Jakarta itu ibarat gadis cantik tapi mengidap sakit kelamin. Sebagian dari dirinya membuat orang jatuh cinta dan sebagian, kalau bisa, tak bersentuhan karena menakutkan. Pandanglah gedung2 pencakar langit, masuk lah ke mal kelas atas, dan cobai sarana hiburannya yang aduhai. Dan tunggulah kedatangan malam, maka lampu-lampu kota sejenak menggantikan matahasi. Kecermerlangannya membuat kunang-kunang jadi gak ada apa-apanya.
Benar lah kata orang bahwa Jakarta adalah kota serba ada. Yang kaya ada, yang miskin apa lagi. Inilah sebuah tempat berkumpulnya orang dengan kekayaan ampun-ampunan. Dan inilah juga rumah bagi mereka yang nestapa .
Foto diatas saya ambil di Muara Baru. Tempat persinggahan Fatahillah pertama di Jayakarta ini lingkunganya sangat mengharukan. Panas sedang garang namun jalan mereka tampaknya tak pernah kering dari air. Rumah, pabrik, toko dan pasar himpit-himpitan. Saya agak miris, Sunda Kelapa diiklan Pemda DKI sebagai daerah tujuan wisata sejarah. Kemarin bertemu tiga orang bule baru keluar dari Menara syah Bandar. Tapi sejak Ali Sadikin-sampai Bang Bowo, tempat tersebut tak beringsut dari pemandangan abad ke-17. Apa mereka gak malu mempertontonkan kemiskinan pada dunia?
Kembali ke foto saya. Bapak itu sedang melamun di bawah payung yang tadinya entah berfungsi sebagai apa. Tampak sedang melepas lelah sambil memikirkan sesuatu. Sementara di depan motor bututnya menunggu dengan setia. Bapak di latar belakang juga sedang melamun diantara ban bekas, air kotor, becak dan tiga wanita yang sedang melintas.
Ohya sebelumnya, sebelum melintas di muara baru, saya melewati jalan yang ramai oleh raungan sirine. Kirain apa, gak tahunya polisi yang sedang membukakan jalan untuk mobil pejabat di belakang. Saya jarang menyumpah namun untuk kali itu saya kecualikan. Sudah tahu jalan macet, hari panas pula, lah kok enak saja suruh orang lain minggir. Mbok ikut antri dan rasakan juga penderitaan orang lain?
Nah saya kepikiran, ada satu sifat jelek dari aparat penguasa. Mereka seperti burung unta, suka membenamkan kepala dalam pasir agar tak bersua realita. Kalau suatu saat SBY untuk suatu kepentingan melintas di Mura Baru, saya yakin pemandangan jelek seperti yang saya nikmati diatas takan ada. Karena Fauzi Bowo dan bawahannya akan membereskan itu terlebih dahulu, menutup apa yang perlu di tutup dan membuat tontonan kemiskinan itu agak sedikit romantis: Masyarakat yang sedang membangun….
Masyarakat yang sedang membangun kok gak pernah habis? Menjengkelkan gak sih kawans?
— Evi