Kunjunganku ke rumah kakak suatu siang di daerah Depok berbuah surprise. Aku sedang menepikan mobil dan tiba-tiba lewat sepeda motor yang dikemudikan remaja putri. Dibelakangnya duduk seorang ibu. ” Evi!” Panggil ibu itu. Tentu saja aku terkejut sebab itu Lila (bukan nama sebenarnya –red), tetangga dan sekaligus teman karib sejak keluarga kami pindah ke kampung itu. Setahuku sejak menikah Lila pindah ke Kalimantan dan dalam kepalaku saat itu dia masih berada disana.Tapi dengan tertawa-tawa dia turun dari boncengan dan datang menghampiri. Tentu saja perjumpaan seperti ini jadi meriah. Pakai teriakan-teriakan norak eks dua gadis kampung. Berpelukan ala Tele Tubbies, bertukar cium pipi kiri-kanan, hamburan kata kangen, kenangan, waktu , kami tidak banyak berubah, dll.
Tentu saja kami banyak berubah. Siapa yang sanggup menghapus jejak waktu di tubuh, rambut dan wajah masing-masing? Yang jelas pertemuan ini amat mengejutkan, terutama untukku. Sungguh! Karena beberapa hari sebelumnya aku terus kepikiran tentang dia. Waktu bertanya pada kakak, menurutnya, Lila masih di Kalimantan. Tapi sesekali Lila terlihat di rumah ibunya yang sekarang lebih banyak tinggal di tempat tidur karena sakit-sakitan.
Law of Attractions
Dalam kegembiraan itu sempat aku aku singgung, boleh percaya boleh tidak tapi hukum daya tarik tengah berlangsung. Aku berpikir tentangnya dan malah sempat bertanya tentangnya tanpa kepikiran sama sekali hari itu kami bertemu di depan rumah kakak. Hanya sayang, tampaknya sobatku itu tidak punya gambaran apapun tentang buku The Secrets dan hukum daya tarik yang dibahas di dalamnya. Maka pembicaraan seputar The Law of Attraction (LoA) jadi di luar konteks.
Obrolan di tepi jalan berakhir dengan janji bahwa setelah menyelesaikan urusan dia akan kembali. Dan sorenya dia kembali. Kali ini kami ngobrol di teras rumah kakak.
Yang meningggalkan kesan mendalam untukku adalah fakta bahwa Lila tampaknya memiliki karakter positif. Seingatku dia dulu tak seperti itu. Namun dalam reuni kemarin Lila menampilkan perangai yang aku pikir sangat menguntungkan dalam situasi seperti yang dihadapinya. Dia termasuk seseorang yang berusaha melihat sisi baik dari semua peristiwa yang melintasi jalan hidupnya.
Dulu kami biasa bertukar cerita bahkan yang paling rahasia dalam hidup. Tak kecuali kemarin. Dia mengatakan beruntung mengetahui kesalahan yang terjadi dalam rumah tangganya lebih awal sehingga dapat membuat keputusan lebih cepat. Keputusan akhir adalah meninggalkan Kalimantan, pulang ke rumah Ibu. Kebetulan ayahnya sudah lama meninggal dan sang ibu juga butuh perhatian khusus.
Aku terharu mendengar pengakuannya bahwa dia merasa beruntung. Beruntung telah ditegur oleh Allah. Beruntung mengetahui sang suami tidak bisa hidup tanpa dia dan anak-anak lalu memutuskan ikut pindah. Padahal di Kalimantan secara ekonomi keluarga lebih mapan. Tak seperti sekarang harus memulai dari nol kembali. Namun dia beruntung masih diberi kesempatan untuk belajar.
Apa sih keberuntungan, eniwe?
Lila akan memulai hidupnya dari awal lagi. Sahabatku itu mengatakan dia tidak pandai namun merasa punya bakat dagang. Dia akan memulai bisnis bersama suami. Produk sudah di rancang dan pasar akan dicari. “Bukan kah tak ada tembok yang terlalu tinggi, rintangan yang terlalu besar bagi mereka yang tahu apa yang mereka inginkan?” Ucapnya penuh retorika. Namun apa bolah buat, itu betul sobat!
Setelah itu aku melamunkan konsep keberuntungan. Apakah keberuntungan mempunyai para meter?Apakah keberuntungan sama dengan mendapat lotre? Bila dapat lotre adalah keberuntungan, apakah itu sama dengan mereka yang berusaha mendatangkannya ke dalam hidup mereka?
Jadi, apa sih keberuntungan, sobat?
Salam,
— Evi