Mengenal Diri Sendiri – Eksplorasi Lewat Kerja Otak.
Iseng-iseng bersilancar di internet saya menemukan quiz kepribadian gratis. Sebenarnya sudah tak tepat menjalani test seperti ini. Masa sudah setua ini tak mengenal diri sendiri? Ke laut saja!
Tapi ilmu psikologi terkadang mengejutkan. Dari analisa berdasarĀ 25 butir pertanyaan itu saya mencoba memahami jabaranĀ berbagai spekturum kepribadian manusia. Dari skor yang dikumpulkan ternyata saya belum mengenal diri sendiri.
Hasil tes saya merujuk pada kepribadian seperti ini :
- Kemampuan mengingat buruk.
- Suka bermimpi tapi menganggap tak penting dalam meraihnya.
- Suka mukjizat tapi selalu membiarkan diri disabotase rasionalitas.
Yang membuat tercenung yang terakhir itu, soal menyukai mukjizat. Memang benar saya menyukainya. Dalam dunia bertekanan tinggi seperti sekarang betapa tidak tertahankannya hidup tanpa kehadirannya. Lagi pula di sepanjang koridor, saya punya banyak mukjizat, jadi mengapa tak mempercayainya? Walau begitu dengan sejujurnya harus diakui saya jarang berharap pada mukjizat besar. Memenangkan undian rumah misalnya š Soalnya otak saya sudah keburu mengatakan , ” Jangan mimpi deh!” Dia mensabotase hasil kerjanya sendiri.
Padahal setiap mukjizat itu harus dimulai dari mempercayai, bukan?
Takut Berharap Mukjizat Besar.
Dari tempat lain saya menemukan artikel tentang mengapa otak suka mensabotase kerja segmen otak lain. Bermimpi besar tapi takut mengakuinya. Itu tak lain karena otak pernah menyimpan sebuah trauma. Seperti sebuah kekecewaan yang dalam yang diletak dalam alam bawah sadar. Trauma itu sewaktu-waktu akan dipanggil dan digunakan guna melindungi diri sendiri.
Rupanya takut kecewa lah yang membuat saya tak berani berharap pada mukjizat besar. What a coward!
Peran Otak Kiri
Kemungkinan lain gara-gara saya masukĀ ke dalam kelompokĀ vertebrata berotak kiri dominan. Maksudnya, otak saya yang telah mengalami evolusi selama 4.5 juta tahun ini, dengan berat hanya 2 % dibandingkan berat tubuh tapi mengkonsumsi 20% dari total suplai oksigen , dianggap lebih tinggi kemampuan analisanya ketimbang kerja sistematisnya. Dengan kata lain saya lebihĀ jago mengurung/memenjarakan aneka elemen dalam kepala ketimbang menghubungkannya satu sama lain. Contohnya kalau melihat bebek berenang di kolam, otak saya hanya menghubungkan hewan tersebut dengan bebek panggang, gulai bebek cabe hijau,Ā dan telur bebek untuk martabak telor.
Sementara teman-teman yang dominan di belahan kanan akan menghubungkan bebek itu dengan berbagai konsep. Malah terkadang sangat jauh meninggalkan ide aslinya. Misalnya, apa hubungan gedung pencakar langit dengan telur bebek? Ada! Pemilik gedung itu mengawali bisnisnya dengan jualan telur bebek.
Jadi siapa diantara teman yang bermintar membuat peternakan bebek untuk mengawali karir sebagai kolektor gedung pencakar langit?
@eviindrawanto