Situ Lengkong adalah sebuah danau yang terletak Kecamatan Panjalu, Ciamis, Jawa Barat. Dalam Bahasa Sunda disebut Situ merupakan destinasi wisata ziarah yang terpadu dengan wisata alam. Selain lokasinya memang indah, Pulau Nusa Larangan yang terletak di tengah danau punya cerita sejarah menarik. Begitu pun ada taman dan cafe yang dibangun sebagai fasilitas, membuat Situ Panajalu ini ramai juga oleh wisatawan biasa. Terutama di akhir pekan.
Bekas Ibu Kota Kerajaan Panjalu
Yang menarik kalau main ke Situ Lengkong Panjalu ini adalah muatan sejarahnya. Tempat ini dulunya merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Panjalu Ciamis. Suatu kerajaan bercorak Hindu yang terletak di ketinggian 731 m dpl dan berada kaki Gunung Sawal (1764 m dpl) Jawa Barat. Airnya berwarna hijau kecoklatan, sekeliling rimbun pepohonan, dan barisan pegunungan di kejauhan.
Di tengahnya terdapat pulau kecil bernama Nusa Larang atau Nusa Gede. Ada juga yang menyebutnya sebagai Nusa Panjalu. Di tempat ini lah dimakamkan raja Islam Pajajaran bernama Prabu Harian Kancana, yang tiap tahun ramai didatangi para peziarah dari seluruh nusantara.
Wilayah Cagar Alam Sejak Zaman Belanda
Potensi alamnya membuat pemerintahan Hindia Belanda terpanggil menetapkan Situ Lengkong Panjalu sebagai cagar alam (Natuurmonument). Dilegasasi oleh Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda (Besluit van den Gouverneur-Generaal van Nederlandsch Indie), nomor 6 pada tanggal 21 Februari 1919.
Saat ini karena pentingnya kawasan Panjalu sebagai cikal bakal kerajaan Sunda Kawali, Pemerintah Propinsi Jawa Barat, pada tanggal 17 Maret tahun 2004 mengukuhkan panjalu sebagai desa wisata.
Menikmat Panorama Situ Lengkong dari Cafe
Suatu siang saya duduk di Cafe yang berdiri di tepi Situ Lengkong Panjalu. Ditemani segelas kopi susu gula aren dan sepiring gado-gado. Panas terik ditingkahi angin sepoi. Perahu para peziarah mundar-mandir antara dermaga dan Nusa Gede.
Dengan latar belakang sawah dan ladang, air situ lengkong panjalu memantulkan cahaya hijau seperti zambrud, rasanya seperti berada di dunia lain. Dunianya Prabu Rahyang Kancana. Atau mungkin lebih tua yaitu Prabu Sanghyang Borosngora, sosok yang dipercayai masyarakat setempat sebagai pembuat Situ Lengkong.
Sementara itu terlihat juga dua orang lelaki sedang menjala ikan. Dengan cahaya backlite siluet mereka seperti menari-nari. Satu memegang dan jala, yang satu lagi mendayung perahu. Kerjasama harmonis.
Baca juga : Wisata Alam di Bandung, Murah Tapi Bikin Lidah Berdecak
Mengais Rejeki di Situ Lengkong Panjalu
Menggantung rejeki sepenuhnya kepada alam tampaknya riskan. Setidaknya dalam mencari ikan di Situ Lengkong Panjalu. Entah berapa banyak orang sudah mengambil ikan dari situ ini tanpa ada tindakan melepas kembali. Jadi walau si Bapak melempar jaringnya berulang kali, tak terlihat satu pun ikan tersangkut pada jaringnya. Saya kira ikannya sudah habis. Atau lebih suka bersembunyi di balik semak yang menjorok ke tepi danau.
Menurut teman ngopi saya, Situ Lengkong banyak menyimpan ikan mujair varitas lokal. Dagingnya empuk dan manis. Selain itu juga banyak ikan kecil warna-warni yang biasanya dijual sebagai ikan hias. Tapi melihat dua nelayan tersebut saya berpikir, dulunya Situ Lengkong mungkin banyak ikan.
Sepertinya tanpa memperhatikan kelangsungan hidup mereka, seperti ikan-ikan kecil turut pula diambil, Danau Panjalu kurang berpengharapan lagi sebagai sumber ekonomi perikanan.
Baca juga : Legenda Putri Biru Danau Tambing
Inilah mereka :
Begitulah siang saya dari cafe di tepi Danau Panjalu. Hati saya pergi ke bapak-bapak penjala ikan. Sampai kopi dan makanan saya habis mereka masih terus mencoba. Berkali-kali pula jala ditarik dengan nihil. Saya tak mau melihat lagi. Sesuatu dalam dada saya terlalu menekan.
Salam,