Apa sih yang bisa dinikmati di Bandung dalam satu hari? Apa lagi jika tujuan ke sana tidak khusus jalan-jalan melainkan kerja? Untuk saya yang suka menyambi segala hal, kerja sambil jalan-jalan atau jalan-jalan disambi kerja, satu hari di Bandung sudah cukup untuk ganti suasana. Karena waktu tak pernah berpihak kepada pengejarnya, jadi berapa pun yang tersedia harus dimanfaatkan sebaiknya. Apa lagi jika bisa mengenyampingkan bahwa sebetulnya tempat itu sudah beberapa kali dikunjungi. Kalau begitu akan membuat Bandung tampak lebih seksi 🙂
Maka ketika sekali lagi kunjungan kerja ke Bandung, saya menjelajah rasa masakan Sunda di RM Ampera, lagi-lagi mampir ke gedung sate, menikmati yoghurt Cisangkuy, lalu memandangi ke remangan cahaya Museum Pos Bandung
Baca juga: Suatu Malam di Nol Kilometer Yogyakarta
Perjalanan dimulai oleh rasa lega karena sejak dari Serpong sampai Cikampek tak menemukan kemacetan berarti. Begitu pun saat melintasi Cipularang lancara jaya. Rupanya memang lebih enak jalan-jalan ke Bandung pas hari kerja. Padahal berangkat dari rumah sudah agak siang dan pukul sebelas sudah keluar dari gerbang tol Buah Batu.
Perusahaan pelanggan adalah tujuan utama. Untung lah urusan di sana tak senyelimet yang dikira semula. Satu setengah jam saja segala urusan selesai.
Wisata Bandung Dalam Satu Hari dimulai Dari Perut
Karena masih banyak waktu saya ditanya suami mau jalan ke mana? Kemana saja boleh. Namun cara terbaik menikmati wisata Bandung dalam satu hari tentu memulainya dengan memanjakan perut. Lagi pula hari sudah siang, naga perut sudah bergelinjangan sejak tadi, baik sekali jika diselesaikan secara kekeluargaan di rumah makan.
Kebetulan tak jauh dari sana berdiri RM Ampera, masakan Sunda yang tata menu dihamparkan di atas meja panjang. Para tamu mengira-ngira sendiri kelezatannya sebelum menjatuhkan pilihan. Tata saji hidangan di talam beralaskan daun pisang sudah mengundang selera bagi saya.
Baca juga: Wisata Alam di Bandung, Murah Tapi Bikin Lidah Berdecak
Saya punya perasaan khusus terhadap tahu dan tempe. Apa lagi kalau melihat mereka digoreng, kecenderungannya langsung ingin menikmati. Maklum lah sudah ditanamkan sejak lama bahwa tempe masuk ke dalam gugus empat sehat lima sempurna. Namun pembaruan informasi membuat tempe-tahu membuat saya jadi ambigu.
Makanan khas nenek moyang Indonesia ini mulai menanggalkan kesederhanaannya sebagai makanan sehat dan murah. Ok murahnya masih tetap. Namun embel-embel makanan sehat harus dipikir ulang. Kenyataan bahwa 80 % kedelai Indonesia berasal dari impor. Dari laporan teman-teman LSM kedelai tersebut berasal dari pertanian yang menerapkan Genetic Modified Organism (GMO).
Itu lah yang membatasi kebebasan selera saya untu mengkonsumsi kedelai berikut turunannya.
Belanja Produk Kulit di Cibaduyut
Keluar dari Ampera langsung dihadang hujan lebat. Tapi tak menyurutkan niat saya minta diantar ke Cibaduyut. Ini lah jalan terpanjang pertokoan sepatu se Asia Tenggara. Walau tak seterkenal dulu tetap jadi pilihan menarik bagi wisatawan dalam mencari berbagai asesoris dari kulit berharga murah. Perhatikan kata “kulit” dan harga “murah”. Tak matching kan ya? Iya karena kebanyakan produk Cibaduyut memang terbuat dari kulit sintetis. Entah sepatu, tas, dompet atau jacket walau menyandang merek terkenal luar negri tapi juga dilabeli KW 1 atau KW 2. Tapi kalau mencari kulit asli juga ada kok.
