Kartini Pinggiran Butuh Perhatian – Setiap tahun peringatan untuk mengenang jasa-jasa Ibu Kartini berlangsung semarak. Tak terkecuali tahun ini. Wanita dan anak perempuan berdandan cantik, mengenakan busana nasional, dan bahkan sanggulan. Semua tersenyum sumringah.
Semangat Kartini terkait pada akses pendidikan, tanpa memandang jender. Lelaki-perempuan berhak mengenyam pendidikan sampai kemanapun sebatas kemampuan. Dengan pendidikan, diharapkan, pintu kesempatan untuk hidup lebih baik akan terbuka. Begitu pun, pendidikan membuka akses terhadap peluang ekonomi.
Baca juga Tiga Cara Mengurangi Pengemis
Kartini Indonesia yang Kurang Beruntung
Adalah fakta bahwa masih banyak wanita yang dipinggirkan nasib di negara tercinta ini. Mereka yang tak merayakan Hari Kartini dengan makeup dan sanggul. Tidak begitu abai dengan lomba memasak dan keterampilan wanita.
Seperti yang saya temukan di Brebes beberapa saat lalu.
Dua orang ibu sepuh, pengemis, berjalan tertatih dari toko ke toko di sepanjang komplek Pusat Oleh-Oleh Brebes. Matahari sedang terik membakar. Kulit mereka keriput, hitam dan tampak getas. Menyodorkan tangan kepada wisatawan yg sedang belanja bawang dan telur asin.
Ada yang memberi, ada pula yang cuek saja.
Salah seorang, ibu dengan baju bunga-bunga, sepertinya belum mendapat sedikitpun saat itu. Setelah beberapa lama ia berhenti, berdiri dan termangu menatap orang-orang yang sedang belanja. Entah apa yang di pikirkannya. Mungkinkah berhap bahwa dia salah seorang dari mereka?
Baca juga :Â Selamat Hari Kartini Kaum Muda Indonesia
Mengemis pun Perlu Keteguhan Hati
Ibu yang berbaju kuning lain lagi. Ia menggambarkan bahwa perempuan Indonesia tidak lemah. Tidak mudah menyerah. Terlihat dari mengemis pun butuh mental tahan banting.
Seperti ibu berbaju bunga, ibu berbaju kuning juga ditolak berkali-kali. Ia dicuekin dan dianggap tak ada. Pengunjung toko hanya fokus pada aktivitas mereka.
Tapi ibu ini tak bergeming. Terus saja bersender pada tiang listrik sambil menyodorkan tangan.
Baca juga:Â Ikut Keramaian Kartini Cilik
Tapi akhirnya seseorang keluar dari dalam toko dan memberi ibu ini dua keping uang logam. Mungkin mangkal di sana berpotensi mengganggu kenyamanan pelanggan toko tersebut jadi disuruh pergi dengan memberinyanya uang.
Tapi ia tak benar-benar pergi. Ia hanya pindah ke muka toko yang lain. Karena di sana tak ada tiang listrik, alih-alih ia berjongkok. Meneruskan menadahkan tangan.
Baca juga:Â Menundukan Diri Sendiri
Kartini Pinggiran Butuh Perhatian Kita Semua
Saya sudah kehilangan minat untuk belanja. Alih-alih meminta keponakan untuk melakukannya. Lalu menghampiri dua orang ibu itu satu persatu dan memberi mereka uang sekadarnya.
Setelah itu saya menyimpan camera dan kembali ke mobil dengan perasaan marah. Entah marah pada siapa. Mungkin pada diri sendiri yang tak bisa berbuat lebih banyak untuk sesama. Jelas kartini pinggiran butuh perhatian kita semua.
Bagaimana kalau itu adalah nenek atau ibu kamu?
Tapi kalau saja bisa nonjok muka-muka begajulan tukang rampok duit rakyat, rasanya pasti jauh lebih menyenangkan.