Aren Dalam Tradisi Minangkabau – Seperti juga kelapa, pohon aren banyak kegunaan. Mulai dari akar sampai pucuk daun punya nilai ekonomi. Hampir di seluruh nusantara pohon bernama latin arenga pinnata ini dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Yang paling terkenal adalah niranya. Digunakan membuat gula aren, gula merah atau gula enau.
Begitu pun di Minangkabu, pohon aren yang banyak tumbuh di dataran tinggi masuk ke dalam tradisi melalaui beberapa media. Dalam pembangunan rumah gadang (rumah adat) kayu aren dipakai untuk pagar rumah. Buah aren digunakan juga dalam uparacara pengangkatan Datuk (kepala suku). Magaimana ceritanya? Mari ikuti…
Aren Dalam Tradisi Minangkabau di Rumah Gadang
Bangunan yang terkenal sebagai rumah bergonjong ini merupakan simbol pemersatu bagi keluarga saparuik yang artinya seperut. Tarikan garis keturunan melalui ibu. Rumah ini memiliki ruangan besar yang difungsikan sebagai pusat kegiatan seluruh keluarga.
Pokok bangunan didirikan di atas dermaga yang terbuat dari tiang kayu keras. Berlantai kayu dan punya ruang di bawahnya. Pada suatu kala kolong lantai itu di fungsikan sebagai kandang itik atau ayam. Dan tak jarang juga digunakan sebagai gudang. Ada yang menyimpan hasil pertanian, kayu bakar atau alat perkakas tukang dan pertanian.
Jangan heran bila kolong rumah gadang pernah pula dipakai untuk memasung kerabat yang terganggu jiwanya. Maksudnya agar tidak berkeliaran mengganggu orang lain. Disamping tentu saja mengurangi rasa malu!
Agar ternak tidak habis disamber musang atau barang2 yang di taruh dibawah kolong aman dari tangan-tangan jahil, nenek moyang memasang pagar yang terbuat dari batang aren. Kayu aren itu disebut ruyung. Ruyung yang telah di serut halus disusun membentuk dinding. Jaraknya diatur sedemikian rupa agar udara tetap bebas keluar masuk.
Orang tidak akan salah mengenali rumah adat Minangkabau di Taman Mini Indonesia Indah atau dimanapun di dunia. Berkat bentuk atapnya yang unik, mencuat kelangit menyerupai tanduk kerbau. Atap bergonjong itu dahulu menggunakan ijuk dari pohon aren. Berasal dari ijuk pohon aren terbaik saat berumur 4-5 tahun. Konon atap ini bisa bertahan selama ratusan tahun.
Penghulu, Pohon Aren dan Sumpah Biso Kawi
Pemimpin suku di Minangkabau disebut penghulu. Dia mungkin kakak lelaki tertua, adik atau sepupu dari ibu. Asal masih saparuik (seketurunan) tidak masalah siapapun dia. Syukur bila berpendidikan, berpengaruh dan kaya.
Namun yang paling penting adalah dia punya karakter yang bisa dihormati oleh seluruh anak kemenakan. Dia juga harus berjiwa pemimpin. Setelah disahkan melalui upacara adat “batagak datuak” dia berhak menyandang gelar penghulu. Kemudian kami akan memanggilnya Mak Datuk.
Seorang penghulu tauladan bagi seluruh anak negeri. Karakternya harus prima. Untuk memastikan bahwa dia tidak melenceng dari garis-garis adat maka harus di sumpah. Jika berani melanggar nenek moyang akan mengutuknya tidak akan selamat dunia-akhirat. Nama sumpahnya Biso Kawi dan bunyinya seperti ini : Keatas tidak berpucuk, ke bawah tidak berakar dan di tengah-tengah lapuk dimakan kumbang.
Kata-kata yang mengerikan bila terbukti!
Sumpah biso kawi diambil disuatu tempat yang dianggap keramat. Disaksikan oleh seluruh penghulu nagari dan ditemani saudara perempuannya. Calon datuk disuruh memasuki sebuah lingkaran yang terbuat dari daun enau/aren muda. Di tengah terpancang sebuah tongkat dengan buah aren/enau (kolang-kaling). Selain itu digantung pula sebuah periuk yang berisi daun jarak.
Mungkin biso(bisa=racun) kawi yang dimaksud adalah racun dari buah aren yang memang amat gatal bila terkenal kulit. Bila penghulu melanggar sumpah, bukan hanya dia, tapi seluruh keluarganya ikut rusak binasa. Mereka tidak bisa lagi diibaratkan sebatang pohon yang berpucuk, berakar dan berbatang. Mereka sekarang hanya sebatang tongkat yang bisa digerogoti kumbang.
Pohon Aren dalam Musik Minangkabau
Aren dalam tradisi Minangkabau berlanjut juga ke dunia seni.
Saya kalau mendengar suara seni suling yang disebut saluang perasaannya seolah terbang. Seperti melihat ke padang rumput terpencil. Sepi. Keindahannya tidak memberi alasan bersedih tapi tidak pula untuk bersorak bahagia. Syair saluang biasanya berisi tentang kerinduan kepada sanak keluarga di rantau dan kerinduan perantau terhadap kampung halaman. Tidak ketinggalan tentang cinta yang putus dan cinta yang bertepuk sebelah tangan.
Dalam hubungan dengan aren, para penyadap nira jaman baheula juga mendendangkan lagu-lagu sedih dibawah batang aren yang akan disadap. Bila tidak bisa bernyanyi maka mereka menyewa para peratap profesional. Semakin sedih lagunya diharapkan semakin banyak pulalah nira yang akan keluar dari irisan tangkai bunga jantan tanaman aren.
Begitu ceritanya kawan. Punya cerita juga tentang pohon atau gula aren?
Salam,