Kopi Pancong Kedai Winny Pontianak – Mengenal Kopi Pancong – Tau Swan – Pisang Goreng PontiÂ
Pontianak terletak di tepi sungai terpanjang di Indonesia. Kapuas membujur sepanjang  1.140 kilometer dari hulunya menuju Kalimanta Tengah. Kalimantan merupakan tanah leluhur Suku Dayak dengan rumah-rumah panjang (betang) yang berdiri di tepi sungai-sungai yang membelah-belah kota kota sampai ke hutan-hutan yang masih rimbun. Namanya dipercaya berasal dari Bahasa Melayu Puntianak yang berarti Kuntilanak. Agak mengerikan menurut saya sebab kuntilanak dikonotasikan sebagai hantu yang berasal dari wanita yang meninggal karena melahirkan. Ada pula yang mengatakan bahwa nama tersebut semacam sindiran karena tingginya tingkat kemiskinan dan kematian ibu hamil di tempat ini.
Baca juga Pentingnya Manik-Manik Bagi Suku Dayak
 Semasa kecil saya mempersepsikan bahwa Suku Dayak sama dengan Suku Indian yang berdiam di Amerika sana. Salah kaprah itu berawal dari kesukaan membaca kisah petualangan Winnetou dan Old Shatterhand karangan Doktor Karl May. Itu terbentuk karena dalam buku cerita mereka digambarkan sama-sama suka berperang.  Jadi Pontianak punya romansa sendiri di benak saya.
Makanya senang sekali akhirnya bisa menginjak kaki di kota Khatulistiwa ini. Memang ini bukan khusus jalan-jalan. Kedatangan ke sini untuk menghadiri Rapat Umum Anggota Aliansi Organik Indonesia (AOI) selama tiga hari. Siapa sangka ternyata  agenda padat sekali. Tapi yang namanya sudah sampai di Pontianak mana mungkin tidak melihat-lihat, bukan? Minimal menikmati makanan khasnya.
Baca juga  Rekreasi ke Monumen Khatulistiwa Pontianak
Maka usai penutupan Rapat Umum Anggota AOI, Lorens Arang yang bekerja di WWF Indonesia- Kalimantan Barat bersedia menemani untuk melihat-lihat kota ini. Â Kami bertiga, wanita, di bawa melihat “kehidupan malam” kota . Karena ketiganya sudah tidak memenuhi syarat ikut DUGEM, cukup menikmati kuliner atau nongkrong-nongkrong cantik di semacam street cafe shop yang banyak terdapat sepanjang jalan Gajah Mada.
Tau Swan Makanan Khas Pontianak
Persinggahan pertama kami adalah gerobak Tau Swan atau Tau Suan. Saya pikir tadinya ada hubungan dengan kembang tahu. Apa lagi gerobak dan dandang yang bertengger di atasnya mirip penjual  kembang tahu yang  biasa saya temui di Jakarta.
Ternyata itu bukan kembang tahu yang dinikmati dengan gula aren cair dan rasa jahe itu. Yang disebut Tau Suan ternyata bubur kacang hijau versi Pontianak. Bagai tidak? Tau suan  terbuat dari butiran kacang hijau yg sudah dikupas dan digiling.
Memang berbeda dengan bubur kacang hijau di Jawa, Tau Swan teksturnya kental (ditambah tepung maizena), dimasak dengan gula pasir tanpa santan. Terdapat rasa jahe dan aroma daun pandan. Namun samar. Â Penampilannya mirip sayur bening.
Baca juga Proses Pembuatan Gula Merah Kelapa
Sebagai topping  diberi potongan cak kue garing. Kriuk…kriuk..kriuk saat dikunyah. Tapi saya tak bisa menghabiskan porsi saya karena rasanya  terlalu manis di lidah 🙂
Kopi Pancong di Kedai Winny Pontianak
Denyut malam kota amat terasa di sepanjang jalan Gajah Mada. Ini lah  kawasan pecinan Pontianak. Pusat bisnis sejak pagi sampai malam. Denyut malam  kian terasa karena  ditingkahi oleh  beragam warung jajanan atau tempat tongkrongan.
Baca juga Sultan Syarif Abdurrahman Masjid Tertua di Pontianak
Dikunjungi oleh beragam lapisan sosial dari segala umur. Warung  atau cafe saling berbagi . Dari cafe yang khusus menyajikan minuman sari buah (juice), warkop yang ditemani berbagai cemilan, restaurant dan toko buah. Di sepanjang jalan sentral di Pontianak ini pula  berkumpul turis lokal karena memang terdapat sejumlah hotel dan penginapan.
