Memang Ramadhan bulan penuh kemanangan. Kedatangannya tahun ini langsung disambut kegembiraan. Ceritanya saya menang GA lagi. Itu lho yang diadakan oleh Mbak Ririe Khayan dalam Kidung Kinanthi. Tulisan Perlukah Cinta Dijelaskan? rupanya membetot hati juri, jadi deh juara pertama. Saya berhak memilih hadiahnya terlebih dulu. Aura Ramadhan kan kental dengan semangat pendekatan diri kepada Allah. Maka saya pilih buku Dalam Genggaman Tangan Tuhan sebagai tanda mata.
Saya pernah mengatakan bahwa jadi pemenang itu rasanya luar biasa. Bikin kecanduan. Self esteem terangkat beberapa poin. Saya yang biasanya skeptis terhadap lomba-lomba jadi rajin ikut aneka kompetisi menulis. Mulai dari blog sampai menulis cerpen yang diadakan di beberapa tempat. Kerajinan banget mengedit cerpen yang dulu dibuat saat masih lebay. Terus dikirim penuh perasaan ke panitia lomba. Dari dua lomba offline yang diikuti belum ada pengumuman sih. Nanti kalau juara pasti akan saya pamer cerpennya di blog ini. Tapi kalau tidak yah biar sebagai arsip pribadi saja 🙂
Kejuaraan Allah
Namun kemenangan yang paling penting tentu jadi juara di mata Allah. Disini saya tidak berkompetisi dengan orang lain tapi dengan diri sendiri. Temans pasti tahu bertanding dengan diri sendiri itu jauh lebih sulit. Itu terkait dengan kemampuan kita memilih dan memutuskan segala sesuatu atas bermacam perangai yang melekat dalam diri. Contohnya kita ingin jadi orang baik namun tak terhindarkan jika terkadang pantas menyandang sebutan jahat. Kita berkeinginan dicintai Allah tapi terkadang mengerjakan sesuatu yang melanggar kode etik-Nya.
Juara dimata Allah tidak semata bahwa kita sanggup menahan lapar dan haus. Kalau itu sih sederhana, semua orang pasti bisa keluar sebagai juara. Lapar dan haus hanya sebentuk pengendalian fisik yang gak ada hubungannya dengan pengendalian batin. Lihat deh contohnya kepada para koruptor itu.Tiap Ramadhan mereka pasti menjalani puasa. Setidaknya terlihat dari kegiatan buka bersama atau menyantuni fakir miskin. Tapi menyangkut uang tak terlihat mereka sebagai mana orang mestinya tahu membedakan mana yang haram dan mana yang halal. Uang negara di embat. Jabatan disalah gunakan. Jika punya proyek pribadi, sering telepon pengusaha agar dibiayai ini-itunya. Yang mereka haramkan cuma makan daging babi. Singkatnya berpuasa tidak membuat para koruptor itu menjadi shaleh. So help me God, bantu saya saleh sampai ke batin.
Puasa Mestinya Berujung Pada Kesalehan Sosial
Sekali lagi kita adalah makhluk multi perangai. Nilai-nilai yang disosialisasikan sedari kecil, saat tumbuh maupun lingkungan dimana kita hidup sangat berperan dalam membentuk perangai tersebut. Sebagian besar kita menganggap jika telah menjalan 5 pilar Islam secara sempurna sudah cukup menganggap diri sebagai orang soleh. Tapi kita melupakan fakta paling penting dari kesalahen yaitu bentuk dari lingkungan sosial masyarakat. Apakah kita benaran peduli pada kaum tak berpunya? Kok ya tiap Ramadhan inflasi melonjak tajam terutama pada sektor makanan? Mengapa siang hari menahan diri tapi malamnya memanjakan selera lebih dari biasanya? Apakah puasa tadi siang harus dibayar malam hari?
Pengendalian diri saat berpuasa seharusnya diarahkan pada menaikan tingkat kesadaran. Sambil menahan haus dan lapar, tarawih dan tadarusan, batin kita mestinya diangkat ke level lebih tinggi. Jika berdoa tahu apa yang diminta. Misalnya jangan berdoa minta masuk surga, tapi berdoalah agar diberi mata batin agar mampu melihat perbedaan baik-buruk. Semua orang ingin masuk surga tapi mengetahui bahwa tempat itu disediakan bagi para juara. Kitab-kitab suci tak pernah mengatakan bahwa surga itu hadiah tapi sebuah tempat bagi semua orang yang berusaha menggapainya. So help me Allah. Tolong bantu saya memenangkan pertandingan atas diri sendiri ini.
Selamat menjalan ibadah shaum teman-teman 🙂 Apa kemenangan yang dirimu ingin raih dalam Ramadhan ini?
Salam,