Cerita Anak SMP – Demam Swara Mahardika
Cerita anak SMP ini masih tentang kenangan. Mohon di maklumi ya kawan-kawan karena saya sudah masuk umur yang sedang riskan-riskannya menjadi nyinyir 🙂
Sekitar tahun 80-an terdapat lah group kesenian bernama Swara Mahardika. Group yang digagas oleh Guruh Soekarno Putra itu jadi buah bibir karena dianggap membalik cara berkesenian di Indonesia saat itu.Hampir tiap hari mereka muncul di koran, TV atau Radio. Daya tariknya adalah berlatar budaya Jawa, Swara Mardika mengemas gerak dan lagu ke panggung bersetting moderen. Tak aneh pertunjukan pun berubah dari kesenian masa lalu yang cuma pantas buat orang tua jadi pertunjukan ala Hollywood yang digandrungi anak muda.
Maka demam Swara Mahardika itu pun masuk ke sekolah-sekolah yang salah satunya SMPN 2, Jalan Mardani Raya, Percetakan Negara – Jakarta Pusat. Seperti sekolah lainnya saat itu aktivitas berkesenian terwujud lewat vokal group, drama dan tari. Kegiatas ekstra kurikuler ini paling umum dan paling mudah diikuti. Jadi bisa dimaklumi kalau saya yang tak berbakat seni pun terdampar di sini.
Lagu-lagu daerah merupakan maskot dari vokal group. Tersebut lah Rasa Sayange, Bubuy Bulan, Ampar-ampar Pisang, Manuk Dadali dan lain-lain jadi hapalan wajib setelah Pancasila. Anehnya walau hapal saya tak pernah mencari tahu artinya dalam Bahasa Indonesia. Persis seperti memperlakukan Al Quran, bisa baca tapi tak mengerti isinya 🙂
Walau tak berbakat berkesenian namun suatu hari saya pernah terpilih jadi leading artis lho. Untuk tarian Sakura Dalam Pelukan yang lagunya dinyanyikan Fariz RM. Gak ngerti mengapa teman-teman memilih saya sebagai Sakura, yang jelas persiapan menuju pentasnya sangat heboh.
Kalau selendang dan kain songket yg akan digunakan sih punya ibu. Jadi tak masalah. Tapi bagaimana bunga untuk mahkota rambutnya?
Cerita anak SMP ini tak lengkap kalau tak menyertakan rasa malas saya. Sudah tahu bertempat tinggal di Kramat Sentiong yang padat bukan tempat ideal mencari toko bunga, saya tetap leha-leha, bahwa pada saatnya tiba floral crown itu pasti tiba di pelukan saya. Tapi menjelang pertunjukan keesokan harinya malaikat tak kunjung melemparkan bunga yang saya perlukan.
Maka malam-malam dengan menumpang becak saya melas minta Iis menemani menuju Cikini untuk mencari bunga anggrek. Iis yang berdiri di sebelah kanan saya dalam foto di atas, yang juga teman sebangku, ikut pula membantu merangkai sang bunga. Saya tak ingat apa Iis pernah menggerutu karena kemalasan saya. Yang saya ingat dia dapat marah besar dari orang tuanya karena telat pulang malam itu.
Punya cerita anak SMP juga kan temans? 🙂
@eviindrawanto