Saya termasuk golongan yang mudah terkena the paradox of choice, terlalu banyak pilihan bukan solusi tapi malah membingungkan. Mencari sepasang sepatu dan sebuah tas diantara sekian banyak deretan toko ternyata sangat melelahkan. Rupanya kebanyakan pilihan membuat emosi crowded. Ada saja kekurangannya. Modelnya kuno lah, warnanya tak sesuai lah, norak lah, dan pasaran lah yang membuat si suami akhirnya menyerah. Dia memilih menunggu di suatu tempat dan mempersilakan saya menenggelamkan diri dalam the paradox of choice. Sebetulnya sadar bahwa saya sedang tak waras. Bagaimana mungkin mencari yang unik diantara produk massal? “ Ke laut aja, Neng!”
Gedung Sate, Yoghurt Cisangkuy dan Museum Pos
Tujuan terakhir wisata Bandung dalam satu hari adalah menikmati yoghurt di Cisangkuy. Beruntungnya tempat itu berdekatan dengan Gedung Sate, Taman Lansia dan Kantor Pos. Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Sekali datang menikmati tiga lansekap terkenal di Bandung. Oke lah Pak mari kita berangkat.
Baca juga: Piknik ke Paris van Java Bandung
Dari Cibaduyut menuju Gedung Sate efektif kalau masuk tol lagi. Gerimis masih setia menerpa kota saat Keluar dari gerbang tol Kopo. Di sebelah barat matahari tampak memerah. Ilusi optic sore itu membuat Bandung sedikit romantis.
Suasana agak romantis di pintu keluar tol Kopo
Sebelum ke Cisangkuy, di jalan Diponegoro saya minta berhenti di depan Gedung Sate. Bolak-balik lewat sini tak pernah berkesempatan masuk ke dalamnya. Kali ini pun tetap dengan gaya dulu-dulu, motret gedung berornamen tusuk sate itu dari balik pagar. Suami sudah tahu keanehan istrinya jadi tak bertanya untuk apa bolak-balik motret gedung yang sama, di lokasi yang sama plus kurang lebih waktu yang sama. Saya pun tak punya jawaban kecuali mengikuti tuntutan dari dalam bahwa kalau lewat harus bikin foto Gedung Sate. Untung lah battery camera pocket pun habis jadi tak berlama-lama kami pun bergerak menuju Cisangkuy.
Gedung Sate masih seperti yang dulu
Jalan Cisangkuy terkenal ke seluruh Indonesia karena ada café jualan yoghurt yang menggunakan namanya. Saat kami tiba sudah berbenah memasuki senja. Taman Lansia atau Taman Cilaki di depannya yang penuh pohon tinggi sudah menggelap dan sepi. Dengan cahaya lampu dari hotel dan beberapa rumah makan geliat malam jadi tambah terasa.
Baca juga: Eksotika Gedung Tua Pekalongan
Tak disangka di sini suami bertemu teman kuliahnya. Suasana reuni pun langsung terasa di udara. Tapi hanya sejenak karena sang teman juga sudah akan keluar begitu kami sampai.
Kami pun tak berlama-lama. Usai menyeruput susu asam rasa buah dan sepotong kue segera beranjak. Kehidupan sore sudah berakhir dan malam pun mengambil alih. Wisata Bandung dalam satu hari tak lengkap kalau tak menyinggung Museum Pos yang terletak di sayap kanan Gedung Sate.
Jadi saat belok kanan dari Cisangkyu menuju arah pulang sekali lagi kami melewati jalan Cisanggarung, tempat Museum Pos Indonesia berdiri. Cahaya yang menjalar dari koridornya membawa kenangan pada kejadian dua tahun lalu saat malam-malam memotretnya dari jauh. Tak lama saya pun jatuh tertidur, menyerahkan nasib sepenuhnya ke tangan Tuhan dan suami untuk membawa pulang dan selamat sampai di rumah.
Sampai di rest area KM 57 sudah pukul 11 malam
Jadi Wisata Bandung dalam satu hari saya not too bad kan teman-teman?