Sumur Bor Bidan Listiyani Ritawati – Masih di hari pertama jelajah gizi, usai makan siang di Pari Gogo kami meneruskan perjalanan ke desa Sambirejo. Mengunjungi bidan Listiyani Ritawati. Bu Lis panggilan akrabnya. Profesi beliau sebagai bidan desa dan pemenang Srikandi Award Sari Husada tahun 2009. Insiatifnya membangun sumur bor yang belakangan terbukti membantu menyusutkan angka kematian ibu dan anak GunungKidul lah yang membawa saya bertemu dengan beliau.
Sampai di balai desa ternyata Bu Lis sedang membantu kelahiran seorang ibu. Untuk melewatkan waktu kami diajak mengunjungi sumur yang dulu digunakan masyarakat sebelum adanya sumur bor.
Kekeringan di Gunung Kidul Hampir Membuat Bidan Listiyani Ritawati Menyerah
Bu Lis berasal dari Temenggung, bertugas sebagai bidan desa di Sambirejo tahun 2004.
Saat itu Sambirejo Gunung Kidul mengalami kekeringan panjang. Sumber mata air yang masih mengalir cuma satu sumur di gunung yang berjarak 2 km dari desa. Tak pelak masyarakat pun menggunakannya beramai-ramai. Terkadang mengundang berbagai perselisihan sesama mereka. Maklum kelelahan dan harus antri sampai malam mengundang sumbu emosi jadi pendek.
Baca juga:
Nah dalam kondisi seperti itu Bu Lis sering menggunakan air minum kemasan untuk ke toilet.
Kondisi yang serba mencekik itu pernah membuatnya hampir menyerah dan ingin balik ke Temenggung. Untungnya sang suami mengingatkan kalau bukan dirinya siapa lagi yang bisa membantu masyarakat Sambirejo.
Masalah Serius Kesehatan Ibu – Anak Akibat Kekurangan Air
Bu Lis bercerita kalau dulu dia sering menangis di tengah malam. Bukan pada kesulitannya tapi lebih pada menyaksikan penderitaan tetangga yang sedang hamil. Mereka yang tidak bisa mengandalkan suami untuk mengambil air, entah karena merantau atau sedang tak dirumah, terpaksa berjalan atau naik sepeda naik-turun gunung dengan memikul guci sambil menenteng ember. Dalam keadaan hamil tentu saja pekerjaan itu berbahaya, sering mengakibakan putusnya plasenta, pendarahan dan keguguran.
Kelangkaan air juga jadi penyebab merebak berbagai infeksi. Saya miris membayangkan bayi-bayi yang bergelimang darah dan butuh segera dibersihkan itu cuma punya sebaskom air. Belum lagi balita yang sering diare lalu meninggal. Karena ketiadaan air untuk cuci tangan bagi bunda yang hendak memberi makan mereka.
Caca juga:
Air adalah sumber kehidupan. Kita butuhkan untuk berbagai keperluan. Dan sosio-kultur dusun Sambirejo masih erat ikatan kekeluargaannya. Peristiwa kelahiran disambut kerabat penuh kegembiraan. Mereka datang beramai-ramai menunggunya di rumah bidan. Situasi itu saya lihat sendiri. Dari kerumunan orang di luar ruang persalinan saya pikir ada beberapa ibu yang sedang melahirkan. Eh tak tahunya cuma satu orang. Tapi yang menunggu lebih dari sepuluh lengkap dengan anak-anak.
Baca juga:
Dan mereka yang menunggui istri dan kerabat yang melahirkan itu juga membutuhkan air.
Hati wanita berkulit putih ini pun berontak. Dia harus melakukan sesuatu untuk merubah keadaan. Pasti ada sesuatu yang bisa dilakukan untuk mendatangkan air bagi warga Sambirejo! Maka dimulai dengan menggali sumur sampai kedalaman 4 meter dan menghabiskan biaya 4 juta. Sayangnya tak ada air disana sebab kedalaman yang dibutuhkan 80 meter. Itu berarti membutukan sumur bor, pompa dan alat-alat canggih. Dan itu juga berarti butuh dana besar.
Tahun 2009 Sumur Bor Bidan Listiyani Akhirnya Terwujud
Rules of thumb dari kehidupan adalah bila tahu apa yang kita inginkan Tuhan akan membuka jalan. Keterampilan sebagai bidan membantu Bu Lis belajar membuat proposal yang diajukan pada Sari Husada. Walau butuh beberapa kali perbaikan titik terang itu akhirnya muncul. Sari Husada bersedia mendanai penggalian dengan menggandeng Pertamina untuk mensupport alat pengeboran.
Dan temans ternyata sukses itu tidak berjalan sendirian. Saya melihat dari diri Bu Lis bahwa ganjaran sukses pribadi luas cakupannya. Sekarang dusun Sambirejo punya semacam PAMD mini. Para ibu tak perlu lagi menempuh jarak kiloan meter demi seguci dan seember air. Karena dari sumur bor Bidan Listiyani ini air bisa dialirkan melalui pipa kepada warga di dua RT. Untuk keteraturan administrasi mereka mengorganisasi diri dalam bentuk kepengurusan. Dan mimpi itu belum berakhir karena Bu Lis merencanakan memperluas jaringan pipa ke seluruh Desa Sambirejo.
Sumur Bor Bidan Listiyanti dan Pemberdayaan Masyarakat
Tiap upaya manusia dalam meraih sasaran yang agung Insya Allah menghasilkan manfaat bagi sesama. Kadang penuh kejutan. Selain berhasil menaikan taraf kesehatan warga dusun, Bu Lis juga melakukan berbagai pemberdayaan bagi perempuan. Untuk menambah gizi keluarga sekaligus sebagai sumber ekonomi, ibu-ibu PKK diajarkan mengolah ketela dan ubi ungu. Gunungkidul yang gersang cocok ditumbuhi ke dua bahan pangan sarat gizi ini karena tak membutuhkan air terlalu banyak.
Baca juga :
Dalam kesempatan itu peserta #JelajahGizi disuguhi berbagai pangan lokal hasil karya ibu PKK. Diantaranya es krim dan bakpao ubi ungu. Sambil menikmati hidangan enak itu saya menyimak keterangan Prof Ahmad Sulaeman tentang khasiat ubi ungu. Bahwa ubi ungu mengandung antosianin yang berfungsi sebagai antioksidan. Daunnya bermanfaat memperbanyak ASI.
Menutup Hari dengan Mie Jawa Mbah Noto
Soto Mbah Noto
Jl. Wonosari Km 4 Wonosari, Yogyakarta
Salam,