Selamat Jalan Ibu, ini untukmu. Akhir perhentianmu telah tiba. Maut yang menantimu sejak dalam perut nenek akhirnya melaksanakan tugas, merenggutmu dari sisi kami. Membawamu terbang ke tujuan akhir, tempat berkumpul nenek moyang kita. Baik-baik di sana ya bu. Sabar lah menanti karena kami satu persatu pasti menyusulmu. Sementara itu tolong doakan kami, tolong kuatkan kaki kami menjejak hidup di lorong nasib. Kami tidak tahu di mana berhentinya, yang kami tahu suatu saat akan bertemu lagi denganmu. Amin
Ibu, aku paham banyak cerita yang tidak perlu diceritakan seperti juga banyak kisah yang sebaiknya melayang bersama angin. Kita adalah kupu-kupu gurun, terbang bersama cerita pengembara, para pelintas batas, mendekati matahari hanya untuk menyaksikan senja meleleh di tepinya. Kita biarkan semua lenyap bersama kerlip bintang terakhir. Tapi ini adalah soal sepotong hati, dan mungkin juga tentang cinta, Bu. Lenyap begitu saja tak ada dalam kamusnya. Hembusan angin baginya adalah kenangan. Nafas hari baginya adalah memori. Sekalipun tak berguna bagi siapapun, sepotong hati bertahan dengan kenangannya, dengan ceritanya. Jadi aku hanya hanya ingin merekam episode itu, Bu.
Selamat Jalan Ibu, Bawa yang Manis dan Tinggalkan yang Pahit
Selamat jalan ibu. Bawa serta kebahagiaan yang pernah engkau enyam di dunia. Tapi tolong tinggalkan bagian pahit, lepaskan seperti phoenix bangkit dari abu dan berganti bulu. Biarkan segala kepahitan menjelma jadi kebijaksanaa untuk anak dan para cucumu.
Ibu, mereka mengatakan waktu kemudian sangat penting. Kita hidup dalam kekinian namun bergegas mendatangi masa depan. Sangat lucu. Kekinian atau masa depan di dunia hanya perkara eksistensi yang dibatasi ruang dan waktu. Mengapa kita harus menaruh yang satu lebih dari yang lainnya?
Tapi biarkan saja lah. Semua orang ingin mendefinisikan sesuatu. Memegang erat apa yang mereka anggap benar. Untuku, aku punya definisi dengan kebenaran sendiri. Selamat jalan ibu. Tunggu kami memasuki waktumu yang abadi.
Rindu kami akan selalu jadi milikmu, IbuOhya maafkan jika sampai saat ini aku tak kunjung memahami urgensimu terhadap satu frame hidup bahwa cinta adalah soal memberi. Engkau katakan itu sudah terbentuk selama ribuan tahun. Berarti sudah tertulis dalam DNA kita? Tapi mengapa kah masih sulit bagiku memberi tanpa mengharap kembali? Perlu kah kulalui beribu episode untuk memahaminya?
Tapi sudah lah Ibu. Sekarang letakan kuatirmu, sandarkan di batang-batang teratai air pada oase padang ilalang. Akan kujejaki langkahmu. Sementara itu terimalah rangkaian bunga kasih yang aku rajut diam-diam.
Ini tentang cinta, Bu. Engkau pasti sudah tahu sekarang saat melihat renda di hatimu…:)
Selamat jalan Ibu..Sampai ketemu nanti.
— Your Daughter
Mengenang ibu yang wafat 10 Mei 2013