Begitu banyak serpihan pulau yang tersebar di Indonesia. Tak terkecuali disekitaran Pulau Jawa. Pulau-pulau kecil, rekahan dari pulau besar, terkadang tak bernama. Kekerdilannya terkadang juga membuat ia diabaikan seperti Pulau Cangkir yang terletak di Desa Kronjo Kabupaten Tangerang. Ombak terus menggerus tepiannya. Kondisinya mengkuatirkan. Padahal di sini jadi tempat tujuan wisata rohani dengan ziarah ke makam Syekh Waliyuddin atau biasa disebut Pangeran Jaga Lautan. Beliau adalah salah seorang penyebar agama Islam di wilayah Banten. Anak dari Sultan Banten pertama Maulana Hasanudin dan cucu dari Maulana Syarif Hidayatullah dari kesultanan Cirebon.
Wisata Rohani Bersama Ibu-Ibu Majelis Ta’lim
Sekitar pukul dua belas bus yang ditumpangi ibu-ibu Majelis Ta’lim Baitul Makmur Cimanggis-Depok, sampai di Desa Kronjo-Tangerang Utara. Sebelumnya di alun-alun terapat patung cangkir besar sebagai maskot dari kecamatan Kronjo yakni Pulau Cangkir, tempat yang kami tuju. Bus rombongan berhenti tak jauh dari alaun-alun.
Bus tidak memungkinkan lebih dekat lagi ke Pulang Cangkir Kronjo Tangerang ini. Jalannya terlalu kecil dan ringkih. Jadi kami harus berganti kendaraan lebih kecil.
Dengan menyewa mini van (kijang kapsul) Rp. 150.000/trip, memaksakan muatan 10 orang ibu-ibu berbadan subur, dimulailah perjalanan penuh bantingan. Gimana lagi. Para ibu ini ingin hemat ongkos. Walau kondisi jalan sempit dan banyak yang berlubang, guncangan-guncangan itu dinikmati dengan canda dan tawa.
Jarak yang kami tempuh dari lapangan tempat parkir bus sekitar 5 KM. Melewati desa nelayan Kronjo yang halamannya penuh oleh jemuran ikan asin. Di sebelah kanan terlihat anak sungai Cidurian berair coklat yang bermuara ke Pulau Cangkir.
Baca juga :
- Rumah Teh Tibet Sichuan, Aroma Manis Teh Putih
- Makam Pangeran Diponegoro
- Makam Prabu Hariang Kancana atau Mbah Panjalu
Beberapa perahu penangkap ikan meluncur diatasnya pulang melaut. Yang bersandar di tepi sungai juga banyak. Disebelah kiri sepanjang mata memandang tampak kotak-kotak beraturan dari tambak-tambak ikan Bandeng. Pemandangan itu sedikit kontras dengan perkampungan yang tampak menekan dengan bubuk-gubuk bambu reyotnya serta bau amis dari ikan yang sedang di jemur.
Tiba di Pulau Cangkir Kronjo Tangerang
Entah mengapa yang namanya desa nelayan terlihat selalu begitu, sedih dan buram. Mungkin hanya terjadi di Indonesia. Gubuk-gubuk kecil berdinding gedek bambu itu terlihat tua dan pasti juga akrab dengan banjir kalau hujan lebat atau air laut sedang pasang.
Pulau Cangkir Kronjo Tangerang masuk area wisata maritim dari Kabupaten Tangerang. Entah apa yang terjadi kondisinya telihat sedikit mengenaskan.
Padahal Banten tak begitu jauh dari sini. Begitu juga ibu kota Kabupaten Tangerang jaraknya cuma sepelemparan batu.
Melihat kondisi pulau sepertinya tak banyak terlihat campur tangan pemerintah dalam menjaga kelangsungan hidupnya. Pantai dibiarkan telanjang. Tak ada hutan bakau yang bisa menahan gerusan ombak. Tidak pula tampak pemecah ombak atau dermaga beton agar bisa menahan terjangan air laut ke darat.
