Jadi ibu yang baik impian bagi wanita terjadi sejak dini. Sejak Allah menanam ratusan ribu bibit telur ke dalam sel yang akan berkembang jadi rahim dalam kandungan ibu. Sematan pada perangkat biologis ini sekaligus merupakan pesanan khusus alam semesta. Bahwa suatu hari calon ibu ini yang dibantu calon ayah bertugas melestarikan umat manusia.
Tapi menjadi ibu yang baik tidak terletak pada fungsi biologis. Kalau cuma itu yang jadi syarat tidak akan ada kejadian pembuangan bayi ke selokan, bukan? Menjadi ibu yang baik dalam masyarakat kita lebih pada kondisi psikologis. Pada tanggung jawab dan pada peran yang dimainkan saat menjalankan tanggung jawab itu. Tidak masalah apakah wanita pernah hamil atau tidak, sepanjang ada seseorang memanggilnya Mama, ada tanggung jawab psikologis dan sosial terhadap panggilan itu.
Jabatan Abadi
Jabatan ibu itu bersifat abadi. Sekali seseorang memanggil kita Mama, sampai menutup mata, atau bahkan jauh setelahnya kita tetap lah seorang mama. See? Itu lah mengapa tak ada istilah mantan ibu di dunia. Kalau mantan ibu negara atau mantan ibu kota banyak.
Baca juga:
- Selamat Jalan Ibu Tercinta, Ini Dari Anakmu
- Aster Lambang Cinta Abadi
- Memahami dan Menerima Diri Sendiri Apa Adanya
- Market Influencer
Dunia yang aneh!
Menurut saya dunia orang tua adalah dunia yang aneh! Melahirkan membuat dunia yang semula tenang berubah jadi penuh kekuatiran. Mestinya kunjungan ke dokter adalah peristiwa medis biasa. Bahwa ada sesuatu yang tak beres yang perlu penanganan tenaga ahli. Tapi saya membuatnya jadi drama emosional. Oh mengapa anak saya sakit? Apa yang telah atau tidak lakukan dalam menjaga kesehatan mereka? Mengapa saya tak bisa menjadi ibu yang baik?
Menjadi Ibu yang Baik Haruskah Paranoid?
Begitu lah, saya jadi pengidap paranoid aktif. Kecuali pada emak dan kakak, tidak bisa mempercayakan anak-anak kepada orang lain. Saya takut mereka disakiti. Tidak hanya secara fisik tapi juga psikologis.
Memastikan bahwa tidak ada suatupun yang membayakan tumbuh-kembang mereka, menurut keparnoan saya, terletak pada orang tua dan bukan orang lain. Apa lagi waktu anak-anak saya masih kecil sudah beredar berita seputar penganiyaan anak. Seperti memasukan obat tidur ke dalam susu, mengganti dot dengan jempol kaki, menyubit, dan menyumpah. Hal-hal buruk yang terjadi apa anak-anak lain di luar sana membuat saya cacat permanen!
Walau sekarang mereka sudah besar, dimana sebagian perlindungan tak diperlukan lagi, masih sering muncul pertanyaan dari dalam batin.
Teman-teman yang sudah punya anak, apakah menurut teman sekalian, diri kalian sudah jadi orang tua yang baik?