Menurut saya ada tiga jenis bisnis makanan yang tak akan  mati walau ekonomi Indonesia sedang berada di bawah titik nadir. Terutama di kota besar seperti Jakarta, Tangerang, Medan, Surabaya. Mereka itu adalah  Nasi Goreng, Bakso dan Mie Ayam. Popularitas mereka sudah masuk ke segala jenis lapisan masyarakat. Menempati ruang pribadi dari selera makan dan keuangan. Maka kalau sesuatu terjadi lagi pada ekonomi bangsa, Insya Allah belanja untuk mie ayam tetap akan dikeluarkan. Walau pernah diisukan sebagai penyebab kanker getah bening, makanan sejuta umat ini tetap banyak penggemarnya.
Soalnya saya bercermin pada diri sendiri. Selain bubur ayam makanan apa lagi sih yang paling mudah ditemukan dalam memerangi rasa lapar? Jawabnya adalah mie ayam. Saya mudah menemukannya di mana saja. Bahkan tetangga jualan mie ayam.
Semangkuk Mie Ayam Harga Terjangkau
Sudah begitu semangkuk mie ayam yang terbukti enak tidak terlalu menguras kantung. Kala masih kerja di luar rumah, saat-saat kritis setelah tanggal 20, makan siang selalu saya atasi dengan semangkuk mie ayam. Saya dan teman kantor punya langganan. Kedainya di teras rumah penduduk yang tak jauh dari tempat kami bekerja.
Agar lebih sehat, saya minta abangnya menambahkan sayur sawi lebih banyak. Tak ketinggaln menuangkan saus sambel untuk menguatkan cita rasa. Memilih tempat duduk di meja berlapis terpal biru. Dibelakangnya tersedia bangku kayu panjang yang bisa dihuni 5 orang sekali duduk.
Setelah semangkuk mie dengan toping jamur dan sawi hijau mengepul di depan mata, gak ada lagi yang lain. Deru campur debu di tepi jalan pasti menjauh kala lidah asyik mengolah rasanya.
Baca juga : Mie Ayam, Kampung
Membatasi Konsumsi
Umur membuat segalanya berubah. Selera berubah dan cara melihat segala sesuatu juga berubah. Maka selera saya terhadap mie ayam juga mengikuti. Mungkin juga karena pernah membaca bahwa makanan sejuta umat ini salah satu penyebab kanker getah bening.
Sekarang mie ayam adalah menu terakhir yang akan saya pilih dalam deraan rasa lapar. Lebih suka makan nasi hanya dengan sambel terasi jika pilihannya cuma dua.
Baca juga : Cinta Dalam Semangkuk Mie Instan
Ini Alasannya Mengapa Sekarang Mambatasi Konsumsi Mie Ayam
Kalau digali banyak hal yang membuat selera saya bergeser. Diantaranya :
- 1. Kesadaran. Bahwa tubuh adalah persinggahan sementara roh saya sebelum bertemu Sang Penciptanya yang abadi. Selayaknya rumah itu saya hormati dengan cara memberinya hanya makanan yang diperlukan. Konten dalam mie ayam rasanya banyak yang tak diperlukan  tubuh. Penyedap rasa, misalnya, hanya untuk memanjakan lidah, memicu sesuatu dari otak saya dan tak bermanfaat sama sekali bagi fungsi tubuh.
- 2. Mie ayam, terutama yang di jual di gerobak pinggir jalan, topping adalah ayam broiller. Dan sekarang saya tahu bagaimana proses ayam itu dibesarkan. Karena saya mulai memelihara rasa jijik terhadap daging ayam, melihatnya diatas semanggkuk mie ayam, menimbulkan perasaan yang sama.
- 3. Diam-diam saya sedang memerangi rasa bersalah. Karena dulu sering memberikan mie ayam kepada anak-anak kala malas memasak. Dan juga sering membelikan mereka ayam goreng dari merek-merek terkenal itu. Mengingat betapa banyak racun yang telah saya masukan ke tubuh mereka, kehadiran mie ayam di depan mata sebagai cuma sebagai pengingat dosa-dosa saya. Tak ada lagi yang lain. Makanan rakyat ini tetap tak tergantikan.
Bagaimana dengan dirimu kawan. Suka kah pada makanan sejuta umat bernama mie ayam?
Salam,