berbasis pendidikan yang menumbuhkan sikap mental postif. Semua orang bisa terlibat tapi pemerintah lah yang pertama harus turun tangan. Itu karena mereka mempunyai semua sumber dayanya. Disamping itu rakyat juga perlu satu hal lagi: kebebasan. Yang mencakup bebas dari korupsi dan keterjaminan hukum saat berusaha.
Saya yakin jika sudut pandang dalam melihat kemiskinan dirubah  dari ‘kekurangan’ jadi  kesejahteraan dan kelimpahan, tak lama lagi bangsa kita benar-benar akan merdeka.
Bagaimana pendapat Anda?
— Evi