ASEAN Blogger Festival 2013 yang diadakan di kota Solo telah berlalu. Pengalaman manis karena bertemu blogger dari seluruh pelosok negeri ASEAN masih tertinggal dalam ingatan saya.Dan sepertinya akan berlangsung lama. Maklum ngegaul di kalangan blogger itu punya keunikan sendiri. Saya merasa muda, dinamis dan keinginan menghargai setiap pengalaman yang terjadi dalam hidup jadi bertambah.
ASEAN Blogger Festival 2013 ini yang ke-2 dan bertema “Reinventing the Spirit of Cultural Heritage in Southeast Asia”. Temanya tentu terpaut pada pembentukan ASEAN Community 2015 nanti. Yang meliputi tiga kerja sama yaitu ASEAN Political-Security Community, ASEAN Economic Community dan ASEAN Socio-Cultural Community.
Sekalipun temanya tentang budaya, keterlibatan peserta dalam ASEAN Blogger Festival 2013 tentu tidak terhenti dalam sosio-kultural saja. Terpilihnya Solo sebagai tuan rumah dijadikan pintu masuk bagi tumbuhnya kesadaran kultural yang bisa jadi isu setelah Komunitas ASEAN terbentuk nanti. Maklum dalam sejarahnya yang panjang, sejak Sunan Paku Buwono II sebagai pendiri sampai FX Rudyatmo yang menjabat wali kota sekarang, Solo menyimpan begitu banyak cerita. Julukannya sebagai Kota Batik, Kota Liwet dan Kota Budaya sudah memberi gambaran umum tentang apa yang akan ditemui kalau kita berkunjung kesana.
Maka mengenal Solo lebih dekat akan mendekatkan perasaan kita kepadanya. Dengan kedekatan itu komunitas Blogger ASEAN di harap dapat memperkenalkan Solo lebih luas. Dan tentu saja bisa juga mengikis beberapa perbedaan budaya dengan negara-negara ASEAN lain yang mau atau tidak pasti akan ditemui setelah 2015 nanti.
Sebagai Peserta ASEAN Blogger Festival 2013
Maka dengan semangat blogger sejati saya berangkat ke Solo 10 Mei lalu. Sendirian. Karena sudah sering minum air kota ini saya tidak gagap. Walau saat mendarat di Adi Soemarmo belum terlihat panitia menunggu nyantai saja melenggang cari hotel tempat berlangsungnya acara. Lagi pula aura kota Solo itu menenangkan. Kalau pun tak punya uang naik taxi, yakin Solo bisa menjaga keselamatan saya 🙂
Di perjalanan saya berbincang dengan Pak Supir. Bertanya mengenai suasana Solo setelah ditinggal Pak Jokowi. Menurutnya sama saja karena karakter Pak FX Rudyatmo tak berbeda dengan Pak Jokowi. Sama-sama berpihak kepada rakyat kecil. Syukur lah, pikir saya. Walau sedikit menyayangkan bahwa berita tentang beliau tak sebanyak ketika Pak Jokowi masih menjabat. Eh jangan-jangan saya yang kurang info 🙂
Telkom Indonesia : The World in Your Hand
Sampai di Hotel Sahid Kesuma suasana sudah meriah. Mata mulai menangkapi beberapa orang Blogger yang selama ini cuma kenal lewat foto saja. Mak Injul (Indah Juli) jangan di kata lagi, doi penerima tamu jadi wajahnya paling duluan muncul. Berikutnya Mbak Honey, blogger Pontianak. Tak menyangka Mbak ini masih sangat muda. Agak berbeda dari postingan blognya yang berkarakter dewasa.
Nah untuk memuluskan urusan internet, Telkom Indonesia sudah standby pula dengan Speedy Wifi-nya. Tak berlebihan slogan yang terpampang di bawah mereknya. Mereka benar-benar membantu membawa dunia ke dalam gengaman tangan kita. Maklum yang berkumpul adalah blogger dan social media enthusiast , tak terkoneksi berapa menit saja ke dunia maya lansung merasa teralienasi dari peradaban. Saya pun mencoba. Dan terbukti kehadiran kartu Speedy Wifi gratis pada ASEAN Blogger Festival 2013 plus jaringan yang stabil, membantu menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tertinggal di Tangerang 🙂
Saya di inapkan di Hotel Sahid Jaya, berbintang 5 yang juga jadi tempat menginap peserta dari luar Indonesia. Yang menarik panitia mengatur kamar sedemikian rupa sehingga blogger tak perlu membawa semangat kedaerahannya ke dalam acara ini.
Jadi saya sekamar dengan blogger Malang dan Padang. Sementara Blogger dari negara lain sekamar dengan saudara mereka dari Indonesia. Saya puji kecerdikan panitia. Ini cara jitu merubuhkan sekat sosial yang kita bawa dari tempat asal. Saat itu juga ingat Samuel P Huntington dalam bukunya Benturan Antarperadaban dan Masa Depan politik Dunia. Bahwa dalam masyarakat yang berbeda budaya jika terjadi intertaksi secara intensif akan menguatkan kesadaran pada peradaban sendiri.
Kesadaran antar kultural itu bukan untuk berantem tapi untuk menumbuhkan kebanggaan dan membangun saling pengertian.
Bersambung…
@eviindrawanto