Sebetulnya sudah lama ingin berkunjung ke Danau Ranau yang terletak di Kabupaten Liwa – Lampung Barat ini. Danau Vulkanik yang di kelilingi Gunung Seminung separuhnya terletak di Kecamatan Lombok dan Sukau di Lampung Barat. Sebelahnya lagi di Ogan Komaring Ulu Sumatera Selatan. Teruskan membaca sampai bawah untuk informasi tempat menginap.
Namun ketiadaan informasi, jaraknya yang jauh dari Bandar Lampung dan kalau melihat dari peta Google medannya banyak melalaui hutan lebat, niat tersebut berkali-kali diurungkan. Sampai suatu ketika bertemu Mas Yopie Pangkey, fotografer, sukarelawan penggiat wisata Lampung yang meliput festival danau ranau November lalu.
Sahabat blogger ini membuat niat saya jadi membulat. Apa lagi Mas Yopie meyakinkan bahwa jalan ke Ranau sekarang sangat bagus dan sudah beraspal licin. Paling-paling jarak tempuh dengan kendaraan pribadi berjalan santai sekitar 6 jam. Dia juga memberikan beberapa kontak untuk tempat menginap. Jadi tampaknya tidak ada perlu dikuatirkan.
Baca juga :
- Dataran Tinggi Ranau, Tempat Wisata di Lereng Gunung Kinabalu
- Melintasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Menembus Hutan
- Langit Biru di Karimunjawa
Rute Menuju Danau Ranau dari Bandar Lampung
Maka berangkat lah kami dari Bandar Lampung sekitar pukul 10 pagi tanggal 29 Desember lalu. Rute berangkat yang kami ambil Gunung Sugih, Banjit, Batu Brak, Sukau.
Pemilihan rute ini atas nasihat Mas Yopie dan beberapa orang Lampung lainnya yang kami tanyai. Bukan apa-apa walau ingin berwisata yang sedikit tak biasa namun memastikan bahwa jalan yang akan di lalui aman tetap jadi kebutuhan utama.
Malahan seorang pelanggan Arenga Indonesia yang berasal dari Liwa, jalur yang akan kami lewati nanti, meyakinkan dengan mengatakan bahwa dia sering pulang kampung dengan naik sepeda motor dari Bandar Lampung pada malam hari. Waow!
Dan benar kata semua orang bahwa jalan menuju Danau Ranau Lampung sekarang sangat mulus. Namun kita takan bisa memacu kendaraan kencang-kencang. Disamping badan jalan hanya pas untuk dua mobil, bentuk jalannya sendiri melekuk-lekuk seperti mie keriting.
Bahkan di beberapa tempat belokannya amat tajam. Belum lagi memperhitungkan jurang di tepi. Walau tersamar oleh semak belukar, cukup mengintip sedikit kebawah untuk mengetahui bahwa itu adalah mulut raksa yang dalam. Akan menenggelamkan apapun yang masuk ke dalamnya. Ada dinding lagi granit dan tanah merah yang perlu diperhatikan. Karena kita sedang menelusuri punggung dari anak-anak Bukit Barisan.
Melintasi jalan lintas Bukit Kemuning-Liwa. Dimulai dari Abung Barat terus meluncur ke Liwa-Mura Dua, sampai Sumber Jaya dan Sukau. Benaran perjalanan ke Danau Ranau Liwa ini memompa adrenalin.
Sepanjang jalan hanya ada hutan dan hutan. Kalaupun sesekali bertemu rumah penduduk cuma satu dan dua. Walau demikian kami membuka kaca mobil. Mendengar suara-suara dan mencium bau-bauan yang datang dari kelebatan pohon-pohon di kiri-kanan jalan.
Beberapa kali terlihat monyet sedang becengkerama dan menyusui anak di ranting. Selebihnya hanya kesunyian dan suara mesin mobil. Sesekali juga berpapasan dengan bus dan kendaraan pengangkut hasil pertanian dari pedalaman sehingga tidak merasa tidak begitu terasing.
Perjalanannya Tak Selalu Menembus Hutan
Tapi perjalanan menuju salah satu destinasi wisata alam Lampung ini tidak selalu menembus hutan. Karena kita juga akan melewati bermacam kampung dengan sawah-sawah nan cantik serta rumah-rumah panggung yang terbuat dari kayu.
Nampaknya orang Lampung Barat bertanam padi serentak. Hamparan hiju berkotak-kotak yang lasung bertemu kaki bukit atau hutan merupakan atraksi alam yang tidak akan pernah kita temui di kota.
Di beberapa tempat di atas pematang tumbuh batang kelapa. Cahaya sore membuat pemandangan itu seperti keluar dari lukisan. Dan itu persis seperti lukisan gunung, sawah dan phon kelapa seperti yang diajarkan saat saya SD dulu.
Sementara dari beranda rumah kayu terlihat ibu-ibu dan anak-anak lenggah-lenggah memandang ke jalan. Mungkin selesai masak dan menunggu kedatangan Magrib.
Tempat Menginap di Danau Ranau, Permata Biru Lampung
Sekitar pukul lima perjalanannya kami langsung terbayar lunas. Walau pakai acara nyasar sejenak ke Kota Batue, akhirnya kami sampai di Wisma Satria yang terletak persis di tepi Danau Ranau Lampung. Penginapan ini adalah rumah penduduk yang dijadikan semacam homestay. Jangan pula berharap disini menemukan hotel-hotel mewah macam di Bedugul sebab itu semua tak ada.
Tapi kalau sekedar penginapan memadai ada kok hotel sederhana yang di kelola Dinas Perikanan Lampung Barat dan satu lagi Hotel Seminung. Namun kalau ada yang bertanya soal kontak aku hanya punya Pak Sato pengelola Wisma Satria. Dibawah notes ini ada kontaknya.
Walau akses jalan relatif mudah, mungkin karena jauhnya atau kurangnya fasilitas, tampaknya wisata Danau Ranau Liwa ini belum banyak peminat. Saat tiba di tepi danau satu-satunya pengunjung sore itu adalah keluarga kami.
Begitu pula saat memesan ikan nila bakar di Gayun Lesehan yang juga bisa karaokean dan dibawahnya terdapat tambak ikan. Sejauh mata memandang hanya kerlip lampu dari jukung dan perahu nelayan di tengah danau Ranau Lampung ini.
Tapi tentang syahdunya jangan di kata lagi. Syahdu habis! Sesaat menunggu ikan bakar keluar, kami berempat hanya tercenung, sibuk memaknai panorama alam itu dengan pikiran masing-masing.
Danau Ranau Dan Cerita Rakyat Si Pahit Lidah
Bila ada yang tahu cerita rakyat Sumatera Selatan, Si Pahit Lidah, Danau Ranau Lampung adalah persinggahan pertama Serunting alias Si Pahit Lidah setelah bertapa bertahun-tahun di sebuah gunung dalam rangka mencari kesaktian.
Di tepi Danau ini lah Serunting pertama kali menjajal ilmunya untuk merubah pohon bamu jadi batu. Ceritanya bisa di baca disini
Tempat menginap di tepi Danau Ranau Lampung bisa kontak: Wisma Satria, Pak Sato, 081996951119
Salam,
— Evi