Walau sering membaca dan mendengar tentang hak asasi manusia (HAM), sejujurnya konsep itu cuma bayang-bayang dalam kepala saya. Itu pun yang mampir karena muncul di koran dan televisi. Seperti peristiwa Mesuji, ketika petani dibantai di kampungnya sendiri. Dalam kekerasan kasat mata itu terlihat HAM di dalamnya. Pelanggaran HAM tepatnya. Setelah itu gelap kembali. Saya pikir HAM itu bukan urusan ibu rumah tangga 🙂
Gara-gara melihat ada kompetisi blog soal HAM, saya tertarik mengetahui lebih lanjut apa HAM sesungguhnya? Oh itu tentang hak yang kita bawa sejak lahir dan dilindungi undang-undang. Agama yang kita pilih, organisasi yang kita masuki, berkumpul dan jatuh cinta dengan siapa, sekolah dimana dan setinggi apa, adalah sekelumit kecil dimana hak dalam memilih yang dilindungi undang-undang. Sering dengar kebebasan berekspresi kan? Itu juga adalah soal hak asasi manusia. Hak asasi ini dan hak-hak lain diatas hanya bisa dicabut melalui proses hukum. Misalnya jika melakukan kejahatan dan pengadilan menjatuhkan hukuman kurung, hak kita bebas jalan-jalan di mall akan dicabut.
Dari ketertarikan soal HAM saya sampai melipir ke Perubahan UUD 1945. Bab XA membahas tentang Hak Asasi Manusia. Dari sana sedikit paham bahwa ruang lingkup HAM itu luas sekali. Jadi saya pikir mustahil juga dalam waktu singkat memahami HAM secara konprehensif. Saya memutuskan memahami dari hak ekonomi dulu. Bidang itu lebih dekat dengan keseharian saya. Dan hak ekonomi terangkai bersama hak sosial dan budaya.
Dan busyet! Dalam Perubahan UUD 1945 tidak terdapat secara khusus ayat-ayat yang membahas tentang hak ekonomi, sosial dan budaya. Hak tersebut masih tersebar di pasal-pasal pada batang tubuh Perubahan UUD 1945. Kok bisa gitu ya? Padahal tugas negara melindungi dan memastikan hak asasi warganya dilaksanakan dengan baik. Baik lah! Mungkin tidak perlu juga rincian di sana. Kita masuh punya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) kan. Yang jelas salah satu dari hak asasi kita adalah negara berkewajiban dalam pemenuhan ekonomi, sosial dan budaya.
Hak Orang Miskin atas Kesejahteraan
Saya jadi dapat perspektif baru. Mencoba melihat sekeliling dengan perspektif tersebut. Apa yang terjadi? Memang sudah lama menyadari bahwa kemiskinan adalah tontonan sehari-hari. Namun bisa dikatakan bahwa Indonesia ini adalah negara yang penduduknya mayoritas miskin. Kebangetan miskin. Tersebar dari desa sampai kota. Sejarah kita juga begitu panjang dengan kemiskinan. Nah kemana saja negara selama ini?
Apa sih Kemiskinan itu?
Menurut pasal 1 ayat (1) UU Fakir Miskin : Fakir miskin adalah Orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai mata pencaharian, tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya. Ditambah lagi pasal 34 ayat (1) UUD 1945 bahwa orang miskin, wanita dan anak-anak terlantar dilindungi negara.
Tapi saya amat yakin bahwa ibu pengemis yang tertidur di lampu merah diatas tak dijamin negara. Jangankan menjamin tahu saja mungkin tidak.
Padahal dalam diri ibu pengemis dan orang-orang yang senasib dengannya melekat hak kesejahteraan seperti ini :
- Memperoleh kecukupan pangan, sandang dan perumahan.
- Memperoleh pelayanan kesehatan,
- Memperoleh pendidikan yang dapat meningkatkan martabatnya
- Mendapatkan perlindungan sosial dalam membangun, mengembangkan, dan memberdayakan diri dan keluarganya sesuai dengan karakter budayanya
- Mendapatkan pelayanan sosial melalui jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan rehabilitasi sosial dalam membangun, mengembangkan dan memberdayakan diri dan keluarganya.
- Memperoleh derajat kehidupan yang layak
- Memperoleh lingkungan hidup yang sehat
- Meningkatkan kondisi kesejahteraan yang berkesinambungan
- Memperoleh pekerjaan dan kesempatan berusaha.
Karena ibu pengemis itu tak mendapat hak kesejahteraan dari negara, dari sudut pandang ini, boleh dikatakan negara telah melakukan pelanggaran. Negara melakukan pelanggaran karena gagal memenuhi hak asasi warganya atas kesejahteraan, terutama di bidang ekonomi.
Kalau begitu mesti diapakan negara seperti ini? Apakah hak atas kesejahteraan yang tak terpenuhi ini bisa dituntut secara hukum?
Pendapatmu, kawans?
Salam
— Evi
Refrensi dari sini : http://dinsos.acehprov.go.id/artikel/implikasi-uu-fakir-miskin-sebuah-catatan-awal