Siapa yang tak kenal kisah Malin Kundang? Saya mendengarnya pertama kali dari nenek, dalam dongeng malam diantara dekapannya yang hangat. Begitu terkenalnya cerita legenda ini sampai-sampai ada yang beranggapan sebagai kisah nyata. Dan saya pun begitu. Lama baru menyadari bahwa Malin Kundang lahir dari imajinasi bersama. Malin Kundang bukan tokoh sejarah yang diabadikan lewat cerita legenda.
Menurut saya Malin Kundang adalah cerita yang lekat dengan kondisi psikologis masyarakat saat itu. Yang membuatnya kehilangan batas antara imajinasi dan yang nyata. Dalam ketidak jelasan garis pemisah seperti itu ceritanya terus bersambung dari mulut ke mulut, dikristalkan lintas generasi. Akhirnya Malin Kundang terbenam ke alam bawah sadar seolah-olah ia pernah hidup.
Tak berbeda dengan kisah Siti Nurbaya. Ketiadaan batas antara imajinasi dan dunia nyata sampai-sampai tunangan Syamsul Bachri itu dibuatkan kuburan di Gunung Padang. Sudah begitu dikeramatkan pula.
Malin Kundang di Pakaikan Sorban Putih
Taruh lah bahwa cerita Malin sungguh pernah terjadi. Namun agak keterlaluan jika batu yang dianggap sebagai Malin yang sedang bersujud itu perlu pula dipakaikan sorban putih. Saya sampai terpingkal melihatnya.”Hey Malin Kundang bersorban putih!” Saya berusaha mengusap kepalanya.
Waktu kuliah dan tinggal di padang sekitar 20 tahun lalu batu ini belum mengenakan sorban putih. Malah ujudnya hanya sebongkah batu yang tak jelas bentuknya.
Saya mengerti bahwa sorban putih hanya sekedar ingin tampak dramatis. Langsung membantu pikiran wisatawan masuk ke dalam cerita Malin Kundang si anak durhaka. Ia sedang bersujud minta maaf pada ibunya. Tapi apa iya perlu begitu? Sudah miniatur isi kapal Malin Kundang berserakan saja sudah tampak palsu. Lah kok di tambah lagi dengan kepalsuan yang lain? Kecantikan Pantai Air Manis saja sudah cukup mempromosikan tempat ini kok!
Manusia kurang imajinatif sering jadi awan bagi tumbuhnya imajinasi orang lain. Pantai Air Manis dimana lokasi patung ini berada sudah cantik. Legendanya juga sudah terkenal. Buat apa menambahkan sesuatu palsu di sana. Malah akan merusak kredibilitas pantai ini. Semoga dinas pariwisata Sumatera Barat mengelola aset wisata ini lebih profesional. Jangan sampai di masa datang Batu Malin Kundang diberi sarung kotak-kotak.
@eviindrawanto