Konon sekitar tiga tahun lalu luas pulau ini sekitar 4.5 Ha dan sekarang cuma tinggal 2.5 Ha. Jika Pemda Provinsi Banten tak segera melakukan sesuatu bukan tak mungkin suatu saat Pulau Cangkir cuma tinggal nama.
Ziarah Makam Syekh Waliyuddin, Makam Keramat di Tangerang
Disamping pantainya memang indah, yang pada hari libur banyak dikunjungi wisatawan lokal, ikon wisata utama di Pulau Cangkir adalah makam keramat Syekh Waliyudin atau terkenal dengan sebutan Pangeran Jaga Lautan Pulau Cangkir.
Menurut cerita sejarah beliau adalah putera Sultan Banten Maulana Hassanudin dari seorang selir. Kedatangannya kesini disuruh sang ayahnda untuk mengajarkan agama kepada penduduk lokal.
Selain makam keramat Pangeran Jaga Lautan, terdapat benda yang dianggap penduduk juga bersejarah dan keramat yaitu ”Gentong Air Manakib Syeikh Abdul Qodir Jailani”. Karomah dari air gentong ini adalah berisi air tawar. Meskipun berada ditengah laut tapi air gentong tidak terasa asin, rasanya tawar seperti air sumur biasa.
Dan air ini juga tidak pernah surut meskipun tiap hari diambil dan digunakan baik oleh warga sekitar maupun para peziarah yang setiap harinya datang kepulau Cangkir tersebut.
Dan air Gentong ini dipercaya memiliki banyak manfaat. Ada yang menggunakannya sebagai obat penyembuh berbagai penyakit dan ada juga yang menggunakannya untyuk cuci muka agar awet muda.Meskipun masih mitos, tapi warga setempat dan para peziarah mempercayai hal tersebut.
Baca juga : Makam Keramat Panjang di Pulau Angso Duo
Makam Keramat Syekh Waliyudin di Pulau Cangkir Kronjo Tangerang
Memasuki rumah ruang pemakaman, suasana khusuk langsung saja terasa. Meski berada di tepi laut dengan air laut yang terasa menusuk hidung, namun di dalam makam Syekh Waliyudin udara terasa sejuk.
Saya seperti biasa, diantara dengung doa yang dipanjatkan para peziarah lebih suka melamun. Menatap dengan perasaan yang sedang terbang ke langit ke dalam makam yang dipagar besi dan diberi kelambu putih. Setelah membacakan Al Fatihah saya ikut mendoakan para peziarah. Jika mereka datang dengan hajat, semoga dikabulkan. Dan untuk saya sendiri semoga selalu diberkati untuk bisa mengunjungi makam-makam seperti ini lebih banyak lagi.
Setelah itu saya lebih suka berjalan-jalan di kawasan yang tak jauh dari lokasi makam.
Sekalipun aksesnya sedikit sulit, keindahan di Pulau Cangkir Kronjo Tangerang bisa bisa dinikmati lewat hutan bakau yang tumbuh di sepanjang jalan masuk. Barisan pohon bakau yang tumbuh di sepanjang perairan membuat Pulau Cangkir terlihat elok.
Di pulaunya sendiri selain menikmati ombak yang terasa begitu dekat, tumbuh aneka pepohon besar yang dipelihara dengan baik oleh penduduk. Salah satunya pohon Kepuh dan Bukan Buah Gayam. Pohonnya yang tinggi dan sedang berbuah lebat menimbulkan perasaan takjub.
Sekarang Pulau Cangkir dan daratan Pulau Jawa terhubung. Pembangunan jalan tersebut dilakukan untuk memudahkan para pengunjung yang ziarah ke Makam Syekh Waliyuddin yang datang dari pelosok tanah air. Apa lagi pada bulan Muharam tempat ini sangat ramai, mungkin ribet juga kalau harus menyeberang menggunakan perahu.
Salam,
— Evi