Gadis itu bernama Wulan – Lahir dan memulai pertumbuhannya di desa yang terletak di lereng gunung. Untuk mencapai rumahnya ada jalan turun naik melalui lembah, menyeberang sungai untuk kemudian mendaki jalan melerang. Jalan berbatu itu berlubang disana-sini. Licin kalau hujan dan tak kalah menyeramkan kalau panas. Jika saja ojek yang kita tumpangi meleset rodanya diantara batu yang bertonjolan, jurang di kiri-kanan yang sudah menganga siap menanti tubuh saya.
Sebetulnya ngeri tiap kali harus mengunjungi desa Wulan. Namun pekerjaan dan periuk nasi mengharuskan minimal satu tahun sekali datang ke sini. Bertemu dengan Bapak-Ibu, Paman dan saudara-saudaranya Wulan yang berprofesi sebagai penyadap dan perajin gula aren.
Gadis Bahagia dan Ceria Itu Bernama Wulan
Sekali lagi saya sedang berada di kampungnya Wulan. Selalu berselimut kabut, diantara rimbunnya hutan pegunungan.
Bangun pagi saya bisa melihat dua ekor tupai berlarian di ranting pohon, burung kecil mencari cacing di tanah.
Saya berdiri di tepi halaman yang langsung berhubungan dengan lembah. Mmbiarkan kulit diusap hembusan angin. Sisa halimun masih bergantung pada pokok pepohonan di bawah sana.
Nanti malam halimun itu akan menebal lagi. Dan suhu yang menggigilkan membuat saya merindukan selimut tebal di kampung nenek.
Saya membuka ponsel. Mencari kabar terkini dari sosial media. Koneksi internet walau amat lemot mengurangi sedikit keterasingan.
Baca juga:
- Piknik di Jalan Dusun
- Mengapa Harus Gula Aren Organik
- Rumah dan Kemiskinan Itu Setali Tiga Uang
- Hartawan Desa dan Kerajaan Bisnisnya
Walau masih dini, Wulan sudah berisik dari dapur. Rupanya itu hiburan utamanya menyambut hari. Sambil menyanyi lagu-lagu cinta yang saya tak tahu apa judulnya, terdengar juga dia bertanya ini itu. Sesekali terdengar sepepupunya menggoda yang membuat Wulan kadang merengek dan mengadu kepada ibunya.
Nama Gadis itu Wulan. Desanya boleh terpencil. Akses jalan cukup sulit. Tapi tidak terpencial dalam artian tidak mengenal listrik dan barang-barang elektronik.
Kampung Sulit Akses tapi Tak Terpencil
Kampung gadis bernama Wulan itu memang rumit secara transportasi. Tapi disini sudah ada listrik. Tiap rumah punya pesawat televisi. Orang tuanya Wulan juga punya ponsel.
Tak heran gadis bernama Wulan itu tahu apa saja sinetron yang sedang tayan. Bahkan yang top selama puasa kemarin. Dia juga tahu lagu yang sedang banyak dinyanyikan orang. Dan yang paling seru adalah Wulan tahu manfaat Camera.
Baca juga:
Sesaat sebelum sarapan tadi saya suruh dia berpose. Alah mak, tahun kemarin dia masih takut-takut menatap saya. Hari ini dia sudah berubah jadi anak kecil seperti abegeh kota.
Bocah-bayi yang tinggal di dusun terpencil ini ganti pose tiap saya angkat sebagai tanda sudah menjepret. Setelah itu lari-lari nyamperin saya untuk melihat hasilnya. Ya ampun dalam hati geli banget. Tapi saya tidak tertawa, Wulan berhak ditanggapi secara serius 🙂
Aiih..Wulan di desamu yang terpencil ini ternyata kita bisa melakukan beberapa aktivitas metropolitan ya. Maaf kalau Ibu mengajarimu dasar-dasar narsisme..:)
Pernah bertemu anak kecil narsis, temans?
–Evi