Mengapa manusia takut pada ular? Tak ada kehadiran hewan yangn paling sering disalah artikan selain ular. Imaji hewan melata ini dalam kebudyaan kita begitu buruk. Dia muncul sebagai perlambang dari penggoda, setan, kekuatan gelap, tukang sihir dan ilmu hitam. Bahkan tak sedikit peribahasa berkonotasi negatif refrensinya adalah ular. Pernah dengar orang mengatakan bagai ular berkepala dua kan? Itu dialamatkan pada orang munafik dan tukang fitnah. Bagai ketiak ular untuk mereka yang tak konsisten dan mudah berubah pikiran.
Saya tak kecuali, takut ular. Tapi untuk memenuhi rasa ingin tahu maka ikut menongkrongi workshop tentang King Cobra oleh Indonesia Snakes Handler, pada Festival Desa kemarin.
Mengenal Ular Cobra
Cobra atau ular sendok adalah nama umum yang digunakan untuk merujuk pada sekelompok ular berbisa yang dikenal sebagai elapid, yang sebagian besar termasuk dalam genus Naja. Semua kobra berbisa, dan sebagian besar mampu menghasilkan tudung atau bentuknya yang seperti sendok itu saat terancam. Setidaknya ada 10 jenis ular sendok yang tersebar di seluruh dunia. Mulai dari yang berbisa sedikit sampai yang paling berbisa.
Yang paling berbisa adalah Cobra India dengan nama latin Naja naja. Kobra India adalah anggota dari “empat besar” yang merupakan empat spesies ular yang bertanggung jawab atas sebagian besar gigitan ular pada manusia di India. Namun, kobra India, terlepas dari reputasinya yang ganas, sangat dihormati oleh umat Hindu dan bahkan disembah selama festival Hindu Nag Panchami.Â
Ular itu ditemukan di hutan lebat dan terbuka, medan berbatu, lahan basah, ladang tanaman, dan bahkan pemukiman manusia.
Sementara yang saya potret di atas adalah King Cobra, jenis yang paling berbisa kedua setelah Naja Naja. Tapi sanggup mematikan gajah dalam waktu 5 jam. Sedang manusia yang tergigit akan selesai dalam 2 jam saja.
Baca juga:
Mengapa Manusia Takut Ular
Kamu takut ular? Jangan kuatir, hampir semua orang takut pada hewan melata ini. Bahkan dari penelitian ilmiah, manusia sudah takut ular sejak bayi.
Ceritanya para peneliti melakukan percobaan pada bayi berusia 6 bulan dengan menunjukkan 4 gambar. Mereka adalah gambar ular, laba-laba, bunga, dan ikan. Peneliti ingin memahami makhluk mana yang lebih atau kurang menakutkan bagi bayi.
Para ilmuwan itu akan mengukur perubahan pelebaran pupil saat mereka menunjukan gambar secara bergantian. Cara ini memungkinkan untuk membuat pengamatan penting. Karena bayi kemungkinan tidak memiliki atau tidak ada kesempatan sama sekali bersentuhan dengan benda-benda dalam gambar. Mereka ingin tahu gambar mana yang menunjukkan reaksi stres kepada bayi ketika mereka melihat ular atau laba-laba.
Menurut para ilmuwan, bayi-bayi itu memiliki pupil yang jauh lebih besar ketika mereka melihat gambar ular atau laba-laba versus gambar bunga atau ikan (dengan ukuran dan warna yang sama). Mereka mencatat bahwa bahkan yang termuda dari kelompok itu tampak tertekan oleh gambar-gambar ular dan laba-laba.
Tampaknya manusia takut ular sudah dari sononya ya, teman-teman.
Warisan Leluhur
Jadi mengapa manusia takut pada ular? Peneliti berkesimpulan bahwa nenek moyang kita lah yang bertanggung jawab! Ini terkait dengan asal-usul evolusi kita. Reaksi stres saat kita memandang hewan melata itu diturunkan atau diajarkan secara genetis bahwa ular adalah makhluk berbahaya.Â
Dan karena penelitian lain menunjukkan bahwa bayi pada dasarnya tidak takut pada hewan lain yang secara teoritis berbahaya seperti beruang. Tim peneliti percaya bahwa nenek moyang kita lebih dari 40 juta tahun lalu sudah hidup bersama dan takut kepada ular. Mereka hidup dengan hewan melata ini jauh lebih lama atau lebih dalam daripada dengan hewan lainnya.
Dari mengenal ular lebih dekat seperti ini kita jadi gak heran ya mengapa ular bereputasi sangat buruk dalam peradaban kita? Kalau melihat ular insting membunuh manusia langsung ke luar. Kalau ularnya kecil orang akan mencari galah untuk memukulnya sampai mati. Tapi kalau besar dan panjang, ketakutan yang amat dalam langsung menguasai. Tak jarang membuat kita lumpuh. Pada situasi seperti itu kita berharap semua orang bisa jadi pawang.
Rantai Makanan
Manusia boleh takut pada ular. Kita dan ular hidup di teritori masing-masing. Sepanjang tidak membuat perlintasan antar teritori tak perlu ada yang dikorbankan.
Sayangnya manusia selalu di desak kebutuhan, ekspansi lahan dan menerabas ke wilayah hidup makhluk melata ini. Tak heran akhirnya mereka kocar-kacir, mencari makan ke kampung-kampung dengan mencuri ternak, atau menempuh kesialan dengan melintasi jalan manusia yang berakhir dengan pembunuhan.
Padahal makhluk bersisik ini masuk ke dalam rantai makanan. Diawali oleh tumbuhan sebagai produsen yang akan dimakan oleh komsumen pertama seperti tikus. Tikus dimakan oleh ular. Ular mati dan mengurai di tanah akan kembali pada kesuburan tanaman.
Benarkah Ular Takut Pada Garam?
Manusia takut pada ular sudah jelas. Tapi bahwa ular takut garam, apakah benar?
Memang sudah terlanjur menyebar di masyarakat bahwa ular takut pada garam. Saya dulu kalau camping sekeliling tenda ditaburi garam agar ular enggan mendekat.
Tapi ternyata itu mitos. Ular tidak takut garam. Selain dia tidak berlendir seperti belut, kru Indonesia Snakes Handler sudah melakukan berbagai percobaan untuk mengatakan bahwa mitos itu tidak betul.
Walau lebih mengenal ular sedikit sekarang, tetap saja amit-amit jika harus berhadapan dengan hewan ini. Lihatlah betapa jumawanya dia!
Bagaimana denganmu kawans, pernah kah bertemu ular yang membuatmu lari puntang-panting?
–Evi