Mumpung Bulan Ramadhan, sesekali postingan renungan ya teman-teman. Agak jumawa karena saya beri judul Mencari Jalan Kebenaran. Kebenaran semampu pemahaman saya tentu saja. Jadi saya akan berlindung di belakang kalimat ampuh ini: Kalau benar itu datangnya dari Allah tapi kalau salah sepenuhnya milik saya.
Mengapa Perlu Mencari Jalan Kebenaran?
Yah di dunia kita, semua orang mencari sesuatu. Baik dari sisi jasmaniah (ragawi) mapun spritual. Kita mencari sesuatu untuk mengantisipasi masa depan. Kita mencari sesuatu untuk mencapai sebuah tujuan di masa yang akan datang.
Seperti ketika kita sedang mencari jawaban atas pertanyaan tentang Tuhan, di dalamnya berisi tentang harapan, kebahagiaan, iman, kehidupan setelah kematian, baik dan jahat, yang kita harap akan menempatkan kita ke tempat sebaik-baiknya sebagai manusia beriman.
Baca juga : Al Capone Does My Shirts, Novel Petualangan Remaja Keren
Mencari Kebenaran di Jalan Kebenaran yang Telah Diajarkan Lingkungan
Diantara kelahiran dan kematian ada celah, hidup. Suatu masa dimana kita semua berkumpul dan terkadang ada yang mencoba meminjam logika Tuhan.
Sebelum kelahiran tak seorangpun berpengalaman tentang hidup. Tapi menerka seolah saya tahu apa yang terjadi. Contohnya, hanya karena bayi punya nol informasi dan membutuhkan pertolongan, saya sebut mereka makhluk tanpa dosa.
Saya mengembangkan kepercayaan bahwa dosa terjadi saat dewasa, setelah orang mampu memisahkan benar dan salah. Pemahaman moralitas itu telah diajarkan kepada saya oleh lingkungan sosial. Oleh institusi seperti sekolah, keluarga atau lingkungan pergaulan.
Benarkah bayi adalah makhluk tanpa dosa? Saya tak punya kebenaran utuh tentangnya. Setidaknya begitu lah pelajaran moral yang pernah saya terima. Di pelajaran moral lain, mungkin saja bayi lahir dengan membawa dosa bawaan, kesalahan yang pernah ia lakukan di kehidupan lalu (reinkernasi).
Saya belum pernah mati namun merasa tahu tentang hidup setelahnya. Saya tafsirkan apa yang tersirat dalam kitab suci dengan persepsi yang pernah masuk ke dalam pengalaman. Jelas persepsi tentang akhirat saya ambil dari pengalaman dunia yang diajarkan oleh lingkungan. Tapi benarkah realita akhirat seperti yang saya tafsirkan selama ini?
Apakah ini sudah tepat jika perjalanan seperti ini saya sebut sebagai mencari jalan kebenaran?
Baca juga: Petualangan Keluarga di Negeri Jiran, Perjalanan Kuala Lumpur – Penang
Apa sih Kebenaran?
Begitu lah saya kisruh tapi tidak tahu sedang berada dalam pusaran. Namun tak bisa ditolak saya terobsesi oleh ketenangan. Saya mendambakan keheningan seperti di dunia roh dari mana wujud saya bermula. Saya selalu ingin kembali ke sana, ingin pulang. Tapi dunia menahan saya. Missi disini belum terselesaikan. Akhirnya saya gelisah.
Untuk meredakan kegelisahan itu saya mulai mencari dan bertanya tentang kebenaran. Kebenaran pasti berada disuatu tempat seperti yang dijelaskan dalam kebijaksanaan kitab suci. Entah bagaimana, sesuatu dari dalam menuntut kebenaran itu harus ditemukan. Sebab saya percaya bahwa kebenaran lah yang akan mengembalikan saya ke dunia yang terenggut itu.
Perjalanan panjang mencari kebenaran sebagai jalan pulang pun di mulai. Berkunjung ke makam-makam, ke tempat sakral, dan ke rumah Tuhan. Saya melaksanakan ritual agama. Berpuasa, bersedekah dan menyantuni fakir miskin. Pamrih benar saya.
Dengan berbuat seperti itu Tuhan pasti memberi saya pahala. Begitu yakinnya saya bahwa kebenaran itu akan ditemukan dengan tidak mengijinkan siapapun mengintervensi di tengah jalan. Bahkan keyakinan bahwa saya sudah punya satu kavling di surga pun meningkat. Maka saya tak segan berkelahi dan berperang dengan mereka yang tak sesuai dengan keyakinan kebenaran saya.
Begitu lah pengalaman saya mencari kebenaran dari luar. Menerimanya dari para suhu, dari mereka dengan maqam yang lebih tinggi, dari buku, ilmu pengetahuan dan dari keimanan seseorang. Saya hadirkan kebenaran dengan menerima bermacam risalah. Tapi betulkah itu adalah kebenaran yang sesungguhnya?
Bagaimana kalau sekarang saya mencari ke dalam?
Disini saya menemukan sedikit kejernihan. Di dalam sini, di ruang ini yang bicara adalah cermin dan atas dirinya sendiri. Rasanya Tuhan meletakan kebenaran paling pas disini. Disini juga saya dapat jawaban bahwa missi saya bukan untuk menemukan kebenaran utuh. Kebenaran absolute itu hak prerogatif Tuhan.
Walau saya capek dan takan henti mencari, tugas saya hanya mengumpulkan potongan kebenaran. Memungut puzzle yang terserak lalu merangkainya satu-satu. Bila potongan puzzles saya bertambah terbentuk sebuah makna. Horizon saya semakin luas. Namun bila tidak, bukan tugas saya untuk kecewa. Tugas saya hanya terus mencari. Perjalanan mencari kebenaran hanya berhenti seiring putusnya nafas.
Happy journey untuk saya
Allahu’alam bishawab