Lorens mengajak kami mampir ke Warung  Kopi Winny. Kedai ini dijuluki sebagai salah satu etalase Kalimantan Barat. Buka 24 jam dengan 3 kali pergantian shift (pukul 05.30 WIB hingga 03.00 WIB keesokan hari).  Kedai ini juga digadang-gadang sebagai  ikon kota Pontianak.
Di sini pertama kali saya mengenal kopi pancong!
Baca juga  Cerita Dari Lapau Kopi Simpang Banto Magek
Saat kami memasuki pelataran muka Kedai Winny Pontianak waktu sudah menunjukan pukul 23.00. Tapi sepertinya  malam baru saja terbuka.
Bau sedap aroma kopi berbaur dengan gorengan bergulung-gulung di udara. Pengunjung sudah memenuhi bangku-bangku plastik berwarna-warni. Terdengar celoteh menggunakan dialek dan bahasa lokal. Sesekali terdengar tawa keras diiringi bunyi-byi kartu yang dibanting ke atas meja kayu.
Tak tahu apakah mereka semua penggemar kopi atau cuma senang-senang saja, menghabiskan malam dengan teman dan orang-orang tercinta. Bagaimana pun kedai ini juga sering digunakan sebagai business rendezvous.
Mengenal Kopi Pancong
Lorens memesankan kami ikon kedai Winny yakni  kopi pancong. Pancong berasal dari bahasa Cina dialek Singkawang, FANCOW. Dalam bahasa Indonesia berarti Pancung dan berubah jadi Pancong di lidah Melayu Kalimantan Barat.
Saya memandangi gelas belimbing yang separuh ukuran  dari gelas belimbing  yang ada di rumah. Ini kah maksudnya Kopi Pancong? Bahwa cairan beraroma enak ini disajikan dengan memancung bagian atas hingga  tinggal setengahnya?
Diantara keriuhan suara pengunjung, desis air panas yang ke gelas, gerimik minyak panas di penggorengan, saya dan teman-teman ikut tergelak. Seru juga akhirnya bisa mengenal kopi pancong. Nama yang unik dan gimmick yang keren untuk bisnis.
Baca juga Ramu Rasa Kopi Ulubelu Tanggamus Lampung
Sebenarnya saya penggemar kopi manis. Lidah saya menganggap bahwa yang pahit-pahit tidak enak. Namun menurut pakar perkopian kejujuran rasa hanya keluar tatkala seduhan kopi menjauh dari segala macam pemanis. Di tambah lagi, katanya, kopi yang disajikan di Warkop Winny berasal dari biji kopi pilihan yang tumbuh di Kalimantan. Sekedar mencercap rasa dan agar terasa benaran minum kopi, saya tidak mengaduk kopi dalam gelas. Biar kan gula tetap mengendap di bawah.
Pisang Goreng Ponti di Kopi Pancong Kedai Winny
Selain itu teman minum kopi sendiri adalah pisang goreng ponti yang diberi topping  selai yang sangat manis. Dan walau lidah tak kunjung pintar dalam kopi testing, rasa kopi itu lumayan juga.
Kedai Winny bukan satu-satunya warung kopi yang terdapat di Pontianak. Tapi mereka adalah satu-satunya yang teramai menurut Lorens. Apa sih rahasianya? Well, dosa hukumnya bertanya rahasia bisnis kepada para pedagang maka biarkan rahasia itu tersimpan di pemiliknya. Yang jelas minum kopi disini tidak harus merogoh kantong dalam-dalam. Empat gelas kopi pancong dan tiga potong pisang goreng cuma di hargai Rp. 21.000. Walau cuma pesan kopi setengah dan duduk berlama-lama, tak ada yang larang di tempat ini.
Sisa hujan masih tersisa saat kami meninggalkan Kopi Pancong Kedai Winny. Bau aspal menguap di udara. Sampai di hotel sudah sekitar pukul 12.
Kukira kopi pancong bakal membuatku begadang malam itu. Nyatanya tidak! Begitu nempel dikasur rohku segera hilang lenyap, sampai tak ingat nelpon suami di Serpong. Mungkin terbuai oleh semangat para Panglima Burung kali yah selain kafein merupakan zat yang menstimuli rasa bahagia 🙂
Kamu sudah pernah menikmati Kopi Pancong Kedai Winny Pontianak?
Salam,