Perlukah Cinta Dijelaskan? Saya pecinta puisi Jalalludin Rumi, penyair sufi yang kejeniusannya telah membius dunia. Selalu terpesona dengan caranya merangkai kata. Ia seperti melihat ke taman sari, menemukan bunga-bunga cinta untuk ia susun menjadi kalimat indah. Membuat saya tercenung dan berpikir. Seperti dalam puisi Karena Cinta ini : Kerana cinta duri menjadi mawar. kerana cinta cuka menjelma jadi anggur segar.
Tapi saya adalah penikmat Rumi yang naif. Semua cinta yang lahir dari pemikirannya pasti soal cinta kepada Allah, sang pemilik alam semesta. Cinta yang takan lumer sekalipun semua berakhir. Dalam pemahaman saya Rumi dibawa ke bawah, ke tatanan relasi manusia. Bahkan kalau menukik lagi ke lembah, cinta antara lelaki dan perempuan.
Contohnya dalam puisi “Hasrat” di bait pertama ini “aku menginginkanmu lebih dari sekadar makanan dan minuman”. Itu kan pas banget ya dibawa ke suasana bila kita sedang jatuh cinta. Jelas banget Rumi sedang mengungkapkan cintanya kepada Allah karena di bait berikutnya ia menulis: “Aku bisa merasakan kehadiranmu di hatiku meskipun kau milik seluruh dunia”.
Baca juga: Rumi dan Law of Attractions
Tapi puisi adalah setumpuk kata yang lahir dari kebijaksanaan jiwa. Mengalir dari saluran hati bernama nurani. Maka menurut saya (lagi) puisi boleh diintreprestasikan lewat nalar rasa. Sangat dipengaruhi “Maqam” seseorang. Oh ya dalam tasawuf istilah “maqam”, maqam bukanlah berarti makam atau kuburan. Maqam merujuk pada tingkatan martabat seorang hamba terhadap khalikNy. Juga sesuatu tingkatan seorang sufi dalam perjalanan spritualnya kepada Allah.
Berarti semua orang berhak memaknai cinta. Jika terdapat ketidak setujuan tak perlu mengkritisi. Bila mereka melihat cinta yang diungkap Rumi adalah efek kasmaran antar dua anak manusia, lelaki dan perempuan, diaminkan saja. Toh Rumi pun pernah memuja gurunya Syams-e-Tabrīzī (atau Syams al-Din Mohammad ) sampai ia merasa gila saat gurunya tersebut pergi meninggalkannya.
Memang Syams pernah tinggal bersama Rumi di Konya, Turki saat ini, selama beberapa tahun. Dari sana Rumi mendapat pencerahan. Mereka pernah pula melakukan perjalanan bersama ke Damaskus di Suriah saat ini. Sampai saat ini banyak kesimpang siuran mengapa Syams meninggalkan Rumi. Satu yang jelas, Rumi patah hati akibat perpisahan tersebut. Puisi-puisinya yang memesona, yang dipuja-puja di seluruh dunia, banyak lahir dari masa-masa sulit tersebut.
Jadi Perlukah Cinta di Jelaskan?
Jadi perlukah cinta dijelaskan?
Menurut saya tidak perlu. Kalau berbakat seperti Rumi buat lah puisi, karya sastra atau hal lainnya sebagai ungkapan. Mendayu-dayu mengekplorasi perasaan dengan sarat makna. Karena penjelasan memerlukan logika.
Jadi sekali lagi perlukah cinta dijelaskan?
Dalam konteks relasi lelaki perempuan, cinta adalah perasaan yang dihadiahkan. Oleh Tuhan pada umat manusia. Bila mereka berpasangan agar mereka saling memiliki, saling memenuhi, saling pengertian, dan saling memberikan kasih sayang satu sama lain.
Di tataran ini idealnya cinta itu bersatunya dua hati. Itu lah mengapa cinta tidak bisa dipaksakan. Cinta hanya disebut saling memiliki jika kedua belah pihak ikhlas. Apa bila salah satu menolak untuk “saling” artinya cinta jadi tidak utuh. Mungkin di sini bisa disebut cinta yang ditolak atau cinta bertepuk sebelah tangan.
Jadi perlurkah cinta dijelaskan? Belajar dari Puisi Rumi, cinta tak perlu penjelasan. Hanya perlu dihayati. Mengambil hikmah dari pengaruhnya terhadap kehidupan kita.