Eviindrawanto.Com – Tubuh Perempuan Dalam Konstruksi Sosial – Sekelompok pria nongkrong dan sedang bersenda gurau di suatu perkampungan padat dan gang di gang sempit di Jakarta. Tak lama lewat perempuan berpakaian yang menonjolkan semua keindahan di tubuhnya. Tak pakai lama, sembulan dengan lengkungan indah dari balik kaos dan jeans ketat itu mengundang aneka komentar. Â Temans bisa mengira apa komentar mereka?
” Busyetttt itu perempuan…” yang diikuti suara cekikan dan omong tak bermutu tipikal Hitler lainnya.
Gosip Tentang Perempuan dari Warung Nasi
Saya lihat dan dengar peristiwa itu dari dalam sebuah warung nasi yang tak jauh dari tempat mereka bergerombol. Didorong rasa ingin tahu, saya juga mengikuti objek pembicaraan mereka dari balik kain gorden setengah tiang dari jendela warung.
Tampaknya yang jadi pusat pembicaraan tak peduli, mungkin sudah terbiasa. Malah sang ratu dengan sengaja menambah intensitas lengok di pinggulnya. Daging sekal berayun-ayun ke kiri-kanan membuat para penggoda makin gila. Saya jadi ikut tertawa. Senang perempuan muda itu bisa membalas dengan cara seperti itu.
Saya kembali duduk. Menikmati makan siang dengan sepiring nasi putih, sayur lodeh dan sepotong ikan kembung goreng. Saya pun menikmati kopi susu dan pisang goreng. Sambil makan memasang kuping erat-erat atas pembicaraan lanjutan. Senang mendengar mereka ngegosip. Memang tubuh wanita muda itu masuk dalam kategori sexy. Buah buah dada besar, perut rata dan pantat nya mengingatkan pada para penari jaipong. Suami saya juga kagum dan menyebutnya wanita bahenol.
Perempuan Dan Cara Berpakaiannya
Dalam konteks suit-suit di gang sempi, tubuh perempuan adalah inspirasi. Payudara dan pinggulnya tak cuma mengundang “komentar bernada kurang ajar” tapi juga sumber interprestasi. Interprestasi tubuh perempuan yang lahir dalam konstruksi sosial dari tempat para pemuda itu itu hidup.
Jika jika ratu kita lewat dengan  menutupi seluruh anggota badan dengan pakaian longgar, menyembunyikan semua keseksiannya, para lelaki itu pasti mengasosiakannya sebagai “perempuan baik-baik”. Wanita yang harus dihormati, tak pantas di goda
Jika sebaliknya, mereka pantas di berikan suit dan komentar “konyol”. Orang-orang yang mirip kelompok lelaki itu  merasa berhak berkomentar tak senonoh tentang perempuan yang mereka angap tidak baik. Dalam hati saya tertawa, kalau saja kalian sadar bahwa banyak dari jenis kalian yang telah jadi korban karena termakan asosiasi sendiri, pasti  komentar-komentar jail itu  takan keluar.
Baca Juga:
Dari Fungsi Biologis Sampai Sumber Hukum dan Aturan Sosial
Rahim dan payudara perempuan  tak sekadar berfungsi biologis tapi juga  jadi  sumber ide dari berbagai hukum dan aturan sosial. Tak hanya di Indonesia tapi  di seluruh dunia.
Misalnya saat  mengandung yang membuat gerakan melambat adalah sumber yang memposisikan perempuan sebagai makhluk lemah.  Karena  yang kuat  harus melindungi yang lemah maka berbagai macam aturan “perlindungan gender” pun lahir. Â
Karena perempuan juga terpaksa tinggal lebih lama dalam  gua karena  melahirkan, menyusui dan merawat bayinya, terus di fitrahkan sebagai mahkluk domestik feminism. Ini lah penyebab pemisahan perempuan di luar konteks dinamika maskulinisme.
Tubuh Perempuan dan Revolusi Sosial
Bagian tubuh perempuan tak hanya membentuk konstruksi tapi juga revolusi sosial. seperti rahim dan payudara juga penyebab revolusi sosial. Dari masyarakat berpindah (nomaden) menjadi masyarakat menetap. Perempuan lah yang menemukan sistem bercocok  tanam.
Penyebabnya adalah lah rahim dan payudara. Karena selama mengandung dan menyusui lebih banyak tinggal di gua tak menjamin selalu tersedia  binatang buruan.  Maka perempuan bergeser ke  tepi sungai.
Sungai ternyata tidak hanya menawarkan ikan untuk dikonsumsi, tapi juga air sebagai kebutuhan dasar untuk dalam membesarkan anak-anak. Sisa biji-biji dari makanan yang dilempat sembarangan  tumbuh subur pada bantaran sungai. Dan dari sana lah kisah bercocok tanam dimulai.
Sekarang masyarakat tak melulu hidup dari bercocok tanam. Pengetahuan dan pertukaran informasi menumbuhkan seni pemahaman lebih dalam terhadap anggota tubuh perempuan. Hanya saja memang tidak semua lelaki mengalami transformasi. Setidaknya gerombolan dalam gang itu, yang masih memandang payudara dan pinggul sebagai sumber ide pikiran mesum.
Bagaimana dengan kamu temans, apa konstruksi sosial yang kamu pegang terhadap tubuh perempuan? Apa pikirmu tentang perempuan berpakain sexy?