Agama mengajarkan bahwa di mata Allah derajat manusia sama. Kau dan aku tak beda. Perbedaan hanya menurut tingkat ketaqwaan saja. Walau berkuasa, lebih kaya, lebih pintar, dan seabrek lebih lainnya, dihadapan Tuhan derajatnya tak otomatis lebih tinggi. Tuhan yang terbuka bagi semua golongan tak menilai kualitas kita berdasarkan materi yang kita punya.
Namun dunia dibentuk oleh masyarakat yang jauh dari semangat ketuhanan. Tak bisa eksis tanpa ironi. Hal itu telah ditulis dalam kitab suci, tetap saja aku dan kau beda.
Mengapa Kau dan Aku Beda?
Hukum ekonomi yang berperan disini. Yang kita inginkan banyak tapi jumlahnya terbatas. Maka untuk mendapatkannya kita harus berkompetisi dengan orang lain.
Dalam kompetisi egoisme memainkan peran dalam semangat menegakan eksistensi. Kita merasa lebih istimewa bila sebuah ciri dilekatkan. Merasa “gw banget” jika ciri tersebut berbeda dengan orang lain. Entah itu dalam kekuasaan, kehormatan, atau prestise targetnya selalu ingin lebih unggul dari kelompok atau individu lain.
Stratifikasi Sosial
Kelompok sosial membuat kita nyaman. Maka kita menempatkan diri pada satu golongan/kelompok yang kita inginkan dan paling dekat ciri-cirinya. Entah lebih rendah atau lebih tinggi, ketergantungan berada di dalam kelompok tersebut tak tertahankan.
Maka jangan heran yang datang dari strata sosial atas merasa canggung bergaul dengan kelas di bawahnya. Sebaliknya yang di bawah gagap dan tak nyaman berinteraksi dengan level atas. Profesor merasa gak level kalau mendiskusikan teori Darwin dengan tukang gorengan pinggir jalan.
Penggolongan Subjektif dan Objektif
Penggolangan diri ini terjadi secara Subjektif. Gak ada aturan atau hukum yang melarang Pak Abu Rizal Bakri yang kaya itu tak pantas mendiskusikan soal penerapan harga gula aren aren nasional dengan saya. Cuma karena saya terlanjur menganggap diri lebih rendah, kalau benaran itu terjadi, membayangkan saja sudah kalut. Nanti mau ngomong apa?
Jika ada penggolongan Subjektif, penggolongan Objektif lah yang secara telak membangun kelas-kelas. Tak masalah bagaimana kerasnya kita menolak, kalau tak memiliki uang beberapa milyar yang ngendon beberapa lama dalam suatu bank, Anda tidak akan dimasukan sebagai nasabah Prioritas. Yang gak perlu antri, yang akan dilayani secara pribadi oleh seorang officer ramah dalam sebuah ruang nyaman dan cozy. Dan ini hanya satu contoh. Ditempat lain, kita juga disisihkan berdasarkan rumah dan mobil yang dimiliki. Berdasarkan warna rambut, kulit dan mata. Berdasarkan ilmu dan wawasan. Bahkan kita juga disisihkan berdasarkan agama yang dianut 🙂
Tak sedikit penderitaan umat manusia terjadi akibat dari penggolongan ini. Namun itu tak akan menghapus strata sosial dalam masyarakat. Sebabnya? sebab kita lah, para individu, yang menginginkan itu terjadi.
Salam,