Tertipu Dalam Bisnis : Sebuah Resiko
Ada yang bertanya apakah kami pernah tertipu dalam bisnis? Jawabnya pernah.
Pernah tak dibayar? Sering!
Bagaimana caranya kalau berbisnisĀ terus dibayar dan tak pernah tertipu? Tak usah berbisnis.
Jawaban tak sopan sebetulnya. Habis gimana lagi saya memang tak punya jawaban gimana caranya agar tak tertipu dalam bisnis.
Yang jelas saat masuk ke bisnis kita harus menyadari bahwa dunia ini bergelimang resiko. Mengalami gagal bayar dan penipuan bagian dari resiko itu. Perusahaan saya sudah mengalami beberapa kali. Dua contoh di bawah kasus yang tak terlalu menyakitkan untuk dituliskan š
1. Berbisnis dengan Brand Besar Bukan Jaminan
Tak pernah menyangka sebuah brand yang begitu eksis di supermarket, bosnya datang berombongan ke rumah, bicara baik-baik berakhirĀ jadi kenangan pahit bagi saya. Kami mengawali kerjasama sebagai supplier palm sugar (gula semut) pada perusahaan mereka. Seiring waktu bapak-bapak terhormat itu berakhir dengan menelan sekian juta rupiah modal kami. Jumlahnya memang tak seberapa tapi sakitnya masih berasa sampai sekarang.
Perusahaan itu entah salah urus atau keserakahan, sesama pemilik bertempur di pengadilan.Ā Sebetulnya gak masalah sih mereka berantem sampai berdarah. Hanya saja perkelahian itu membuat mereka melupakan kewajiban kepada kami.
Saya sepertinya masuk jenis manusia pendendam. Sampai detik iniĀ faktur tagihan pada mereka tetap saya simpan. Walau sudah lewat lima tahun faktur itu saya letakan dalam satu folder khusus bersama faktur2 tak tertagih lainnya. Saya lakukan untuk mengingatkan diri sendiri bahwa hubungan baik bagi sebagian orang tidak berguna kalau sudah melibatkan uang.
Tertipu dalam bisnis biasanya berawal dari orang yang kita kenal.
Sekalipun sudah melakukan prinsip kehati-hatian mustahil seratus persen melindungi diri dari efek burukĀ perangai orang lain. Sebab merupakan sifat alami kita cenderung kurang waspada terhadap teman, saudara, kenalan baik, atau kenalan lama. Dasar pemikirannya masa sih mereka mau makan kita?
Tapi para pemerkosa anak-anak juga orang terdekat mereka, bukan? Sebuah kenyataan bahwa sebagian orang tidak perduli pada hubungan baik selama maksud mereka kesampaian. Dan mereka yang menjalankan bisnis tanpa etika akan makan kenalan sendiri, langgana sendiri atau temannya sendiri.
Jadi kalau tak mau tertipu dalam bisnis prinsip kehati-hatian harus dipegang teguh. Tak masalah teman atau saudara, selama terkait dengan bisnis, peluang saling merugikan terbuka lebar. Berhati-hati lah!
2. Wan Prestasi
Merasa tertipu dalam bisnis yang satu lagi beda kasusnya. Ini lewat pemesanan kemasan. Mereka mensyaratkan bayar lebih dahulu sebelum pengiriman.
Pengiriman awal-awal lancar. Barang yang kami terima sesuai jumlah uang yang dibayar. Belakangan minta bayarnya tetap tapi pengiriman seret. Alasannya macam-macam. Dari mulai kebanjiran sampai supplai bahan tidak lancar. Tapi karena di desak terus dikirim juga walau di cicil. Dan itu masih di toleransi karena mereka melunasi hutang barang kepada kami.
Belakangan sebelum barangnya lunas sudah minta pembayaran lagi. Alasannya agar pengiriman berikut lancar. Karena butuh dan sudah kenal lama ya sudah kami transfer uang yang mereka minta. Tapi kali ini kami apes, pembayaran terkakhir kami lenyap begitu saja. Ditelepon gak diangkat. Begitu diangkat malah minta transfer uangĀ lagi. Ngajakin berantem kan? Malah terakhir alamatnya pindah tak deketahui.
Begitu lah dua contoh dan cara tertipu dalam bisnis. Tak disangka-sangka. Awalnya selalu melalui hubungan baik. Berbagai masalah yang datang dari kedua belah pihak diakhiri kerugian dari satu pihak.
Semoga teman-teman yang berbisnis tak pernah mengalami kejadian seperti kami. Amin.
@eviindrawanto